
Peluang News, Tangerang – Harga minyak goreng rakyat atau MinyaKita di tingkat pengecer di atas harga eceran tertinggi (HET) Rp15.700 per liter.
Menurut Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso, naiknya harga MinyaKita disebabkan oleh distributor yang menaikkan harga di tingkat pengecer.
Karena itu, Kemendag mulai melakukan operasi terhadap distributor-distributor MinyaKita di seluruh Indonesia, khususnya pada wilayah dengan harga MinyaKita yang tinggi atau di atas HET Rp15.700 per liter.
Budi mengatakan ada dugaan distributor telah menaikkan harga di tingkat pengecer, sehingga harganya melambung saat sampai ke konsumen.
“Kita mulai dari Banten ya, ternyata kita temukan gudang yang menjual atau distributor yang menjual harga yang seharusnya Rp14.500 dijual menjadi Rp15.500 (harga di tingkat pengecer) ya. Padahal harga HET ke konsumen itu Rp15.700 ya, sehingga harganya menjadi naik untuk di daerah Banten,” kata Budi, di Tangerang, Jumat (24/1/2025).
Menurut Mendag, pasokan MinyaKita dari produsen tidak mengalami kendala dan distribusinya sesuai aturan. Namun, harga minyak goreng rakyat tersebut tak kunjung mengalami penurunan.
Dugaan terkait permainan harga di tingkat distributor 2 (D2), lanjut Budi, kemungkinan terjadi di wilayah lain. Mendag akan melakukan pengecekan di Kalimantan Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Indonesia bagian timur lainnya.
“Kebanyakan memang dari teman-teman Satgas Pangan di lapangan, memang dari sisi harga, menaikkan harga. Karena barangnya ada semua, kita ke produsen semua sudah menyatakan barang cukup,” kata Mendag.
Harga MinyaKita rata-rata secara nasional sebesar Rp17.000 per liter, sedangkan HET yang ditetapkan pemerintah Rp15.700 per liter.
Sebelumnya, Mendag Budi Santoso melakukan penyegelan terhadap PT Navyta Nabati Indonesia (NNI) atas dugaan pelanggaran terkait dengan distribusi minyak goreng rakyat atau Minyakita, di Tangerang, Banten.
Berdasarkan hasil pengawasan yang dilakukan oleh Satgas Pangan, perusahaan tersebut telah habis masa berlakunya untuk Sertifikasi Produk Penggunaan Tanda Standar Nasional Indonesia (SPPT SNI), namun masih memproduksi MinyaKita.
“Tidak memiliki izin edar Badan POM untuk MinyaKita, namun masih memproduksi. Selain itu, juga tidak memiliki KBLI (Klasifikasi Baku Lapangan Usaha) 82920 atau aktivitas pengepakan sebagai syarat wajib repacker minyak goreng,” kata Budi.
Dia menambahkan perusahaan tersebut juga diduga melakukan pemalsuan surat rekomendasi izin edar yang seolah-olah diterbitkan oleh Kemendag.
Selain itu, NNI yang dalam hal ini sebagai repacker atau Distributor 2 (D2) telah memproduksi Minyakita menggunakan minyak goreng non-domestic market obligation (DMO), serta memproduksi MinyaKita yang diduga tidak sesuai dengan ukuran yang tertera dalam kemasan, yakni kurang dari 1 liter.
Dari hasil ekspose ini, ditemukan sebanyak 7.800 botol dan 275 dus MinyaKita, dengan satu dus berisi 12 botol minyak berukuran 1 liter.[]