hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza

Mainkan Isu Ijazah Palsu dan Orang Besar, Jokowi ‘Membakar Indonesia’

Ilustrasi: Jokowi dan Prabowo/Dok. Ist

PeluangNews, Jakarta – Pernyataan Jokowi soal ijazah palsu tak lagi sekadar pembelaan. Kini, ia melemparkan tuduhan: ada “orang besar” di balik gaduh berkepanjangan itu.

Apakah ini bentuk kelelahan, kepanikan, atau strategi balasan atas Roy Suryo dkk yang tak kunjung diam? Yang jelas, Jokowi sedang melempar bola panas. Dan kini ia menggelinding liar ke mana-mana.

Bagaimana kita membaca manuver ini? Apakah ini jurus dobel Jokowi; menangkis sekaligus menyerang? Jika ya, maka tudingan tentang “orang besar” bukan sekadar klarifikasi personal. Ia juga sinyal keras yang dilempar ke gelanggang politik. Dengan tanpa menyebut nama, Jokowi justru membuka medan spekulasi yang luas. Dan itulah mungkin tujuannya: memecah fokus, menebar curiga, serta memancing pihak-pihak tertentu untuk ‘keluar kandang’.

Kegaduhan kian seru, ketika para termul alias ternak Mulyono menabur bumbu. Kata mereka, ada peran partai biru di balik kisruh dan gaduh ijazah palsu. Tak pelak, jagad sosial media disesaki berbagai spekulasi dan curiga. Bak analis dan kritikus jempolan, warganet sibuk memposting aneka dugaan dan tebak-tebak buah manggis.

Yang menarik, Partai Demokrat langsung menyambar. Ketum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) buru-buru membantah tudingan bahwa “partai biru” adalah dalang kisruh ijazah Jokowi. Dia bilang, tuduhan itu sebagai fitnah besar. AHY juga menegaskan bahwa Demokrat tidak pernah terlibat, apalagi bermaksud menjatuhkan presiden.

Bantahan ketum dan sejumlah elite Demokrat itu justru memantik pertanyaan dan spekulasi baru. Kenapa mereka buru-buru membantah? Bukankah Jokowi hanya menyebut orang besar? Dan itu bisa siapa saja. Bukankah para ternaknya cuma menyebut partai biru? Bisa PAN, juga NasDem. Partai biru bukan monopoli Demokrat. Kenapa partai besutan SBY itu yang kalang-kabut?

Apakah karena merasa tertuduh? Atau justru karena sadar sedang dijadikan target jebakan narasi oleh Jokowi? Atau jangan-jangan, Demokrat sadar betul bahwa ujung tombak skenario “pemakzulan moral” memang diarahkan ke istana. Mereka sedang dimanfaatkan atau dijebak untuk tampil di garis depan. Memangnya Demokrat punya dosa apa terhadap Jokowi dan keluarganya?

Pasang surut hubungan

Terlepas dari semua itu, menarik menelusuri kembali pasang surut hubungan Demokrat/SBY dan Jokowi. Hubungan mereka memang tak pernah benar-benar mesra. Kalau tak mau disebut: dipinggirkan!

Periode pertama Jokowi (Kabinet Kerja, 2014–2019): Partai Demokrat sama sekali tidak mendapatkan jatah menteri. Saat itu, Demokrat berada di luar koalisi pemerintah (oposisi) karena mendukung Prabowo Subianto sebagai capres pada Pilpres 2014. Tidak ada kader Demokrat yang diangkat sebagai menteri dalam Kabinet Kerja.

Periode kedua Jokowi (Kabinet Indonesia Maju, 2019–2024): Partai Demokrat bergabung dengan koalisi pemerintah. Namun, tetap saja tidak dapat posisi menteri. Apakah karena dendam Jokowi karena SBY mendukung Prabowo pada Pilpres sebelumnya? Jadi, di dua periode kekuasaan Jokowi (2014–2024), Demokrat dipinggirkan. SBY tak diberi ruang dalam narasi transisi.

Yang diuntungkan jelas: Jokowi. Ia menggilas SBY secara halus, menciptakan kesan dirinya sebagai pemimpin baru yang tak butuh restu masa lalu. Sementara SBY dan Demokrat hanya jadi pelengkap demokrasi lima tahunan. Dilibatkan saat dibutuhkan. Disingkirkan saat berkuasa.

Namun, menjelang Pilpres 2024, hubungan mulai mencair. Terutama setelah AHY gagal menjadi cawapres Anies. Demokrat berbalik arah mendukung Prabowo–Gibran. Dalam posisi ini, Demokrat berharap ‘akomodasi’ dari istana Prabowo. Baik politik maupun kekuasaan.
Saat ini, AHY jadi Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, juga beberapa kadernya ada di pemerintahan.

Kira-kira, apa motif melempar bola panas seputar isu ijazah palsu? Setidaknya ada dua motif yang bisa dibaca dari manuver Jokowi ini.

Pertama, Jokowi mungkin sedang menyandera elite politik. Dengan menyebut ada “orang besar” di balik isu ijazah, dia ingin mengirim sinyal: kalau saya diserang, kalian semua akan saya seret. Sebab, isu ijazah palsu tak mungkin berdiri sendiri. Kalau benar dia tak punya ijazah atau ijazahnya palsu, maka partai pengusung, KPU, elite kampus, hingga tokoh-tokoh yang dulu membela mati-matian, semua bisa terseret.

Ini bukan cuma ancaman hukum. Ini bom reputasi. Siapa pun yang pernah mendukung Jokowi bisa ikut meledak jika kebenaran soal ijazah itu terbongkar. Persoalannya, bukankah para politikus kita sudah tak peduli dengan reputasi dan nama baik? Ndasmu!

Kedua, ini mungkin taktik untuk memetakan kekuatan. Dengan melempar isu tanpa nama, Jokowi bisa memantau siapa yang sibuk membantah, siapa yang pasif, siapa yang justru membesar-besarkan. Ini cara untuk memetakan peta loyalitas. Cara efektif untuk mengendus lawan dan sekutu potensial jelang 2029.

Khusus soal “orang besar” dan “partai biru”, publik tetap penasaran. Apakah benar yang dimaksud adalah Partai Demokrat dengan SBY-nya? Jawabnya: bisa jadi. Jokowi sengaja melempar tuduhan agar Demokrat tidak manuver lebih jauh. Ini pola lama: lempar stigma, tekan dari awal.

Bisa jadi tudingan Jokowi benar. Memang ada orang besar yang tengah memainkan isu ijazah palsu. Tapi siapa?

Apakah Megawati? Yang kini mulai tersingkir dari pusat kekuasaan? Bisa saja. Sebab, jika reputasi Jokowi runtuh, maka warisan politiknya (Gibran dan kroni) ikut hancur. PDIP pun bisa mengambil alih kendali arah 2029.

Apakah Prabowo? Mungkin juga. Sebab, jika Jokowi dan anaknya makin dominan, maka posisi Prabowo sebagai presiden bisa terancam dari dalam. Menghancurkan citra Jokowi adalah cara membatasi pengaruhnya. Begitu kira-kira logika dia.

Apakah SBY dan Demokrat? Bisa juga. Mereka merasa dikhianati. Dua periode kekuasaannya, Jokowi menyingkirkan SBY. Maka, mereka bisa saja bermain di balik layar, bukan untuk menjatuhkan Jokowi, tapi untuk mengendalikan arah narasi 2029. Mungkin dalam benak eks tukang mebel itu, orang yang disingkirkan pasti menyimpan dendam. Nah, daripada jadi korban dendam SBY dan keluarganya, lebih baik didahului.

Namun, bisa juga orang besar yang dimaksud Jokowi adalah kekuatan nonpartai. Para penguasa media, pebisnis lama, atau bahkan elemen di dalam militer yang gerah melihat dominasi Jokowi dan anak-anaknya.

Jokowi tahu bahwa isu ijazah tak pernah akan tuntas secara hukum. Pembelaannya selama ini lemah: hanya mengandalkan pernyataan umum dari UGM tanpa transparansi data. Di pengadilan dia dimenangkan karena gugatan digugurkan secara formal. Tanpa masuk substansi.

Maka publik berhak curiga. Jika ijazah itu sah, kenapa tak dibuka utuh? Jika Jokowi benar, kenapa perlu menyebut orang besar yang bersembunyi di balik isu ini?

Rakyat makin muak. Negara ini butuh kejujuran, bukan kabut asap politik. Kalau memang benar, buktikan. Kalau tidak, jangan main drama. Kita bukan sedang dipaksa nonton drakor—drama kotor. Kita sedang mempertaruhkan masa depan bangsa.

Apa pun motifnya, terkesan jelas Jokowi sedang bermain api. Jika kita, rakyat Indonesia, tak hati-hati, api itu bisa terus membesar. Dan jika Presiden Prabowo tetap pasang badan untuk Jokowi, bukan mustahil dia ikut terbakar bersama istana yang mulai dilalap bara. Lebih dari itu, api yang disulut Jokowi bakal membakar Indonesia.

[Penulis: Edy Mulyadi, wartawan senior, tinggal di Jakarta]

pasang iklan di sini