octa vaganza

Lewat Sepatu Vintage, Yulia Ingin Melangkah ke Pasar Global

BANDUNG—“Saya ingin sepatu bukan hanya made in Italy, tetapi sepatu made in Indonesia, khususnya made in Bandung.  Saya ingin memberikan konstribusi PDB bagi Indonesia.”

Demikian keinginan untuk berbisnis sepatuyang  menyala di dalam diri seorang anak muda bernama Yulia Hajiminawati ketika masih duduk di bangku kuliah Pendidikan Bahasa Prancis, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI).

Namun baru setelah lulus, perempuan kelahiran 14 Juli 1991 Yulia menemukan perajin yang pas dengan keinginan dia membuat sepatu dengan desain vintage (klasik). Pada 1 Oktober 2014 dengan modal sekitar satu juta rupiah, Yulia memulai bisnis sepatu handmade ini dan menjualnya cara daring.

“Saya sendiri merancang, sesuai inspirasi yang saya dapat secara otodidak. Saya tekankan segi kenyamanan, seperti ada busa pelapis bagian dalam hingga tidak membuat lecet.  Sementara pada bagian hak ada bahan dari spons,” tutur Yulia kepada Peluang, Senin (30/12/19).

Yulia berkeinginan memproduksi sepatu vintage citranya berharga mahal menjadi harga yang terjangkau anak kuliahan.   

Dia mengaku memperoduksi sepatunya terbatas antara 100 hingga 150-an pasang per bulan dengan kisaran harga Rp199 ribu hingga Rp399 ribu.  Pemasarannya dengan daring memanfaatkan media sosial hingga marketplace, ada juga yang titip.  

“Saya masih home industry. Untuk penjualan offline ada  werehouse di rumah sendiri di kawasan Sekepondok. Omzet rata-rata Rp10-25 juta per bulan. Kalau musim lebaran omzet berkisar antara Rp40-50 an juta,” terang Yulia.

Brand yang digunakan awalnya adalah HelloYouli, namun pada 2019 rebranding dengan nama Yovvli. Nama brand antara lain dari unsur nama dia.

“Ke depan saya memang ingin ekspor. Saya tahu masyarakat di luar negeri tahu menghargai speatu berkualitas. Namun saya punya kendala kapasitas produksi belum memungkinkan, ekspor itu kapasitasnya kontainer bukan hanya kodian,” papar Yulia.

Dia mengaku saat ini bisnisnya terkendala banjirnya produksi sepatu impor dengan harga murah. Masyarakat Indonesia hanya melihat harga. Padahal produk sepatunya berkuliatas dan sudah ditekan ongkos produksinya agar harganya bisa murah.

Sementara untuk ekspor, UKM seperti Yovvli membutuhkan dukungan semua hal seperti bantuan pembiayaan untuk mengembangkan produksi, pendampingan untuk tata cara ekspor.

Untuk filosofi bisnis, Yulia mengungkapkan ada sedikit kita berbagi, ada banyak kita memberi.

“Sebagai pengusaha tidak memikirkan kita sendiri. Ada orang kita bantu. Sepatu membawa langkah orang-orang.  Kebahagian berbagi,” pungkas perempuan di beberapa kegiatan sosial ini (Irvan Sjafari).

Exit mobile version