hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza

Menakar Dampak Geopolitik ke Sektor Perbankan

Memanasnya suhu geopolitik global di paruh pertama tahun ini menyusul terjadinya konflik terbuka di Timur Tengah mendorong kalangan perbankan di Indonesia untuk mengantisipasi dampak dari situasi tersebut terhadap kinerja hingga penghujung 2024. Terjadinya penguatan nilai tukar US$ terhadap sejumlah mata uang regional juga menjadi faktor lain yang dicermati sektor perbankan di Tanah Air.

Kalangan Perbankan mulai mengkalkulasi faktor geopolitik, kenaikan suku bunga dan nilai tukar US$ terhadap prospek bisnis di tahun ini. Otoritas Jasa Keuangan sendiri menilai bahwa risiko yang dihadapi industri perbankan nasional akibat penguatan dolar Amerika Serikat masih dapat dimitigasi dengan baik.

Namun, OJK juga meminta perbankan untuk terus melakukan pemantauan terkait potensi dampak transmisi dari perkembangan perekonomian global dan domestik terhadap kondisi bank dan melakukan langkah mitigasi yang diperlukan.

Sementara Komite Stabilitas Sistem Keuangan melalui pernyataan bersamanya yang dilansir pada 3 Mei 2024 menyatakan optimismenya perubahan suhu geopolitik global belum akan banyak memberikan banyak pengaruh terhadap stabilitas keuangan di Indonesia.

Di tengah dinamika ketidakpastian global, KSSK menilai kinerja ekonomi Indonesia masih cukup resilien Pertumbuhan ekonomi di triwulan I 2024 diprakirakan tetap berada di atas 5,0% dan menguat dibandingkan triwulan IV tahun 2023 didukung permintaan domestik yang tetap kuat, baik di sisi konsumsi pemerintah, konsumsi rumah tangga, dan konsumsi LNPRT, seiring dengan penyelenggaraan Pemilu, kenaikan gaji ASN, dan pemberian THR dengan Tukin 100%.

Stress Test

Berdasarkan hasil uji ketahanan (stress test) yang dilakukan OJK, pelemahan nilai tukar rupiah saat ini relatif tidak signifikan berpengaruh langsung terhadap permodalan bank, mengingat posisi devisa neto (PDN) perbankan Indonesia yang masih jauh di bawah threshold dan secara umum dalam posisi PDN “long”, dimana aset valas masih lebih besar daripada kewajiban valas.

Rasio kecukupan modal bank yang relarif masih tinggi dapat menjadi bantalan yang mampu menyerap fluktuasi nilai tukar rupiah maupun suku bunga yang masih tertahan relatif tinggi.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengimbau masyarakat untuk tetap tenang dalam menghadapi dampak guncangan geopolitik global yang saat ini terjadi. “Ketenangan masyarakat merupakan kunci keberhasilan kita menjaga stabilitas keuangan,” ujarnya melalui siaran pers yang diterbitkan OJK pada akhir April lalu.

Peningkatan tensi geopolitik yang meningkat di Timur Tengah setelah konflik langsung Iran dengan Israel menyebabkan kekhawatiran akan terjadinya perang yang makin meluas dan dapat membebani perekonomian dunia terutama dari kenaikan harga komoditas energi dan mineral utama serta kenaikan biaya logistik seiring terganggunya jalur perdagangan utama akibat konflik di Timur Tengah dan Rusia-Ukraina.

Peningkatan tensi geopolitik dan ketidakpastian global ini menyebabkan dolar AS terus diburu para pelaku pasar dan mendorong penguatannya lebih lanjut.

Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 23-24 April 2024 telah memutuskan untuk menaikkan BI-Rate sebesar 25 bps menjadi 6,25%, suku bunga Deposit Facility sebesar 25 bps menjadi 5,50%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 25 bps menjadi 7,00%.

Langkah ini diambil BI untuk memperkuat stabilitas nilai tukar Rupiah dari dampak memburuknya risiko global serta sebagai langkah antisipasi untuk memastikan inflasi tetap dalam sasaran 2,5±1% pada 2024 dan 2025.

Masih Terus Tumbuh

Meski mulai mengantisipasi dampak geopolitik, nilai tukar dan kenaikan suku bunga, kinerja perbankan di Tanah Air pada triwulan pertama tahun ini secara umum masih tetap terjaga, terutama jika dilihat dari kredit yang disalurkan dan mobilisasi dana pihak ketiga.

BRI misalnya, hingga Maret 2024 melaporkan penyaluran kredit sebesar Rp1.308,65 triliun atau tumbuh 10,89 persen secara year on year (yoy). Hingga akhir kuartal I-2024 tercatat rasio Non Performing Loan (NPL) BRI terkendali di angka 3,11%. Adapun Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar Rp1.416,21 triliun atau tumbuh 12,8 persen (yoy) hingga akhir Maret 2024.

Pada periode yang sama, Bank Mandiri mencatat penyaluran kredit konsolidasi sebesar Rp1.435 triliun pada kuartal I-2024. Angka tersebut meningkat 19,1% (yoy). Sementara DPK konsolidasi Bank Mandiri tercatat Rp1.572 triliun di akhir kuartal I-2024, tumbuh 13% dibanding periode yang sama tahun lalu.

Pada periode yang sama, total kredit BNI tercatat sebesar Rp695,16 triliun. Jumlah itu tumbuh 9,6% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. BNI berhasil mengumpulkan DPK sebesar Rp780,22 triliun pada kuartal I-2024, naik 4,9% (yoy).

Pada kuartal I-2024, BTN membukukan penyaluran kredit dan pembiayaan sebesar Rp344,2 triliun, tumbuh 14,8% secara tahunan dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Sementara itu, dana pihak ketiga (DPK) tercatat menjadi Rp357,7 triliun pada kuartal I-2024. Angka itu tumbuh 11,9 persen secara tahunan dibandingkan Rp319,6 triliun pada periode yang sama tahun lalu.

Pada periode yang sama, Maybank Indonesia juga mencatatkan pertumbuhan kredit sebesar 14,0% di seluruh segmen yaitu segmen korporasi, ritel dan non-ritel pada kuartal pertama 2024.

Sampai dengan 31 Maret 2024, total kredit Maybank Indonesia tumbuh menjadi Rp122,28 triliun dari Rp107,22 triliun. Kredit Global Banking tumbuh 18,2% menjadi Rp46,42 triliun dari Rp39,29 triliun. Sementara kredit ritel dan non-ritel yang dikelompokan sebagai Community Financial Services (CFS) tumbuh 11,7% menjadi Rp75,86 triliun dari Rp67,93 triliun pada periode yang sama tahun lalu.

Demikian juga, portofolio kredit segmen UKM bank tersebut menguat, diiringi meningkatnya jumlah debitur dari berbagai wilayah di Indonesia. Kredit CFS Non-retail tumbuh 14,6% menjadi Rp31,90 triliun, ditopang oleh kredit komersial Business Banking yang tumbuh 19,8% menjadi Rp12,03 triliun, dan kredit RSME yang tumbuh 12,9% menjadi Rp14,37 triliun, serta kredit SME+ yang tumbuh 8,9% menjadi Rp5,49 triliun.

Bank Centra Asia juga melaporkan pertumbuhan penyaluran kredit, dimana segmen kredit korporasi tumbuh 22,1% yoy sehingga totalnya Rp389,2 triliun, sementara kredit komersial naik 9,3% yoy menjadi Rp125,2 triliun.

Kinerja kredit UKM BCA juga melanjutkan tren pertumbuhan di atas rata-rata industri, seperti kinerja tahun sebelumnya. Per Maret 2024, kredit UKM BCA naik 13,5% YoY mencapai Rp110,4 triliun. Kredit konsumer meningkat 14,9% YoY menjadi Rp201,6 triliun.

Pertumbuhan kredit konsumer ditopang oleh KPR BCA yang naik 11,0% yoy mencapai Rp121,7 triliun. Kemudian, kredit kendaraan bermotor (KKB) tumbuh 22,2% yoy menjadi Rp59,8 triliun, serta kenaikan outstanding pinjaman konsumer lainnya, yang sebagian besar merupakan kartu kredit, sebesar 22,6% yoy mencapai Rp17,1 triliun.

Tentu kalangan perbankan dan pelaku usaha harus mengantisipasi dampak kenaikan suhu geopolitik global terhadap penyerapan kredit dan mobilisasi dana pihak ketiga pada triwulan kedua tahun ini. Semoga saja stabilitas keamanan dan keuangan tetap terjaga. Kasihan, dunia usaha baru berusaha recovery setelah terpukul resesi akibat pandemi Covid-19.(Drp)

pasang iklan di sini