Kecenderungan menggamit lagu-lagu lawas merupakan gejala personal yang generik. Secara khusus itu terkait erat dengan usia. Dalam bentuk komunitas, dikenal wadah seperti KLMI, KPMI.
WADAH Komunitas Legendaris Musik Indonesia (KLMI) tercetus dari kesamaan akan kegemaran pada tembang-tembang lawas yang dibawakan oleh penyanyi dan musisi legendaris Indonesia. KLMI dibentuk tahun 2012. Keberadaannya mendapat respons positif dari kalangan sesama penggemar lagu-lagu lawas di Tanah Air dan mancanegara.
“Kalau di media social, anggota kita ribuan, karena selain ada seluruh Nusantara juga beberapa di luar negeri. Anggota yang aktif sekitar 50 sampai 100 orang,” kata Ketua KLMI, Mathias Kasim alias Chai Men Kho. Komunitas yang dikomandaninya terbuka bagi siapa saja untuk bergabung. Tidak ada batasan usia, profesi, dan juga tanpa persyaratan khusus lainnya. Silakan join, jika anda berminat.
“KLMI adalah wadah berkumpulnya para pecinta musik-musik tembang kenangan,” katanya. Kegiatan KLMI lainnya apa saja? Beragam aktivitas pun telah digelar, seperti bakti sosial. Contohnya, peduli korban banjir di Jakarta dan sekitarnya. KLMI juga peduli para musisi legendaris yang meninggal, sakit atau tertimpa musibah. “Kalau ada rekan yang meninggal atau sakit, kami langsung ke kediaman mereka,” katanya.
Untuk mengakrabkan anggotanya, setiap tahunnya digelar acara semacam gathering. Adapunpertemuan pengurus, biasanya dilaksanakan sebulan sekali. “Dalam pertemuan bulanan ini biasa kita bahas soal kinerja KLMI, planin dan ide kopi darat,” tutur Mathias.
Salah satu agenda KLMI tahun 2014 adalah menggelar konser musik legendaris. Dalam konser amal bertema ‘Malam Sejuta Kasih’ From Legends to Legends. Acara digelar di Kelapa Gading Sport Mall, Jakarta Utara, 15 November 2014. Dua tahun sebelumnya, 19 Mei 2012, komunitas ini menggelar konser ‘Mengenang 50 tahun Legendaris Koes Bersaudara’.
Konser 2014 melibatkan penyanyi tiga generasi, yakni tahun 60-an,70-an, dan 80-an. Misalnya, Ernie Djohan, Titiek Sandhora, Muchsin Alatas, Bob Tutupoly, Dian Piesesa, Betharia Sonatha, Mus Mulyadi, Arie Koesmiran, Obbie Messakh, Maya Angela, Yon Koeswojo, Johan Untung, Diana Papilaya. “Konser Amal ini kami dedikasikan kepada para musisi legendaris yang yang sedang sakit dan yang sudah meninggal,” kata Jose Choa Linge, anggota KLMI yang juga panitia konser. Dalam konser tersebut digelar lelang Lagu dan lelang barang-barang koleksi/atribut dari artis pengisi acara.
DENGAN motif yang kurang lebih sama, KPMI, Wadah Untuk Para Pencinta Lagu Lawas juga komunitas penyuka lagu-lagu old. Inilah wadah untuk bernostalgia bagi pencinta musik lawas. Peran KPMI cukup menarik, yakni ikut serta dalam menjaga dan melestarikan musik Indonesia. “Berawal dari suka musik, band favorit saya, ‘Boomerang’, saya ketagihan buat hunting kaset-kaset rock yang zaman dahulu,” ujar Didik Siswanto, Ketua KPMI.
“Dari kawan-kawan muncl ide untuk mendirikan suatu komunitas yang menyukai musik-musik Indonesia, khususnya musik lawas,” lanjutanya. Perbedaan profesi dari para anggotanya menjadi warna-warni di komunitas yang dibentuk pada Desember 2005 ini. Mulai dari karyawan, profesor, pilot, sampai ahli geologi, bersatu dalam visi misi yang sama, yakni melestarikan, serta memperkenalkan kembali lagu-lagu lawas kepada generasi muda, agar tidak terlupakan begitu saja.
Persyaratan untuk masuk komunitas yang telah menelurkan beberapa katalog dengan judul Musisiku 1 & 2 ini simple saja. Cukup orang-orang yang mencintai musik Indonesia, serta loyalitas dalam berkontribusi melestarikan musik dalam negeri. Perjuangan untuk hunting kaset, piringan hitam, dan sejenisnya begitu sulit. Selain mencari kaset-kaset di pasar loak, para anggota juga hunting sampai keluar daerah, dan harus bersaing dengan para pedagang serta kolektor yang juga menginginkan barang yang sama.
“Kesulitannya, selain barangnya susah didapat, kami sendiri harus mengerti bagaimana cara yang efektif mendapatkan koleksi tersebut,” ujar Didik. Kegiatan komunitas, yang sampai saat ini tercatat mempunyai sekitar 100 anggota pasif, dan 50 anggota aktif, ialah mencari koleksi dari grup musik Indonesia seperti God Bless, Koes Plus, AKA, D’Loyd, untuk selanjutnya di re-master dan prerelease.
Mem-flashback pandangan musik era 70-an dan 80-an dengan kualitas musik zaman sekarang, menurut Didik jelas ada beberapa perbedaan, mulai dari kondisi sosial yang berkenaan dengan lirik. Proses pembuatan musik zaman dahulu yang belum ditunjang teknologi, serta keaslian musik yang dilahirkan dari ide-ide brilian, dan pada akhirnya dapat menjadi musik legenda.● (M Fauzian)