
PeluangNews, Jakarta – Pemerintah kini benar-benar memperhatikan karier dan kesejahteraan guru agama.
Akses Pendidikan Profesi Guru (PPG) kini diperluas untuk seluruh guru lintas agama, tidak hanya guru agama Islam seperti tahun-tahun sebelumnya.
Menteri Agama Nasaruddin Umar mengungkapkan hal tersebut dalam kegiatan Bersepeda Onthel Bersama Guru Lintas Iman, di Jakarta, Minggu (23/11/2025).
“PPG selama ini hanya diikuti guru agama Islam. Sekarang kita berikan juga kepada guru Protestan, Katolik, Hindu, dan Buddha, semua kita fasilitasi,” ujar Nasaruddin sebagaimana dilansir dari laman Kementerian Agama.
Dia mengatakan perluasan akses ini menjadi langkah penting dalam menghapus disparitas peningkatan kompetensi guru pada berbagai lembaga pendidikan agama.
Menurutnya, perluasan PPG juga diikuti lonjakan besar jumlah peserta pada 2025.
“Pengembangan PPG mencapai 700%. Sebelumnya kenaikannya hanya sekitar 20–30% per tahun. Tahun ini meningkat menjadi 700%,” katanya.
Berdasarkan data Kementerian Agama mencatat lebih dari 102 ribu guru madrasah dan guru pendidikan agama sedang mengikuti PPG tahun ini. Jadi, total peserta PPG sepanjang 2025 mencapai 206.411 orang, meningkat tajam dari 29.933 peserta pada 2024.
Selain peningkatan kualitas melalui PPG, Menag juga menyoroti perbaikan kesejahteraan guru non-PNS.
Sebanyak 227.147 guru non-PNS menerima kenaikan tunjangan profesi dari Rp1,5 juta menjadi Rp2 juta per bulan.
Peningkatan kesejahteraan dan pemerataan akses pelatihan merupakan bagian dari komitmen pemerintah menghapus diskriminasi antar guru.
Dalam tiga tahun terakhir, 52 ribu guru honorer telah diangkat menjadi PPPK. “Tidak boleh ada diskriminasi. Inilah wajah Kementerian Agama sekarang,” kata Nasaruddin Umar.
Menanggapi persoalan honor rendah bagi sebagian guru madrasah, Menag menyebut sejumlah langkah perbaikan sudah mulai berjalan, termasuk inisiatif sekolah rakyat, sekolah Garuda, serta rencana revisi Undang-Undang Guru dan Dosen.
Nasaruddin berharap revisi itu dapat menyamakan standar antara lembaga pendidikan umum dan lembaga pendidikan keagamaan.
“Tidak boleh ada perbedaan antara dosen perguruan tinggi umum dan dosen perguruan tinggi keagamaan, begitu juga antara guru madrasah dan guru SD,” ucap Menag, yang juga Imam Besar Masjid Istiqlal itu.[]







