“Laundry bukan hanya bisnis, tetapi keluarga bagi kami,”ucap Uki (Boy William), seorang pengusaha jasa penatu (laundry) ketika terharu melihat para pegawainya sudah menyatu dengan dirinya dalam narasi di film Laundry Show.
Sebuah film yang tadinya saya kira sebuah drama adaptasi Korea yang digarap konyol dan slapstick , tetapi ternyata bertutur dengan jatuh bangunnya mantan pegawai Biro Periklanan (creative agency) yang keluar dari zona nyaman dan berupaya berdiri di kaki sendiri.
Bertahun-tahun menjadi pegawai dengan integritas yang tinggi, kinerja dan disiplin yang tinggi, seperti tidakpernah datang terlambat tidak membuatnya naik posisinya. Malah idenya dicuri rekan kerjanya yang justru mendapat pujian dari bosnya. Uki bahkan dicap penjilat.
Akhirnya dia berang dan berjanji menjadi orang yang menyuruh atau bos. Tekadnya makin kuat setelah mendengar seorang motivator bernama “Mario Keukeuh”
Masa kecil Uki dilalui getir bersama ibunya yang single parent, mencari nafkah dengan menjadi buruh cuci. Berkat pengetahuan dari ibunya Uki tahu bahwa mencuci pakaian itu punya ilmu. Bekal yang kelak bermanfaat bagi dirinya merintis bisnis jasa penatu .
Tidak banyak film berkisah tentang dunia wirausaha yang tergolong UKM. Salah satu film Hollywood yang piawai menuturkan kisah pengusaha yang mulai dari nol ialah Joy, yang dibintangi Jennifer Lawrence. Berhasil menjadi pengusaha bukan saja kerja keras, kesabaran tetapi juga komunikasi dengan berbagai manusia dengan beragam karakter dan itu tidak mudah.
Sekalipun digambarkan dengan cara jenaka, tetapi perjuangan Uki potret dunia wirausaha sesungguhnya (bukan pengusaha jejadian).
Misalnya saja, katakan saja modal sudah ada. Uki dicertitakan menjual mobil dan menguras tabungannya untuk membeli mesin cuci bekas, tetapi dia membutuhkan SDM.
Tidak mudah merekrut SDM. Uki harus bersabar mengajar Tiur (Tissa Biani) di posisi resepsionis yang begitu cuek, Joni (Erick Estrada) yang menuntut adanya televisi di ruang kerja agar dia mengikuti serial Korea kegemarannya, Ujang (Fajar Nugraha) dan Todung (David Saragih) yang sulit akur.
Karakter-karakter pegawai digambarkan begitu manusiawi, namun punya kejujuran dan loyalitas, tugas bos yang mendidik.
Persoalan kedua ialah sudah ada pegawai, bagaimana mencari pelanggan dan membuatnya mau datang lagi. Perjuangan Uki yang disapa Kokoh –karena digambarkan keturunan Tionghoa-menjadi semakin sulit, karena munculnya saingan bisnis yang bermodal besar, Agustina (Gisella Anastasia).
Banyak nilai yang bisa diambil dari film ini. Dalam satu adegan penonton akan mendapatkan pelajaran bahwa bisnis bukan hanya soal menang atau kalah bersaing, tetapi juga etika. Para pelaku bisnis di satu ketika bisa saling berperang, tetapi sebetulnya bisa menjadi sekutu padasuatu ketika.
Selain pada cerita yang kuat, kelebihan film ini terletak pada akting Boy William menjadi seorang (pengusaha) startup yang emosinya turun-naik. Gestur tubuh dan ekspresi muka ketika harus menahan amarah , sekaligus pasrah melihat dua pegawainya berkelahi dan membuat kerusakan.
Adegan lain yang sangat menyentuh adalah hubungan dengan ibunya mengalir begitu natural dan menyentuh kemanusiaan. Demikian juga hubungan Uki dengan pegawai-pegawainya sangat realistis sepertidi dunia nyata umumnya(Irvan Sjafari).