Majalah Peluang Edisi 176 yang terbit pada 8 November 2024 hadir cover bergambar Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi dan wakilnya Ferry Juliantono dengan catatan editorial bertajuk “Mikul Janji” yang ditulis oleh pemred Irsyad Muchtar.
Catatan editorial: Mikul Janji
Prabowo Subianto resmi jadi Presiden RI 2024-2029. Sehari kemudian, 21 Oktober, ia melantik 109 pembantu utamanya. Sebuah kabinet paling gendut sepanjang sejarah republik—melampaui Kabinet Dwikora II Presiden Soekarno.
Publik bertanya-tanya, untuk apa kabinet sebongsor itu? Apa iya bisa lincah dan efektif? Atau lebih pada upaya mengakomodasi ‘titah’ rezim pendahulu? Di antara tantangan internal paling mendesak adalah ketimpangan ekonomi yang kian mencolok dan terdegradasinya kelas menengah.
Pada saat yang sama, ketidakstabilan ekonomi global, yang dipicu oleh fluktuasi pasar internasional dan ketegangan geopolitik, membuat Indonesia berada pada posisi yang rentan.
Dalam acara pembekalan para menterinya, di Akademi Militer, Magelang, Jawa Tengah, Prabowo menyampaikan pengarahan terkait “antikorupsi”. Di situ ia mengingatkan analogi ikan busuk berawal dari kepalanya. Namun, belum sepekan menjabat, tiga menterinya sudah jadi sorotan publik lantaran dinilai blunder.
Ketiganya adalah Menteri Koordinator Bidang Hukum dan HAM, Yusril Ihza Mahendra. Seusai dilantik, Yusril dengan enteng mengatakan peristiwa kekerasan pada 1998 tidak termasuk kategori pelanggaran HAM berat.
Kedua, Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai yang mengeluhkan anggaran untuk Kementerian HAM terlalu sedikit, yakni Rp64 miliar. Pigai menilai, butuh dana Rp20 triliun untuk bisa membangun HAM di Indonesia.
Blunder ketiga dipertontonkan Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Mendes PDT) Yandri Susanto. Ia membuat undangan haul untuk kepala desa dan jajaran se-kecamatan Kramat Watu, Serang, Banten, menggunakan kop surat kementeriannya. Warkat bertarikh Senin, 21 Oktober 2024 itu berkop Kemendes PDT Nomor: 19/UMM.02.03/X/2024.
Meski bukan tradisi manajerial di negeri ini, kita tak/belum mendengar apa prioritas Prabowo dalam 100 hari pemerintahannya. Jika demikian, formula yang ditawarkan Eep Syaifulloh Fatah layak diamini: setelah memberikan suara ketika Pilpres, posisi rakyat kini berubah menjadi penagih janji. Khususnya terkait janji-janji semasa kampanye yang disampaikan dengan gagah dan lantang.
- Pertama, meningkatkan rasio pajak (tax ratio). Pasangan Prabowo-Gibran target rasio perpajakan hingga 23%.
- Kedua, membuka 19 juta lapangan pekerjaan jika berhasil mengembangkan beberapa sektor sekaligus.
- Ketiga, pertumbuhan ekonomi 6-7% mutlak diperlukan agar Indonesia bisa menjadi negara maju pada 2024.
- Keempat, mengentaskan kemiskinan ekstrem di Indonesia dalam waktu dua tahun pertama, dan menurunkan angka kemiskinan secara signifikan hingga di bawah 5% dalam waktu lima tahun.
- Kelima, makan siang dan susu gratis menjadi program andalan. balita sebanyak 22,3 juta, anak TK 7,7 juta, SD 28 juta, dan Madrasah hingga SMP 12,5 juta.
Total, ada sekitar 70,5 juta penerima program tersebut. Program ini akan menghabiskan dana sekitar US$30 miliar (Rp471 triliun). Anggaran sebesar itu akan menghabiskan 14,16% dari belanja negara 2024 yang mencapai Rp3.325,1 triliun.
Moga tak hanya merpati yang tak pernah ingkar janji.
Salam,
Irsyad Muchtar