Revitalisasi koperasi mendesak untuk dilakukan oleh presiden baru terpilih jika ingin bangsa ini sejahtera. Pendekatan sistemik melalui perubahan regulasi sampai analisis operasional cukup realistis untuk dikerjakan.
Yakobus Jano
Peluangnews – Pilpres 2024 telah usai dan Prabowo-Gibran memimpin dalam perolehan suara versi quick count (QC) oleh beberapa lembaga survei. Dengan asumsi hasil QC ini sama dengan hasil real count yang akan diumumkan KPU pada akhir Maret nanti, maka Prabowo-Gibran akan memimpin Indonesia selama lima tahun ke depan.
Lazimnya suksesi kepemimpinan nasional selalu ada harapan baru untuk menyelesaikan beragam persoalan yang belum dapat diselesaikan pemerintahan sebelumnya. Termasuk dalam menangani perkoperasian. Setelah Undang-Undang No 4 Tahun 2023 tentang Penguatan dan Pengembangan Sektor Keuangan (UU P2SK) disahkan, hingga kini belum ada aturan turunan yang mengatur koperasi open-loops yang berada dibawah pengawasan OJK.
Sementara Kemenkop telah menerbitkan Permenkop No 8/2023 yang ditindaklanjuti dengan Surat Edaran No.7/2023 yang mengatur perkoperasian dengan mengacu pada UU P2SK. Permenkop ini dipandang kontroversial oleh para pegiat koperasi karena jauh dari semangat dan nilai-nilai perkoperasian serta menguatkan intervensi negara. Aturan ini berlaku untuk koperasi close-loops yang masih di bawah kendali Kemenkop.
Penantian regulasi baru perkoperasian ini mendapat sorotan dari Revrisond Baswir, biasa disapa Sony, ekonom UGM. Menurutnya, perubahan regulasi perkoperasian akan dipicu oleh dua hal yakni pertama, kelanjutan dari perubahan regulasi yang terjadi pada masa lalu dan kedua, penerbitan regulasi baru untuk merevatilisasi perkembangan koperasi.
Terkait dengan hal pertama, regulasi yang ditunggu adalah penerbitan POJK oleh OJK sehubungan munculnya KSP open-loops. Saat ini, OJK dan Kemenkop UKM sedang menyiapkan proses transisi tersebut. Sesuai tenggat waktu ditetapkan dalam UU P2SK, proses tersebut selambat-lambatnya harus selesai akhir tahun ini.
Sementara terkait hal yang kedua, Sony menunggu penerbitan UU Perkoperasian baru sebagai pengganti UU No 25/1992 yang hanya berlaku sementara waktu. “Namun terus terang, saya tidak begitu yakin bahwa proses penerbitan UU Perkoperasian baru ini akan dapat diselesaikan pada periode pemerintahan Jokowi,” ungkapnya seraya menambahkan, besar kemungkinan prosesnya berlanjut ke era pemerintahan berikutnya. Bahkan sangat mungkin proses penyusunannya akan dimulai dari awal lagi.
Menurutnya, keberpihakan pemerintahan baru pada revitalisasi koperasi dapat dilihat dari keseriusan dalam menghadirkan ekosistem perkoperasian yang kondusif. Ini lebih penting daripada sekadar menyoal penunjukan Menteri Koperasi, yang selama ini praktiknya lebih banyak karena hasil balas budi politik. “Revitalisasi pengembangan koperasi di Indonesia diletakkan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari strategi besar pengembangan perekonomian,” tegas Sony.
Mengacu pada pemikiran Bung Hatta, strategi besar pengembangan perekonomian Indonesia menuntut adanya sinergi antara peran pemerintah dan partisipasi rakyat. Pemerintah membangun dari atas, antara lain melalui pengembangan BUMN dan rakyat banyak membangun dari bawah melalui pengembangan koperasi.
Pentingnya revitalisasi koperasi diamini oleh Dewi Tenty Septi Artiany, biasa disapa Dete, pemerhati koperasi yang berprofesi sebagai notaris. Sebab, kata Dete, koperasi saat ini berjalan seperti pendekar mabuk, oleng ke kiri ke kanan atau tidak ajeg. Kasus gagal bayar beberapa KSP dengan nilai kerugian anggota mencapai puluhan triliun dan menjamurnya fintech abal-abal berkedok koperasi mengonfirmasi hal ini.
“Salah satu penyebabnya adalah tidak adanya roadmap pengembangan koperasi sehingga setiap masalah yang terjadi hanya diberi solusi instan. Ini mencerminkan ketidakpahaman pemerintah tentang prinsip koperasi,” tegas Dete.
Untuk membenahi perkoperasian, ia berharap pos Kemenkop UKM nantinya ditempati oleh orang yang mengerti betul mengenai perkoperasian. Kehadrian sosok yang tepat ini penting karena nantinya akan melahirkan kebijakan-kebijakan yang menentukan arah perkoperasian.
Sementara Soeryo Bawono, Ketua Dekopinwil DKI Jakarta, optimis jika Prabowo terpilih sebagai Presiden dapat membawa koperasi ke arah yang lebih baik. Senyawa koperasi dengan UMKM merupakan kunci utama pengembangan koperasi. “Program makan siang gratis itu akan menggerakan UMKM,” ungkapnya.
Mengenai pos Kemenkop, Soeryo berharap akan diisi oleh orang yang sudah berkecimpung di koperasi. Sebab, sudah paham tentang budaya dan pola kerja koperasi. Dengan begitu tidak perlu terlalu lama untuk beradaptasi dengan koperasi.
Pendapatan senada tentang pentingnya pos Kemenkop diisi orang koperasi disampaikan oleh Yakobus Jano, Ketua KSP Kopdit Pintu Air. “Jika Presiden terpilih mau bangsa ini sejahtera, maka libatkan Koperasi sebagai barometer perekonomian rakyat kecil yang selama ini diperjuangkan oleh Gerakan Koperasi Indonesia. Dan untuk mengimplementasikannya butuh Menteri Koperasi yang sudah menjadi pelaku koperasi bukan berasal dari korporasi,” tegas Jano.
Tokoh koperasi berprestasi asal NTT itu juga mengingatkan pentingnya sejarah bahwa peletak dasar jati diri perekonomian bangsa adalah koperasi sebagaimana diamanatkan oleh Bung Hatta. Oleh karenanya, pemikiran founding fathers dengan melibatkan koperasi dalam aktivitas perekonomian nasional perlu diarusutamakan agar bangsa ini sejahtera.
Pemerintahan baru, desak Jano, perlu membangun bangsa ini dengan empat Pilar Koperasi yaitu Pendidikan, Swadaya, Soldaritas dan Inovasi (PSSI). Keseriusan dalam pelibatan koperasi dapat dilihat dari politik anggaran dalam APBN/APBD dengan memberikan porsi yang lebih besar untuk mengembangkan koperasi.
Suara dan harapan perlunya keberpihakan pemerintahan baru untuk merevitalisasi koperasi telah digaungkan akademisi maupun pelaku usaha koperasi. Kini tinggal bagaimana presiden baru terpiih merespons hal tersebut, mendengar dengan menindaklanjuti, atau mengabaikan dengan ungkapan “Emang Gue Pikirin”?.