JAKARTA—-Kabar menggembirakan di tengah pandemi Covid-19. Pada kuartal pertama 2020, ekspor komoditas sarang burung walet (SBW) Indonesia tercatat 301,6 ton, senilai 109,6 juta dolar atau setara Rp1, 57 triliun.
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan, I Ketut Diarmita mengatakan, capaian ini cukup menggembirakan, walaupun dunia sedang menghadapi wabah Covid-19.
“Pertumbuhan ekspor SBW pada kuartal pertama masih menunjukkan pertumbuhan rata-rata 25,35 persen per bulan., “ ujar Diarmita di Jakarta, Rabu (22/4/20).
Ungkap dia, selama Januari 2020, volume ekspor SBW Indonesia mencapai 72,8 ton atau senilai Rp407,2 miliar.
Volume dan nilai ekspor itu kemudian meningkat pada Februari
menjadi 97,6 ton dengan nilai Rp531,6 miliar
Sementara pada Maret, berdasarkan data sementara BPS, volume ekspor SBW
Indonesia meningkat menjadi 131,2 ton senilai Rp639 miliar.
Dirjen mengatakan, terdapat 18 provinsi penghasil SBW dengan potensi lebih dari
800 unit rumah walet di setiap provinsi dan sebanyak 520 rumah walet yang telah
diregistrasi di Kementerian Pertanian (Badan Karantina Pertanian).
Indonesia merupakan produsen terbesar SBW dunia, dengan produksi mencapai 79,55
persen produksi SBW dunia.
Untuk penjaminan keamanan produk, kita dorong semua unit
usaha SBW memiliki Sertifikasi Nomor Kontrol Veteriner (NKV).
Ada 12 negara tujuan ekspor SBW yaitu China, Hongkong, Vietnam, Singapura,
Amerika Serikat, Kanada, Thailand, Australia, Malaysia, Jepang, Laos, Korea.
Sedangkan, pangsa pasar terbesar untuk ekspor sarang burung walet dari Indonesia
adalah Hongkong.
Salah satu upaya untuk meyakinkan pasar akan keamanan dan mutu sarang burung
walet adalah dengan ikut sertanya pemerintah dalam menjamin keamanan dan mutu
SBW melalui Sertifikasi Nomor Kontrol Veteriner (NKV) unit usaha.
Saat ini tercatat ada 65 unit usaha SBW yang telah memiliki NKV. Ketut
mengatakan pihaknya dan terus mendorong agar produksi SBW di Indonesia berasal
dari unit usaha yang telah bersertifikat NKV.
“Kita arahkan SBW yang diekspor tidak lagi dalam bentuk raw material,
melainkan produk yang sudah melalui tahapan pencucian, sehingga meningkatkan
nilai tambah dan daya saing produk,” pungkas Diarmita.