hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza

Lima Abad Pesona Kemilau Intan Martapura

Martapura, Kalsel, adalah tempat yang tepat untuk berburu perhiasan dan aksesoris seperti kalung, gelang, cincin, bros. Kualitas perhiasan Martapura secara global diakui sebagai salah satu yang terbaik di dunia.

JIKA disebut Martapura, memori masyarakat umumnya nyambung ke intan. Batu permata yang harganya selangit. Kota ini memang identik dengan kemilau intan. Sampai kini, Martapura merupakan penghasil intan terbesar di Indonesia. Kemilau intan kota ini terlihat di pusat kota. Di sana terdapat pasar tradisional yang sejak dulu menjual batu permata. Namanya Pasar Martapura atau lebih populer dengan sebutan “Pasar Batuah”.

Pada 1970-an los pasar intan dibangun di tengah-tengah Pasar Martapura untuk menampung para penjual dan perajin batu permata. Lalu, pada pertengahan 1990-an dibangun pula kompleks pertokoan Cahaya Bumi Selamat (CBS) untuk melengkapi los-los permata sebelumnya di Pasar Martapura.

Secara historis, usaha pertambangan intan di Kalimantan Selatan telah dikenal sejak abad ke-16. Diperkirakan, sejak 1604 di Kalimantan Selatan telah terjadi perdagangan intan. Di masa Kerajaan Banjar, pertambangan intan merupakan hak raja. Raja dapat saja memberikan sebagian tanah kerajaan sebagai apanase kepada keluarga raja. Apanase adalah bantuan berupa tempat atau tanah yang diberikan oleh badan legislatif atau pemerintah kepada anggota keluarga bangsawan atau tuan tanah.

Dari tambang intan, pemilik apanase tidak hanya memperoleh pajak tapi juga hak monopoli pembelian intan. “Setiap intan yang ditemukan sebesar 4 karat, harus dijual pada raja atau pemilik apanase. Begitulah. Martapura sebagai ibu kota menjadi saksi puncak kejayaan Kerajaan Banjar.

Jejak kilau intan Martapura bisa dilihat dari toponimi (asal-usul nama tempat) Pasayangan yang kini berstatus sebuah kelurahan di Kecamatan Martapura. Nama “pasayangan” memberi gambaran dulunya merupakan tempat para pembuat perhiasan emas dan permata (barang-barang yang disayang oleh Kerajaan).

Di daerah Pasayangan sendiri sampai kini masih banyak masyarakat yang berprofesi sebagai perajin perhiasan dan penggosok intan. Juga masih dijumpai rumah batu milik para saudagar kaya yang dibangun tahun 1911.

Penguasaan pertambangan intan oleh raja dihapuskan oleh kolonial Belanda. Sebagai gantinya, selain  eksploitasi oleh swasta, pertambangan rakyat pun tumbuh dan terus beranjut hingga kini. Mereka menambang dengan cara mendulang. Jika beruntung, hasilnya bisa luar biasa. Pada 1965, Matsam cs Mamicik (menemukan intan) seberat 166,7 karat (33 gram) yang dikenal dengan Intan Trisakti; intan terbesar pertama yang ditemukan di Kalimantan.

Selain sebagai mata pencaharian masyarakat di beberapa daerah di Kalimantan Selatan, menambang intan sudah dianggap sebagai budaya yang diwarisi masyarakat dari para leluhur,” ungkap Agus Yana. Sebagian besar hasil penambangan itu terpajang dalam bentuk batu ataupun perhiasan di Pasar Intan Martapura, yang mengintegrasikan Pasar “Batuah” dengan Pusat Pertokoan Sekumpul, Kawasan Wisata Kuliner, dan Pasar Cahaya Bumi Selamat (CBS). Tapi yang ramai dikunjungi wisatawan untuk berburu batu permata adalah Pasar CBS.

Pasar CBS dibangun di lokasi alun-alun kota, yang telah lama menjadi ruang publik bagi masyarakat Martapura. Yang menonjol adalah keberadaan sebuah monumen besar pilar yang tegak menjulang dan dilengkapi dengan kaligrafi indah yang mencirikan masyarakat Banjar yang religius. Selain dikenal sebagai “Kota Santri”, Martapura membanggakan diri sebagai “Serambi Makkah” di Kalimantan.

“Efek keseluruhannya menghasikan tampian sebuah istana yang megah menawan.

Pasar CBS sendiri tak semewah mal. Tapi pasar ini sudah menjadi destinasi wisata belanja wisatawan yang mengunjungi Kalimantan Selatan. Boleh dibiang pasar ini merupakan core-nya Kota Martapura. Pasar CBS terdiri dari dua lantai. Lantai pertama berisi toko yang menjajakan batu permata dan cinderamata, sedangkan lantai dua berisi kios tempat workshop pembuatan perhiasan.

Anda bisa mendapatkan pernak-pernik seperti gelang, kalung, cincin, atau bros yang terbuat dari aneka batu mulia. Harganya bervariasi, tergantung keunikan atau kelangkaan jenis batu. Di dekat Pasar CBS terdapat sebuah taman yang bisa dipakai untuk rehat dan menikmati suasana kota. Taman terletak di depan kantor bupati dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

PENYEBUTAN antara intan dan berlian cenderung tak dibedakan masyarakat. Sebenarnya, keduanya tak persis sama secara teknis. Intan tak lain dari batu mulia yang berbentuk kristal kasar yang tersusun dari karbon murni. Intan termasuk zat padat bertekstur bening dan merupakan bebatuan yang paling keras. Sedangkan berlian adalah intan yang diasah baik-baik hingga indah kemilau cahayanya. Jadi, intan itu bahan baku dari berlian yang belum diproses/diasah.

Martapura terletak di tepi sungai Martapura. Hanya butuh waktu setengah jam dari Bandar Udara Internasional Syamsudin Noor. Adapun jika dari Kota Banjarmasin, perjalanan akan memakan waktu hingga satu jam berkendara. Kota Martapura (Metapoora) jaraknya sekitar 10 mil dari Kayu Tangi (Caytonge atau Cotatengah). Martapura merupakan ibu kota Kesultanan Banjar (terakhir pada masa pemerintahan Sultan Adam).

Bagi penggemar perhiasan dan aksesoris seperti kalung, gelang, cincin, bros, dan lainnya terutama yang terbuat dari berlian murni, emas, perak, dan berbagai batu permata lain, maka Martapura adalah tempat yang tepat untuk berburu perhiasan tersebut. Kualitas perhiasan Martapura yang secara global diakui sebagai salah satu yang terbaik di dunia.

Di Kalimantan Selatan, Martapura bukan satu-satunya daerah penghasil intan. Banjarbaru tak kalah pentingnya dalam hal ini. Meski begitu, seluruh provinsi di Pulau Kalimantan pada kenyataannya menghasilkan intan, kecuali Kalimantan Timur. Di Kalimantan Tengah, misanya, tercatat dua daerah utama: Barito dan Sampit. Sumbangan tidak kecil diberikan oleh Provinsi Kalimantan Utara; Kalimantan Barat; Kalimantan Selatan.

Lebih setengah abad silam, masyarakat gempar setelah penemuan sebuah intan berukuran luar biasa. Pada tanggal 26 Agustus 1965, kelompok pendulang intan (usaha rakyat, bukan perseroan tambang) yang diketuai oleh H. Madsalam menemukan sebuah intan seukuran telur burung merpati. Lokasinya di Sungai Tiung, Kecamatan Cempaka, Banjarbaru, Kalimantan Selatan.

Saat ditemukan, beratnya adalah 166,75 karat dan setelah diasah menjadi berlian nilainya meroket hingga mencapai Rp10 triliun. Para penemunya yang berjumlah 43 orang mendapat ganti senilai Rp3,5 miliar dari negara. Namun, karena ada sanering, uang yang diterima hanya Rp3,5 juta. Uang balas jasa ini kemudian dipakai untuk naik haji bagi penemu dan keluarganya serta pihak lain yang terlibat, semuanya berjumlah sekitar 80 orang.

Keberadaan intan tersebut sampai sekarang masih menjadi misteri. Namun, beberapa pedagang di pasar permata Kota Martapura sekitar 5 kilometer dari Desa Cempaka, meyakini bahwa Intan Trisakti berada di salah satu museum di Belanda. Sama misteriusnya dengan janji Soekarno—pemberi nama Trisakti untuk penemuan itu—yang biang mau menjamin hidup penemunya sampai tujuh turunan.● (Zian)

pasang iklan di sini