Krisis Pangan Tak Ditangani Serius? Koperasi BMI Tunjukkan Caranya

Krisis Pangan Tak Ditangani Serius? Koperasi BMI Tunjukkan Caranya
Presiden Direktur Koperasi BMI Grup, Kamaruddin Batubara/dok.ist
Krisis Pangan Tak Ditangani Serius? Koperasi BMI Tunjukkan Caranya

PeluangNews, Jakarta — Presiden Direktur Koperasi BMI Grup, Kamaruddin Batubara, menjadi salah satu panelis dalam Focus Group Discussion (FGD) penyusunan kajian pendukung Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025–2029, khususnya untuk sektor pertanian. Acara yang digelar oleh Kementerian PPN/Bappenas ini berlangsung di Ballroom DoubleTree Hotel, Jakarta, Selasa (15/7).

Dalam diskusi bertema ketahanan pangan menuju Indonesia Emas 2045, Kambara—sapaan akrab Kamaruddin—menyoroti ketimpangan pendekatan pemerintah dalam menyelesaikan persoalan mendasar di sektor pertanian, khususnya akses terhadap pembiayaan yang berkelanjutan bagi petani.

Pendekatan Lama Tak Lagi Relevan

Kambara membuka paparannya dengan kutipan tajam dari Albert Einstein: “Hanya orang gila yang memakai cara yang sama dan mengharapkan hasil yang berbeda.” Ia menegaskan bahwa pendekatan pembiayaan pertanian yang selama ini mengandalkan bunga rendah telah terbukti tidak efektif.

“Bunga rendah itu bukan solusi utama. Justru akses yang berkelanjutan dan terintegrasi yang dibutuhkan petani,” tegas Ketua Pengurus Kopsyah BMI tersebut.

Ia menjelaskan, di desa-desa Indonesia sudah ada lebih dari 10 lembaga keuangan mikro (LKM), namun banyak yang justru menjadi beban alih-alih solusi. Menurutnya, akar masalahnya ada pada pendekatan yang tidak berubah dan kurangnya kolaborasi antarlembaga.

Klasterisasi dan Ekosistem Pertanian dari Hulu ke Hilir

Dalam sesi FGD yang juga dihadiri Bank Sinarmas Syariah, PT Seger Agro Nusantara, dan Bank Mandiri, Kambara menawarkan model alternatif yang telah dijalankan Koperasi BMI selama dua dekade: sinergi kelembagaan, klasterisasi komoditas, dan integrasi ekosistem pertanian dari hulu hingga hilir.

“Di Pantura Banten, misalnya, kita petakan tambak udang dan hortikultura, kita targetkan hasil produksi koperasi. Dengan begitu, ketersediaan pangan bisa lebih pasti dan terukur,” jelasnya.

Ia juga menyoroti pentingnya skema angsuran berbasis hasil panen untuk meringankan beban petani serta perlunya keterlibatan supermarket dan pasar modern dalam menyerap produk pertanian lokal secara kuota.

Petani Sejahtera, Pangan Terjaga

Mengutip Guru Besar IPB University Bayu Krisnamurthi, Kambara menyampaikan bahwa ketahanan pangan tak bisa dicapai jika petaninya tidak sejahtera. “No farmers, no food, no future,” katanya, mengingatkan.

“Koperasi BMI sudah membuktikan bahwa pendekatan berbeda bisa berhasil. Petani anggota kami semakin makmur karena ada pendampingan, pelatihan, dan ekosistem yang mendukung,” ujarnya.

Ia mendesak Bank Indonesia agar mendorong bank-bank menyalurkan minimal 30% portofolio pembiayaan mereka untuk sektor pertanian. Ia juga mengusulkan optimalisasi lahan wakaf dengan dana operasional dari zakat produktif, serta skema pemberian gaji untuk menarik minat generasi muda kembali ke sektor pertanian.

“Orang sekarang butuh gaji bulanan. Kalau petani bisa menghasilkan Rp8–9 juta per hektare jagung, kita bisa desain gaji rutin. Yang penting, pendekatannya harus berubah total,” tegasnya.

Pertanyaan Kunci: Masih Mau Makan Besok?

Di akhir sesi, Kambara mengingatkan para pemangku kebijakan untuk berhenti menunda reformasi sektor pertanian.

“Pertanyaannya sederhana: masih mau makan besok? Kalau iya, semua pihak harus mulai bergerak hari ini,” ucapnya dengan tegas. (RO)

Exit mobile version