Cikal bakal koperasi Finlandia hampir seusia dengan kebangkitan awal koperasi di Indonesia. Bedanya, jika di sini bisnis koperasi bergeser ke level pinggiran, di Finlandia justru tumbuh subur. Bisnis koperasi di negeri teraman di dunia ini menyusup ke berbagai sektor. Enam dari 10 orang Finlandia adalah anggota koperasi.
AWALNYA dimulai dengan pendirian Pellervo – Konfederasi koperasi Finlandia pada 1899 dan disusul dengan berlakunya Undang-Undang Koperasi pertama pada 1901. Pencetusnya adalah Hannes Gebhard (1864-1933) yang juga dinobatkan sebagai bapak gerakan koperasi Finlandia.Dia adalah pendiri dan Direktur Pelaksana Pellervo.
Sebuah survei Pellervo Coop Center baru-baru ini menyebutkan enam dari sepuluh (60%) orang Finlandia memiliki sikap positif atau sangat positif terhadap kerja sama. Padahal sepuluh tahun lalu angka itu masih dikisaran 47%.
Dari populasi orang dewasa di Finlandia, pada 2018 ini sebesar 90% memiliki setidaknya satu keanggotaan dalam sebuah koperasi. Persentase itu 84% pada 2007. Setiap orang memiliki rata-rata 1,7 keanggotaan. Kelompok petani bahkan lebih aktif dengan rata-rata 3,7 keanggotaan. Motif utama jadi anggota adalah harga yang kompetitif.
Sejumlah perusahaan koperasi paling dikenal antara lain:
Grup S (koperasi konsumen), Grup OP (bank koperasi), Valio (susu), LähiTapiola (perusahaan asuransi mutual), Bank POP dan Metsä Group (koperasi hutan).
Di level pedesaan, hampir setiap petani (95%) adalah anggota koperasi, paling banyak koperasi asuransi, koperasi konsumen, bank koperasi atau koperasi hutan. Koperasi pertanian, terutama koperasi susu dan daging, sangat penting bagi para petani.
Persentase petani dengan sikap positif terhadap kerja sama tumbuh dari 60% menjadi 74% pada 2007 – 2017. Petani sangat puas dengan perusahaan susu kooperatif dan bank POP. Namun, kepuasan mereka dengan koperasi konsumen (S Group) menurun. Kepositifan petani dan produsen daging menunjukkan pertumbuhan terbesar dari semuanya. Ada juga peningkatan minat untuk bergabung dengan koperasi biji-bijian di Finlandia.
Tidak mengherankan hingga 2018 jumlah anggota koperasi di negara itu lebih dari 4 juta orang atau nyaris setara dengan 75 persen populasi. Di antara mereka yang terbesar anggota Suomen Osuuskauppojen Keskuskunta (SOK) Corporation, yang juga dikenal sebagai Grup S, yaitu grup yang terdiri dari 22 koperasi ritel dan jasa regional.
Grup SOK
Grup S memiliki 1.631 gerai (sekalipun menurun dibandingkan 2012 sebanyak 1697 gerai), termasuk jaringan pasar swalayan, bengkel,hotel, restoran dan dealer mobil dengan jangkauan internasional. Rinciannya terdapat toko prisma (prisma stores) sebanyak 92, pasar swalayan sebanyak 432, toko penjualan 302, toko alepa (alepa stores) 109.
Namun dari segi jumlah anggota, seperti yang dikutip dari laporan tahunannya terjadi peningkatan. Pada 2017 tercatat sebanyak 2,355,963 orang, meningkat dibandingkan pada 2016 sebanyak 2,292,039 orang, serta 2,225,506 orang pada 2015. Padahal pada 2012 jumlah anggotanya masih 1,9 juta jiwa. Grup koperasi ini mampu menyerap tenaga kerja 39.382 orang pada 2017.
Laporan tahunan 2017 koperasi ini mengungkapkan, hasil penjualan dari SOK mencapai 11,273 miliar euro, termasuk di Rusia sebesar 179 juta euro dan negara Baltik 225 juta euro. Jumlah ini meningkat sedikit sebesar 11,020 miliar euro pada 2016, termasuk 439 juta euro di Rusia dan negara-negara Baltik.
Jumlah Sisa Hasil Usaha yang dibayarkan kepada anggota pada 2017 sebesar 382 juta euro, menurun dibandingkan 2016 sebesar 394 juta euro. Pangsa pasar dari tahun ke tahun relatif stabil, yaitu sebesar 45,9%.
Namun CEO SOK Taavi Heikkilä mengatakan, apa yang dicapai pada 2017 ini secara keseluruhan sudah meningkat. Sebab prinsip dasar koperasi diuji oleh waktu. Pihaknya akan memperbarui diri, terutama dalam layanan digital, khususnya.
“Pada 2020-an, koperasi akan menjadi penyedia yang sangat kontemporer dengan manfaat dan kenyamanan yang tak tertandingi,” ucap dia.
Ketika perusahaan didirikan pada 1904, Finlandia adalah bagian dari Rusia dan sangat miskin. Konsep koperasi menyebar dengan cepat
di negara ini karena konsep tersebut menawarkan gerai-gerai penjualan di pedesaan yang sangat dibutuhkan dan promosi kesetaraan keuangan. Koperasi tumbuh cepat dan kuat hingga 1950-an.
“Ketika koperasi didirikan lebih dari seratus tahun yang lalu, mereka dianggap berani dengan cara yang tidak pernah terlihat sebelumnya. Koperasi menantang pasar yang tidak sehat dan berdiri untuk pencatut yang menjual makanan berkualitas rendah dengan harga tinggi,” ujar Taavi lagi.
Perubahan Strategi
Pada 1980-an, kelompok itu menyadari perlu adanya perubahan struktural yang besar. SOK kemudian menutup banyak outletnya di pedesaan dan industrinya dan malah kembali ke fokus pada pelanggan-anggotanya. Jaringan koperasi regional saat ini telah dibentuk. Hanya dalam beberapa tahun, Grup ini telah bergerak dari ambang keruntuhan finansial menuju profitabilitas. Sekitar akhir 1990-an, koperasi-koperasi pertama meluncurkan sistem “Bonus”, yang lantas berkembang secara nasional pada tahun 1994.
Bonus adalah hadiah uang tunai bulanan bagi anggota, yang dapat diakumulasikan dengan memusatkan pembelian ke koperasi.
Melalui sistem Bonus ini, ketika anggota koperasi menggunakan kartu keanggotaan “S-Etukortti” saat belanja di gerai S Group, mereka akan menerima kembali Bonus antara 1% dan 5% dari uang yang dibelanjakan, yang dibayarkan ke rekening S-Pankki, grup bank. Tahun lalu, sebanyak 420 juta euro dikembalikan ke anggota koperasi.
Pertumbuhan dalam dua dekade terakhir sangatlah pesat, ditandai dengan pembukaan bank pada tahun 2007, ekspansi ke hotel dan supermarket di Estonia, Latvia, Lithuania dan Rusia sejak tahun 2003 dan perkembangan e-commerce seperti layanan unduh musik Poimuri dan toko online Agrinet untuk pasokan pertanian.
Grup ini tengah memperbarui media dan strategi pemasarannya. Dari toko-toko di pedesaan dan pabrik-pabrik produksi – termasuk pabrik sikat dan pabrik chicory, di awal abad 20 hingga jaringan hotel internasional, bengkel 24-jam dan bank daring. Dalam 100 tahun terakhir telah terjadi perubahan dramatis di sektor bisnis. Tetapi untuk tetap dapat bersaing di pasar global pada abad ke-21, kembali ke akarnya sebagai koperasi mungkin bisa menjadi strategi terbaik. (Irvan)