Jiwasaraya dan Asabri yang mendadak rugi itu tergolong luar biasa. Kejadiannya tanpa situasi resesi. Saat ritme perekonomian normal-normal saja. Seperti kasus Bank Century, kali ini pun perampokan. Dalam tempo singkat, borok-borok BUMN yang lain menyusul terangkat ke permukaan.
KASUS gagal bayar PT ASURANSI JIWASRAYA (Persero) menyita perhatian. Masalah ini mulai terungkap ke publik saat perseroan menunda pembayaran polis yang jatuh tempo pada 10 Oktober 2018 lalu. Nilai polis yang harus dibayar Rp802 miliar.
BPK mencatat, Jiwasraya merugi Rp13,7 triliun pasca September 2019. Pada posisi November 2019, Jiwasraya diperkirakan mengalami negatif ekuitas Rp27,7 triliun. Kini, Jiwasraya dihadapkan pada kewajiban jatuh tempo polis produk JS Saving Plan pada Oktober-Desember 2019 sebesar Rp12,4 triliun. Jumlah itu membengkak sangat signifikan dari yang hanya Rp802 miliar pada Oktober 2018. Tak salah bila BPK menyebut kasus Jiwasraya berskala gigantic.
BPK menemukan potensi kerugian PT ASABRI sebesar Rp16,7 triliun. Dari jumlah tersebut, kerugian investasi di reksadana sekitar Rp6,7 triliun, sedangkan saham Rp9,7 triliun. Potensi kerugian berpeluang bertambah berdasarkan perkembangan audit. Penyelidikan kasus ASABRI sudah dimulai. Bareskrim membuat tim gabungan dari Dittipikor dan Ditreskrimsus Polda Metro Jaya.
Disuntik PMN pun tetap merugi
Utang PT PERKEBUNAN NUSANTARA/ PTPN Group saat ini Rp42 triliun, melebihi kemampuan bayarnya. Utang itu untuk menambah cashflow yang kurang. PTPN tidak bisa menggali potensi penerimaan dari komoditas yang menjadi garapan dia seperti sawit, tebu, teh, kopi, kopra, kakao, karet. “Ada beberapa transaksinya diijon. PTPN tinggal kirim barang, uangnya sudah 5-10 tahun lalu,” kata Anggota BPK, Achsanul Qosasi.
Utang holding BUMN tambang MINING INDUSTRY INDONESIA meroket hingga 378 persen pada kuartal III 2019 (year on year). Jumlahnya Rp78,3 triliun. Gegaranya, untuk membiayai pembelian (divestasi) saham PT Freeport Indonesia. Pemerintah melalui PT Indonesia Asahan Aluminium atau Inalum (Persero) mengempit 51,23 persen saham Freeport, Desember 2018, dengan nilai divestasi US$3,85 miliar.
Pertumbuhan utang itu mengerek rasio utang terhadap ekuitas perseroan sebesar 370 persen menjadi 1,04 kali. Pasalnya, ekuitas tercatat cuma naik tipis 2 persen menjadi Rp75 triliun. Berbanding terbalik dengan lonjakan utang, laba bersih holding tambang justru merosot 89 persen menjadi hanya Rp800 miliar (yoy). Tingkat bunga dari utang Inalum sebesar 5,9% per tahun. Perseroan menarik pinjaman dalam denominasi dolar AS, sedangkan tingkat bunga utang dari entitas anak rata-rata 8,5% dimana perseroan menambah utang dalam rupiah.
Kondisi perusahan baja nasional PT KRAKATAU STEEL (Persero) Tbk. sedang terlilit utang sekira Rp40 triliun. Ini jumlah terbesar dalam sejarah. Maka, restrukturisasi BUMN harus segera dijalankan agar perusahaan. Setelah restrukturisasi, ada lagi isu yang menunggu, yakni operasional. “Kita inginkan direksi BUMN kita akan terbuka,” ujar Erick Thohir. PT KS sedang menyelesaikan restrukturisasi utang yang mencapai US$2,2 miliar, dengan pelunasan utang baru bisa selesai 2029 kepada bank-bank tempet KS berutang: CIMB Niaga, Standard Chartered, OCBC, dan DBS.
Sepanjang periode 2015-2019, Kemenkeu mengalokasikan PMN pada sejumlah perusahaan BUMN. Di antaranya, Rp65,6 triliun di tahun 2015, dan Rp51,9 triliun pada 2016. Pada 2017 turun drastis menjadi hanya Rp9,2 triliun serta pada 2018 sebesar Rp3,6 trilun. Pada 2019 PMN oleh Kemenkeu naik lagi menjadi Rp20,3 triliun.
Untuk tahun 2020, uang pajak yang dialokasikan untuk tambahan modal BUMN turun tipis menjadi sebesar Rp18,73 triliun. Meski begitu, suntikan modal dari APBN dalam beberapa tahun ini rupanya tak menjamin kinerja keuangan perusahaan membaik.
PT DIRGANTARA INDONESIA (PT DI) sudah sejak lama mengalami kondisi keuangan yang sulit. Tahun lalu merugi Rp519 miliar. Sejak 2011, PTDI total telah menerima Penyertaan Modal Negara (PMN) sebanyak tiga kali. Yaitu Rp1,18 triliun pada 2011, Rp1,4 triliun pada 2012 dan Rp400 miliar pada 2015. Kerugian karena pembatalan kontrak dan order yang tidak mencapai target.
PT DOK KODJA BAHARI menerima PMN sebesar Rp900 miliar. BUMN galangan kapal ini merugi karena beban administrasi dan umum yang terlalu tinggi yakni 58% dari pendapatan. Kerugiannya Rp273 miliar pada 2018.
PT PAL INDONESIA rugi Rp125 miliar pada 2012, rugi Rp382 miliar tahun 2013. Sempat untung Rp10 miliar pada 2014. Di tahun 2015 rugi Rp187 miliar, dan Rp395 miliar pada 2016. Tahun 2018 PAL merugi Rp304 miliar. PT PAL menerima suntikan modal PMN dari pemerintah sebesar Rp313 miliar pada 2011, disusul Rp600 miliar pada 2012, dan Rp1,5 triliun pada 2018.
PT SANG HYANG SERI (Persero). Usaha intinya produksi dan pemasaran benih. Pada tahun 2018, perusahaan ini menrugi Rp183 miliar. Perusahaan ini tercatat menerima PMN senilai Rp400 miliar pada 2015. Kerugian terjadi karena masalah bisnis yang tak efisien, beban bunga, dan perubahan kebijakan pemerintah dalam hal pengadaan benih.
PT PERTANI didirikan tahun 1959 sebagai perusahaan yang fokus pada sektor pertanian. Perusahan bergerak di bidang agribisnis yang memproduksi, mengadakan, serta memasarkan sarana produksi dan komoditi pertanian. Sebagaimana yang terjadi pada Sang Hyang Seri, perusahaan merugi karena masalah bisnis yang tak efisien, beban bunga, dan perubahan kebijakan pemerintah dalam hal pengadaan benih. Di tahun 2018, perusahaan merugi Rp83 miliar. Di sisi lain, Pertani pada tahun 2016 menerima kucuran PMN sebesar 240 miliar.
BULOG pada tahun 2018 merugi Rp962 miliar. Penyebabnya karena terdapat kelebihan pengakuan pendapatan atas penyaluran Rastra. Pada September 2019, Bulog mencatatkan kerugian Rp955 miliar. Sejumlah kebijakan pemerintah dinilai membuat kinerja keuangan perusahaan ini memburuk. Misalnya, penyaluran Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT). Bulog mendapat PMN Rp3 triliun (2015) dan Rp2 triliun (2016).
Berapa banyak
jumlah BUMN kita? Berapa yang sehat? Saat ini perusahaan pelat merah di
Indonesia berjumlah 118 BUMN. Yang menarik adalah jumlah anak cucu usaha BUMN
mencapai hampir 800 unit. Wajar jika Presiden meminta Kementerian BBUMN
merampingkan struktur perusahaan pelat merah. Salah satunya dengan menjual atau
melebur (merger) anak-anak usaha
perusahaan pelat merah yang dirasa sudah terlalu banyak. ●(dd)