hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza

Korban Banjir Terserang Penyakit, Sumbar Kasus Demam Tertinggi, Sudah 753 Jiwa Dinyatakan Meninggal

Ilustrasi: Suasana Posko Pengungsian/Foto: Dokumentasi BNPB

PeluangNews, Jakarta – Banjir dan longsor Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat memunculkan berbagai penyakit yang dialami para korban terdampak.

Sumatra Barat mencatat jumlah kasus demam tertinggi dibandingkan dua provinsi lainnya.

Dalam periode 25–29 November 2025, tercatat 376 kasus demam dari lima kabupaten, yaitu Pasaman, Pasaman Barat, Agam, Pesisir Selatan, dan Tanah Datar.

Lonjakan kasus ini menjadi perhatian serius karena menunjukkan situasi kesehatan lingkungan yang belum pulih sepenuhnya.

Selain demam, berbagai keluhan kesehatan lain juga banyak dilaporkan. Kasus myalgia mencapai 201 kasus, gatal 120 kasus, dispepsia 118 kasus, ISPA 116 kasus, hipertensi 77 kasus, luka 62 kasus, sakit kepala 46 kasus, serta diare dan asma masing-masing 40 kasus.

Di sisi lain, hingga saat ini sudah 753 jiwa dinyatakan meninggal dunia akibat bencana banjir bandang dan tanah longsor di tiga provinsi, yakni Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat.

Data Dashboard Penanganan Darurat Banjir dan Longsor Sumatera Tahun 2025 yang tertulis di situs Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Bencana (Pusdatin BNPB) menunjukkan jumlah korban jiwa, korban hilang, dan korban luka-luka.

Sementara itu, kasus demam juga mendominasi laporan kesehatan di Sumatra Utara. Data menunjukkan Kabupaten Tapanuli Selatan mencatat 277 kasus demam dalam periode 25 November–1 Desember 2025.

Selain itu, ditemukan pula 151 kasus myalgia, 150 kasus gatal, 94 kasus dispepsia, 96 kasus ISPA, 75 kasus hipertensi, serta kasus luka-luka, sakit kepala, diare, dan asma.

Kondisi serupa di Aceh yang memperlihatkan pola keluhan yang sedikit berbeda. Berdasarkan laporan dari Kabupaten Pidie Jaya pada periode 25–30 November 2025, keluhan tertinggi justru berupa luka-luka sebanyak 35 kasus. Lalu disusul oleh ISPA 15 kasus dan diare 6 kasus.

Menurut Kepala Pusat Krisis Kesehatan, Agus Jamaludin, tingginya kasus demam berkaitan dengan kondisi lingkungan pascabencana yang masih belum stabil.

“Demam adalah keluhan yang paling cepat meningkat setelah banjir, terutama ketika tempat pengungsian padat dan akses air bersih terbatas. Disebabkan juga karena pelindung tubuh yang kurang memadai selama mengungsi,” ujarnya dikutip dari keterangan resminya.

Agus memastikan bahwa Kementerian Kesehatan telah mengirim tenaga kesehatan tambahan dan memperkuat distribusi logistik medis ke berbagai wilayah terdampak.

“Kami menjamin ketersediaan obat dan SDM kesehatan untuk menangani berbagai keluhan kesehatan yang dialami masyarakat. Fokus kami adalah mencegah penularan dan menekan risiko komplikasi,” katanya.

Selain menangani penyakit yang sudah muncul, pemerintah juga mewaspadai potensi peningkatan kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Leptospirosis.

Kondisi genangan air pasca-banjir berpotensi menjadi tempat berkembang biak nyamuk Aedes aegypti, sementara banjir juga memicu risiko penyebaran bakteri penyebab Leptospirosis melalui urine hewan. []

pasang iklan di sini