
PeluangNews, Jakarta – Pemerintah terus memantau dan menangani lonjakan kasus pemutusan hubungan kerja (PHK) di Indonesia.
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli mengatakan hal itu usai meninjau penyaluran bantuan subsidi upah (BSU) di Kota Makassar, Sulawesi Selatan, Sabtu (26/7/2025).
“Itu kita monitor tiap bulan. Kita sudah punya mekanisme pelaporan bulanan, itu dikelola oleh Badan Perencanaan Pengembangan Kemenaker,” kata Yassierli.
Pendataan PHK secara nasional, lanjutnya, masih dilakukan guna mengetahui daerah yang paling terdampak dan industri yang paling banyak mengalami pemutusan kerja. Langkah ini dilakukan untuk menyusun kebijakan yang tepat.
Data PHK itu yang kemudian digunakan untuk melihat provinsi mana yang banyak terimbas dengan PHK.
“Selanjutnya kita lihat industrinya seperti apa dan itulah nanti data yang kita gunakan untuk intervensi kebijakan dan seterusnya,” ujar Menaker.
Dia menjelaskan bahwa pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan telah menyediakan program perlindungan sosial bagi korban PHK melalui JKP (Jaminan Kehilangan Pekerjaan).
“Kita punya jaminan sosial berupa JKP. Jadi kesempatan bagi teman-teman yang ter-PHK masih mendapatkan manfaat 60% upah selama enam bulan. Tapi itu untuk yang terdaftar sebagai anggota BPJS Ketenagakerjaan,” kata Yassierli.
Berdasarkan data dari Satudata Kementerian Ketenagakerjaan, tercatat sebanyak 42.385 pekerja di Indonesia mengalami PHK sepanjang Januari hingga Juni 2025.
Jumlah ini meningkat 32,19% dibandingkan periode yang sama pada tahun 2024, yang tercatat sebanyak 32.064 orang ter-PHK.
Tiga provinsi dengan jumlah PHK tertinggi pada semester pertama 2025 adalah:
1. Jawa Tengah: 10.995 pekerja
2. Jawa Barat: 9.494 pekerja
3. Banten: 4.267 pekerja
Kemenaker terus mengkaji dan mengevaluasi penyebab tingginya angka PHK di sejumlah wilayah, sebagai dasar untuk menyusun kebijakan intervensi sektor ketenagakerjaan. []