Permenkop Nomor 06/2017 tentang PMPJ akan mengawasi transaksi keuangan di koperasi minimal sebesar Rp100 juta.
Modus kejahatan di industri jasa keuangan dan koperasi semakin beragam seiring dengan perkembangan teknologi dan informasi. Oleh karenanya diperlukan upaya mencegah dan melindungi koperasi dari berbagai tindak pidana seperti pencucian uang dan pendanaan terorisme.
Kementerian Koperasi dan UKM telah menerbitkan Peraturan Menteri Koperasi dan UKM Nomor 06/PER/M.KUKM/V/2017 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa (PMPJ) Bagi Koperasi Yang Melakukan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam. Permenkop ini berlaku sejak 31 Mei lalu.
Suparno Deputi Bidang Pengawasan Kemenkop mengatakan, Permenkop tentang PMPJ bertujuan untuk mencegah dan melindungi koperasi yang bergerak di sektor usaha simpan pinjam dari tindak pidana pencucian uang dan pendanaa terorisme. “Permenkop ini sebagai bagian dari upaya menumbuhkan usaha koperasi yang berkualitas,” ujar Suparno.
Permenkop PMPJ memiliki ruang lingkup meliputi pengawasan aktif pengurus dan/atau pengelola dan pengawas; kebijakan dan prosedur; pengendalian internal; sistem informasi dan pelaporan; dan SDM dan peningkatan kapasitas.
Dalam pelaksanaannya, regulasi baru ini dilakukan secara berjenjang sesuai dengan cakupan wilayah keanggotan koperasi. Deputi Bidang Pengawasan akan mengawasi koperasi dengan wilayah keanggotaan lintas daerah provinsi. Untuk wilayah keanggotaan lintas kabupaten/kota dalam satu provinsi pengawasan akan dilakukan oleh gubernur. Sedangkan koperasi yang keanggotaannya hanya dalam satu wilayah kabupaten/kota pengawasannya akan dilakukan oleh bupati/walikota.
Sebagai konsekuensi dari penerbitan Permenkop PMPJ ini nantinya setiap KSP, baik konvensional atau syariah diwajibkan membentuk unit kerja khusus yang menangani PMPJ. Jika belum memilikinya, pengawasan dilakukan oleh unit satuan pengendalian internal.
Suparno menambahkan, pengurus koperasi nantinya wajib mengeluarkan peraturan khusus internal tentang PMPJ ini. “Pengurus harus memantau transaksi keuangan yang mencurigakan dan melaporkannya kepada kami,” ujar Suparno.
Untuk memudahkan pengawasan terhadap transaksi keuangan yang mencurigakan, regulasi itu memberikan syarat yaitu minimal sebesar Rp100 juta. Kemenkop juga bekerja sama dengan Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menindaklanjuti temuan yang mencurigakan.
Terkait dengan pengawasan kelembagaan koperasi secara umum, kata Suparno, sepenuhnya dilakukan oleh Kemenkop dan UKM. Oleh karenanya, Kemenkop telah membentuk Satuan Tugas (Satgas) Pengawasan Koperasi sebanyak 1712 Satgas di seluruh Indonesia. Satgas ini bersifat ad hoc dan merupakan stimulan dalam upaya meningkatkan kinerja pengawasan koperasi di daerah. “Untuk memastikan fungsi pengawasan koperasi berjalan lancar, kami meminta daerah menyiapkan anggaran dan SDM sesuai regulasi,” pungkas Suparno, ayah dari tiga anak ini. (drajat).