octa vaganza

Kupas Tuntas UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan

Setelah disahkan melalui rapat paripurna DPR pada 7 Oktober 2021, UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) akhirnya resmi berlaku di Tanah Air. Banyak pasal yang masih ramai dibahas hingga saat ini karena dimensi yang diatur oleh UU tersebut relatif memang sangat luas.

Pemerintah meyakinkan bahwa pemberlakuan UU HPP merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari reformasi perpajakan. “Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan yang telah disepakati ini merupakan bagian penting dari reformasi tersebut,” ujar Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H. Laoly saat menyampaikan pendapat akhir pemerintah terhadap UU HPP pada rapat paripurna DPR.

Beberapa aturan yang cukup banyak menuai pro dan kontra adalah soal kenaikan PPN dan Tax Amnesty jilid II. Sebagian kalangan melihat pemberlakuan UU ini merupakan bagian dari usaha pemerintah untuk menggenjot penerimaan pajak. Pemerintah sendiri mengungkapkan pada tahun depan menargetkan penerimaan pajak sebesar Rp139 triliun.

Dalam UU HPP terdapat sejumlah perubahan aturan perpajakan, yaitu mengubah UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), mengubah UU Pajak Penghasilan (UU PPh), mengubah UU Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (UU PPN), menambah program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak, menambah pajak karbon, dan mengubah UU Cukai. Mari kita bahas satu persatu.

1. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Aturan PPN merupakan salah satu pasal di UU HPP cukup menarik banyak perhatian masyarakat. Sebab, dengan UU baru ini, tarif PPN akan dinaikkkan dari 10% menjadi 11% mulai 1 April 2022 dan naik lagi menjadi 12% paling lambat pada 1 Januari 2025.

Kabar baiknya, pemerintah tidak jadi memungut PPN bahan kebutuhan pokok (sembako), jasa pendidikan atau sekolah, jasa keuangan, maupun jasa kesehatan dengan pertimbangan untuk menjaga daya beli masyarakat yang masih tertekan karena pandemi covid-19.

2. Pajak Penghasilan (PPh)
UU HPP mengatur batas penghasilan kena pajak (PKP) untuk tarif PPh bagi wajib pajak orang pribadi sebesar 5%, naik dari semula untuk penghasilan sampai Rp50 juta menjadi sampai penghasilan Rp60 juta. Sementara untuk tarif PPh 15% yang semula dikenakan pada wajib pajak dengan penghasilan di atas Rp50 juta sampai Rp250 juta, diubah menjadi di atas Rp60 juta hingga Rp250 juta.

Perubahan lain terjadi pada wajib pajak dengan penghasilan di atas Rp5 miliar. Untuk segmen ini, pemerintah menaikkan besaran pajak dari semula 30% menjadi 35%. Sedangkan untuk tarif PPh badan besaran pajaknya tetap 22%.

3. Pajak Karbon
Ini merupakan aturan baru yanng dikeluarkan sebagai bagian dari partisipasi Indonesia untuk meredam laju perubahan iklim. Pemerintah akan memungut pajak karbon dengan tarif Rp30 per kilogram (kg) mulai 1 April 2022. Hal ini untuk membantu negara mengurangi emisi karbon. Tarif yang ditetapkan ini lebih rendah dari rencana semula sebesar Rp75 per kg.

Regulasi baru ini merupakan bagian  dari upaya pemerintah untuk memperkenalkan pajak karbon. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan implementasi pajak karbon mengukuhkan posisi Indonesia sebagai salah satu dari sedikit negara yang memiliki skema pajak karbon di dunia. 

Pajak karbon ini juga merupakan bukti komitmen dan keseriusan Indonesia dalam menangani risiko perubahan iklim. 4. Nomor Induk Kependudukan (NIK) menjadi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
Aturan ini merupakan langkah terobosan dalam sistem perpajakan. Dengan ketentuan baru tersebut, NIK kita akan juga berfungsi sebagai NPWP. Tidak sedikit masyarakat yang khawatir dengan aturan ini seluruh pemegang NIK akan dikejar pungutan pajak. Tetapi Kementerian Keuangan buru-buru menjelaskan bahwa kendati NIK berfungsi sebagai NPWP, bukan berarti semua warga negara Indonesia (WNI) yang mempunyai NIK akan serta merta dikenakan pungutan pajak karena pengenaan pajak tetap akan dilakukan dengan mengacu pada ketentuan penghasilan dan syarat perpajakan yang berlaku.


4. Denda Pajak
UU HPP mengenakan denda atau sanksi administasi bagi para pelaggar pajak lebih rendah dari semula 50% menjadi 30% dari kewajiban pajaknya. Ketentuan ini berlaku bagi para pengemplang pajak yang ditemukan oleh Direktorat Jenderal Pajak dan langsung membayar pajaknya.

Bagi yang menempuh jalur pengadilan dulu, sanksinya juga turun menjadi 60% dari semula 100%. Pemerintah juga tidak lagi memberika sanksi pidana bagi [ara pengemplang pajak, namun cukup membayar denda.

6. Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak
Program pengampunan pajak alias tax amnesty jilid II akan dilangsungkan mulai 1 Januari sampai 30 Juni 2022. Program menyasar wajib pajak yang mengungkap harta yang belum terlapor usai tax amnesty jilid I dan SPT Tahunan 2020 secara sukarela.

Exit mobile version