
PeluangNews,Jakarta – Pemerintah terus memperkuat kebijakan tata kelola gula untuk menjaga keberlanjutan industri gula nasional sekaligus melindungi kepentingan petani tebu. Hal ini disampaikan Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso dalam Rapat Kerja (Raker) dan Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI di Gedung DPR, Jakarta, Senin (29/9).
Dalam kesempatan tersebut, Mendag memaparkan empat poin penting, yakni dukungan terhadap penyerapan gula petani, mitigasi isu gula kristal rafinasi (GKR), penguatan regulasi Standar Nasional Indonesia (SNI) gula kristal putih (GKP), serta usulan harmonisasi tata kelola gula nasional melalui peraturan presiden. Rapat dipimpin Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Andre Rosiade, dan dihadiri oleh jajaran pimpinan BUMN pangan, seperti Direktur Utama ID Food Ghimoyo, Direktur Utama Bulog Ahmad Rizki Ramdhani, Direktur Utama PTPN III Denaldy Mulino Mauna, dan Direktur Bisnis PT Sinergi Gula Nusantara Riyanto Wisnuardhy.
Mendag menegaskan, Kementerian Perdagangan mendukung langkah ID Food menyerap gula petani untuk menjaga semangat produksi tebu dalam negeri. Hingga 1 September 2025, tercatat 49 ribu ton gula petani telah diserap oleh ID Food dan pedagang.
“Kemendag mendukung upaya penyerapan gula petani oleh ID Food sebagai salah satu upaya menjaga semangat petani tebu untuk memproduksi tebu sebagai bahan baku industri gula di dalam negeri sekaligus mendukung target swasembada gula nasional,” ujar Mendag.
Selain itu, Mendag mengusulkan agar sebagian gula konsumsi hasil impor dijadikan cadangan milik pemerintah untuk menstabilkan pasar bila terjadi gejolak harga.
Terkait isu penyalahgunaan gula kristal rafinasi, Mendag menyampaikan rencana revisi Permendag Nomor 17 Tahun 2022 agar lebih tegas melarang konversi GKR menjadi GKP.
“Karena ada indikasi GKR diubah menjadi GKP, maka agar aturannya tidak dimanfaatkan untuk yang tidak benar, kami akan segera membuat perubahan terhadap Permendag Nomor 17 Tahun 2022, sehingga akan tercantum secara eksplisit bahwa GKR tidak boleh diubah menjadi GKP,” kata Mendag.
Kemendag juga akan berkoordinasi dengan Kementerian Perindustrian untuk memastikan aturan baru ini diterapkan konsisten di lapangan.
Dalam paparannya, Mendag mendorong Kementerian Pertanian menyesuaikan penerapan SNI Wajib GKP agar sesuai dengan standar terbaru yang ditetapkan BSN, yakni SNI 3140.3.2.2020. Saat ini, regulasi masih mengacu pada Permentan Nomor 68 Tahun 2013 dengan SNI 2010, yang dinilai sudah tidak relevan. Penyesuaian ini penting agar sertifikasi produk dan izin edar dari BPOM bisa berjalan lebih efektif.
Mendag juga mengusulkan perlunya payung hukum lebih tinggi berupa peraturan presiden. Menurutnya, pengaturan tata niaga gula yang tersebar di berbagai kementerian dan lembaga membuat kebijakan kurang terintegrasi.
“Sehingga, perlu ada peraturan lebih tinggi sebagai payung hukum, setingkat peraturan presiden, yang membagi peran dan tugas masing-masing kementerian dan lembaga,” ujar Mendag.
Hasil investigasi Satgas Pangan Kepolisian RI pada 2025 menemukan enam dari 30 merek gula yang diuji terbukti menggunakan bahan baku GKR. Hal ini mendorong pemerintah untuk memperketat pengawasan distribusi gula.
“Perlu evaluasi seluruh kebijakan tata kelola gula nasional, baik dari sisi pemberian alokasi impor, izin edar, dan ketentuan SNI gula. Satgas Pangan terus mengawasi dan memonitor bersama kementerian dan lembaga terkait,” jelas Mendag.
Berdasarkan Neraca Komoditas 2025, kebutuhan gula ditetapkan sebesar 4.198.550 ton. Hingga Agustus, realisasi impor sudah mencapai 3,23 juta ton atau 77,07 persen dari total alokasi. Mendag menegaskan impor dilakukan sesuai keputusan NK, baik jumlah maupun jenis.
“Pada 8 September 2025, kami juga sudah memanggil para pemegang PI gula untuk mengimbau agar kalau realisasi (impornya) belum selesai, sebaiknya menyerap gula dalam negeri yang sekarang sedang panen,” kata Mendag.
Ketua Komisi VI DPR RI Anggia Erma Rini menekankan, rapat ini sangat ditunggu masyarakat karena menyangkut kebutuhan pokok.
“Komisi VI ingin mendapatkan penjelasan dari Kemendag terkait dasar kebijakan impor gula, mekanisme pengawasan, dan penetapan kuota impornya. Mekanisme pengawasan ini penting sekali untuk kita lihat. Jangan sampai gula yang harusnya untuk industri itu menjadi gula untuk konsumsi masyarakat,” ujar Anggia.
Komisi VI DPR RI menerima penjelasan pemerintah dan mendesak penyusunan aturan tata kelola gula nasional sebagai payung hukum lintas kementerian. Selain itu, DPR juga berkomitmen memanggil 11 perusahaan pemegang izin impor gula rafinasi untuk meminta klarifikasi terkait dugaan kebocoran distribusi.







