PRIMADONA ekonomi itu kini bertumpu pada industri keuangan syariah yang (meski terlambat) kini makin diinsyafi mampu menciptakan ekonomi berkeadilan. Hingga Februari 2018 kinerjanya secara year on year (yoy) tumbuh 25 persen dengan capaian aset Rp1.118 triliun. Sementara jumlah bank syariah tercatat sebanyak 13 dengan 1.824 kantor dan 2.586 ATM. Sedangkan unit usaha syariah lainnya sebanyak 21 bank umum konvensional yang beroperasi dengan 346 kantor cabang, plus 167 bank pembiayaan rakyat syariah. Dalam pemaparan di Komisi XI DPR April lalu, Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso melaporkan sampai akhir Februari 2018, aset perbankan syariah tumbuh 20,65% secara yoy menjadi Rp429,36 triliun. Pembiayaan tumbuh 14,76% yoy menjadi Rp289,99 triliun dan dana pihak ketiga tumbuh 16,10% yoy menjadi Rp 339,05 triliun.
Pertumbuhan yang didukung oleh permodalan yang tergolong baik itu, tercermin dari rasio kecukupan modal (CAR) sebesar 18,62% dan non performing financing per Februari 2018 sebesar 4,31%, masih terjaga di bawah ambang batas (threshold) 5%.
Sektor pembiayaan pola syariah yang juga prospektif adalah usaha berbadan hukum koperasi. Hanya saja gaungnya tidak segemerlap perbankan syariah. Selain lemahnya dukungan terhadap usaha koperasi di negeri ini, aspek tata kelola koperasi syariah (kopsyah) umumnya masih eksklusif. Memang ada janji-janji pemerintah untuk lebih concern mendorong pertumbuhan kopsyah. Seperti dilontarkan Menteri Koperasi dan UKM Puspayoga yang menegaskan siap mengakomodasi kebutuhan kopsyah dari mulai kelembagaan, penguatan SDM, pembiayaan, pendampingan produksi, hingga pemasarannya. Dia percaya bahwa koperasi merupakan instrumen yang paling tepat untuk fungsi pemerataan pendapatan dan kesejahteraan di Indonesia. Dalam praktiknya, kendati negeri ini berpenduduk mayoritas muslim, ironisnya kopsyah belum mampu tumbuh besar di lahan subur ini. Sejumlah kopsyah memang berhasil tumbuh besar, namun perjuangan menjadi besar itu harus melalui tebing terjal, lantaran sulitnya mendapatkan trust masyarakat. Berbeda halnya dengan unit usaha di perbankan yang langsung mendapat jaminan pemerintah melalui Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS).
Salah seorang pelaku kopsyah, Sukahar mengatakan sampai sejauh ini koperasi khususnya yang berbasis syariah masih banyak yang belum mendapatkan perlakuan adil untuk program-program pemerintah. Sejumlah program pembiayaan pemerintah untuk para pelaku koperasi sebenarnya sudah cukup bagus, namun aksesnya sangat sulit. “Kendala terbesar kami adalah sulitnya mendapatkan akses dana murah, akibatnya kami terpaksa mencari sumber pembiayaan dari perbankan komersial. Pemerintah mestinya juga melirik kondisi koperasi syariah yang sangat potensial menyelamatkan ekonomi masyarakat di pedesaan ini,”ujar Sukahar yang juga Ketua Koperasi Pembiayaan Syariah (KSPPS) BMT Sohibul Umat Rembang, Jawa Tengah.
Senada dengan itu, Direktur Induk Koperasi Syariah (Inkopsyah) Arisson Henry berharap ada kemudahan atau distingsi dari pemerintah terhadap para pelaku koperasi syariah. Di tengah berhembusnya isu pelemahan kinerja lokomotif bank syariah pertama Indonesia, imbasnya memang kurang menguntungkan bagi perkembangan kopsyah. Namun Arisson menegaskan kinerja kopsyah yang jadi anggotanya berjalan cukup baik, karena umumnya kopsyah sejak awal memang sudah mandiri dengan dukungan modal para anggotanya. Dari total anggota Inkopsyah saat ini sebanyak 489 KSPPS, lebih dari 80% atau sebanyak 395 KSPPS terbilang aktif. Menurut Arisson kopsyah tersebut mampu bertahan dan berkembang, karena mereka konsisten dalam menerapkan visi dan misi dalam pemberdayaan masyarakat melalui prinsip ekonomi syariah.
Di tengah tebaran janji manis pemerintah memberdayakan ekonomi syariah antara lain lahirnya Komite Nasional Keuangan Syariah, bisnis kopsyah tetap saja melenggang sendirian tanpa sentuhan berarti. Prinsip syariah yang dipegang ketat untuk tidak menjadi “tangan di bawah” membuat kopsyah tetap tegar di tengah keterbatasannya. Fokus tulisan kali ini mencoba mengungkapkan sejumlah kopsyah yang tumbuh meraksasa kendati tanpa lirikan dana murah pemerintah.