
Peluang News, Jakarta – Kopi Sarongge, salah satu produk kopi asli Indonesia, berhasil menembus pasar ekspor ke Jerman dan Korea Selatan. Kopi yang dihasilkan di Kampung Sarongge, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Kesuksesan tersebut tidak terlepas dari program perhutanan sosial yang menggabungkan agroforestri dengan pemberdayaan masyarakat.
Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Antoni dalam kunjungannya ke Cianjur beberapa waktu lalu, menyatakan bahwa hingga saat ini telah ada 8.900 hektare lahan yang diberikan akses kelola kepada 37 kelompok tani hutan. Menurut Menhut, meskipun program ini sudah berjalan, pihaknya akan terus berupaya memaksimalkan potensi yang ada agar lebih berdampak pada kesejahteraan masyarakat.
“Bagaimana supaya maksimal. Supaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat, itu yang utama,” kata Menhut dalam keterangan tertulis.
Lebih lanjut, Menhut menjelaskan bahwa program perhutanan sosial di Sarongge, yang mencakup 100 hektare lahan, masih menghadapi beberapa tantangan. Dari 100 hektare tersebut, baru sekitar 30 hektare yang ditanami, menghasilkan sekitar 7 ton kopi. Menurut Menhut, jika seluruh lahan tersebut ditanami, potensi hasilnya bisa mencapai 80-100 ton per tahun.
Selain itu, Menhut juga menerima keluhan dari kelompok tani terkait kekurangan pupuk. Untuk itu, Kementerian Kehutanan, bersama pemerintah daerah, kelompok tani hutan (KTH), kepala desa, dan aktivis perhutanan sosial, akan bekerja sama untuk mengatasi kendala-kendala tersebut.
Menhut menegaskan bahwa perhutanan sosial bukanlah sebuah kebijakan yang akan menyebabkan deforestasi. Sebaliknya, kebijakan ini memberi masyarakat hak legal untuk mengelola hutan, dengan syarat menjaga kelestarian hutan dan memanfaatkan hasilnya untuk meningkatkan kesejahteraan.
“Perhutanan sosial justru niatnya bukan deforestasi. Dulu masyarakat dilarang masuk hutan, sekarang dibolehkan asalkan menjaga kelestarian dan dapat memanfaatkan hasil hutan untuk kesejahteraan,” ujar Menhut.
Namun, Menhut mengingatkan agar lahan yang telah diberikan izin perhutanan sosial harus dikelola dengan baik. Jika tidak, izin tersebut bisa dicabut oleh pemerintah. “Kita punya mekanisme-nya. Yang ekstrim tentu dicabut. Tapi kami tidak berharap dicabut karena pemberdayaan masyarakat itu tidak mudah, harus berproses bersama-sama,” katanya.
Kampung Sarongge menjadi contoh nyata bahwa perhutanan sosial dapat membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat tanpa mengorbankan kelestarian hutan. Keberhasilan Kopi Sarongge yang telah berhasil menembus pasar internasional, serta produksi gula aren yang mencapai 15 ton per tahun, menunjukkan bahwa produk lokal berbasis hutan dapat bersaing di pasar global.
Menteri Kehutanan memberikan apresiasi atas keberhasilan masyarakat Sarongge dalam mengembangkan usaha berbasis hasil hutan bukan kayu, seperti kopi dan gula aren. Keberhasilan ini membuktikan bahwa pemanfaatan hutan secara lestari dapat berjalan seiring dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Pemerintah pun berkomitmen untuk terus mendukung kebijakan yang berpihak pada masyarakat, sekaligus menjaga kelestarian hutan Indonesia. Program Perhutanan Sosial di Kampung Sarongge diharapkan dapat menjadi model inspiratif untuk pengelolaan hutan berbasis masyarakat di daerah lainnya. Program ini bertujuan memberikan akses legal kepada masyarakat untuk mengelola hutan secara berkelanjutan, meningkatkan kesejahteraan, dan menjaga kelestarian lingkungan.