
PeluangNews, Jakarta – Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta masih tahap pemeriksaan saksi-saksi.
Pada persidangan hari ini, Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan menghadirkan tiga orang saksi dari Kementerian Pertanian (Kementan).
“Hari ini tim jaksa akan menghadirkan saksi Sespri Sekjen Kementan Merdian Tri Hadi,” ujar Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri di Jakarta, Rabu (24/4/2024).
Lainnya, Tim Jaksa KPK juga akan menghadirkan Ketua Tim Tata Usaha Menteri dan Biro Umum & Pengadaan Setjen Kementan Sugeng Priyono dan Kasubag Rumah Tangga Kementan Isnar Widodo.
SYL didakwa melakukan pemerasan serta menerima gratifikasi dengan total Rp44,5 miliar dalam kasus dugaan korupsi di Kementerian Pertanian dalam rentang waktu 2020–2023.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Masmudi mengungkapkan, pemerasan bersama Kasdi Subagyono selaku Sekretaris Jenderal Kementan periode 2021–2023, serta Muhammad Hatta selaku Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan pada tahun 2023, antara lain untuk membayarkan kebutuhan pribadi SYL.
“Jumlah uang yang diperoleh terdakwa selama menjabat sebagai Menteri Pertanian RI dengan cara menggunakan paksaan sebesar total Rp44,5 miliar,” ujar JPU KPK Masmudi dalam pembacaan dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (28/2).
Perkara dugaan korupsi di Kementan bermula saat SYL menjabat sebagai Menteri Pertanian periode 2019-2024.
Dengan jabatannya tersebut, SYL lantas membuat kebijakan personal, di antaranya melakukan pungutan hingga menerima setoran dari ASN internal Kementan untuk memenuhi kebutuhan pribadi, termasuk keluarga intinya.
Kebijakan SYL untuk memungut hingga menerima setoran tersebut berlangsung mulai 2020 hingga 2023.
SYL menginstruksikan dengan menugasi Sekretaris Jenderal Kementan Kasdi Subagyono (KS) dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Muhammad Hatta (MH) melakukan penarikan sejumlah uang dari unit eselon I dan II.
Dalam bentuk penyerahan tunai, transfer rekening bank hingga pemberian dalam bentuk barang maupun jasa.
Atas arahan SYL, tersangka KS dan MH memerintahkan bawahannya untuk mengumpulkan sejumlah uang di lingkup eselon I, yakni para direktur jenderal, kepala badan, hingga sekretaris masing-masing eselon I dengan besaran nilai yang telah ditentukan SYL kisaran mulai 4.000 hingga 10.000 dolar AS.
KPK menyebut terdapat bentuk paksaan dari SYL terhadap ASN di Kementan, seperti dengan dimutasi ke unit kerja lain hingga mendisfungsionalkan status jabatannya.
Penerimaan uang melalui KS dan MH sebagai representasi orang kepercayaan SYL itu secara rutin setiap bulan dengan menggunakan pecahan mata uang asing.
Penggunaan uang oleh SYL, kata KPK, juga diketahui oleh KS dan MH, diantaranya untuk kepentingan pribadi SYL, seperti pembayaran cicilan kartu kredit, kredit mobil Alphard, perbaikan rumah pribadi, tiket pesawat bagi keluarga, serta pengobatan dan perawatan wajah keluarganya senilai miliaran rupiah.
Kasus SYL ini juga menyeret mantan Ketua KPK Firly Bahuri. Namun, perkara Fiirly belum bergulir di pengadilan. Polda Metro Jaya menegaskan, perkara Firly dalam kasus dugaan pemerasan SYL terus berjalan setelah heboh kesaksian di persidangan. Pukat Kajian Antikorupsi (Pukat) UGM menyebut kesaksian itu justru menguatkan sangkaan Polda Metro Jaya.
“Dalam persidangan SYL terungkap peran dari Firli Bahuri yang sangat jelas. Saya melihat keterangan saksi di bawah sumpah di depan persidangan ini semakin menunjukkan bahwa sangkaan Polda Metro Jaya itu terhadap Firli sangat kuat.
Jadi Firli juga kuat diduga melakukan pemerasan, menerima gratifikasi, atau setidak-tidaknya paling ringan itu jelas-jelas adalah berhubungan dengan pihak berperkara, melanggar pasal 36 UU KPK,” kata peneliti Pukat UGM Zaenur Rohman kepada wartawan, Jumat (19/4/2024). []