Opini  

Koperasi Soko Guru Perekonomian Indonesia, Quo Vadis atau Utopis?

Koperasi Soko Guru Perekonomian Indonesia, Quo Vadis atau Utopis?

Oleh: Ahmad Subagyo*

Hari kamis, 23 Mei 2024 telah diadakan perhelatan Sosialisasi empat pilar MPR RI dengan Tajuk Menuju Indonesia Emas dalam Sistem Ekonomi Pancasila, yang dilaksanakan di Hotel Pullman Thamrin Jakarta. Kegiatan ini dilaksanakan secara Hybrid dihadiri ratusan guru besar dari seluruh Indonesia.

Acara yang di mulai pukul 08.30 sampai 13.00 ini banyak hal baru, pengetahuan, informasi, sharing pengalaman dan tentunya Rencana dan program ke depan. Sesuatu yang menarik dan barangkali bermanfaat bagi aktivis perkoperasian Indonesia dan tentunya juga para pemerhati dan akademisi Koperasi adalah isu-isu tentang kebijakan perkoperasian di masa pemerintahan terpilih, Koperasi akan di bawa ke mana?

Ada tuntutan besar dari para pemikir, khususnya komunitas professor di Indonesia yang patut di Simak dan diketahui oleh Masyarakat luas. Pembelaan terhadap soko guru perekonomian yang diamanatkan Undang-Undang Dasar 1945 menjadi konsen Bersama dan mendorong kepada pemerintahan mendatang agar memberikan ruang yang lebih adil terhadap perkoperasian di Indonesia untuk dapat tumbuh, berkembang dan berdiri sejajar dengan pelaku ekonomi lainnya.

Secara garis besar, berikut ini pemikiran-pemikiran dan ringkasan berbagai orasi para guru besar antara lain Prof. Dr. Syarifuddin Hasan, Prof. Bomer Pasaribu, Prof. Dr. Murpin Sembiring, Prof. Dr. Gimbal Doloksaribu, Prof. Dr. Cecep Darmawan serta Ahmad Zabadi (Deputi perkoperasian kemenkop UKM) tentang peran dan kontribusi koperasi masa lalu, kondisi koperasi saat ini, dan harapan serta tantangan koperasi di masa yang akan datang.

Koperasi berperan dalam membangun dan mengembangkan potensi serta kemampuan ekonomi anggota dan masyarakat pada umumnya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosial. Koperasi di Indonesia menyumbang sekitar 5,54% terhadap PDB nasional. Meskipun kontribusi ini masih relatif kecil, koperasi memiliki potensi besar untuk berkembang dan memberikan kontribusi yang lebih signifikan. Adanya peningkatan Aset dan Volume Usaha, Jumlah koperasi aktif di Indonesia meningkat menjadi 130.354 unit pada tahun 2022 dengan volume usaha sebesar Rp197,88 triliun. Volume usaha koperasi meningkat sekitar 8,51% pada tahun 2023 dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar Rp182,35 triliun. SHU yang dihasilkan oleh koperasi meningkat sebesar 27% dalam tiga tahun terakhir, dengan nilai SHU mencapai Rp6,26 triliun.

Pemerintah telah mendorong transformasi koperasi melalui modernisasi, penguatan pengawasan, pembiayaan penjaminan, dan pengembangan sumber daya manusia (SDM) perkoperasian. Program modernisasi koperasi bertujuan untuk meningkatkan daya saing dan efisiensi koperasi di era Industri 4.0. Kebijakan pemerintah juga fokus pada pemberdayaan koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) melalui berbagai program seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR) dengan suku bunga rendah, serta insentif pajak dan bantuan modal kerja.

Pemerintah juga mendorong kemitraan strategis antara koperasi, UMKM, dan usaha besar. Juga mengembangkan ekosistem koperasi yang mendukung melalui regulasi seperti Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Perlindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan UMKM. Kebijakan ini memberikan berbagai kemudahan bagi koperasi dalam menjalankan usahanya. Revitalisasi koperasi dilakukan dengan meningkatkan pelatihan perkoperasian, sertifikasi kompetensi pengelola koperasi, bimbingan teknis, dan pendampingan penyusunan strategi bisnis hingga pemasaran. Pemerintah juga mendorong digital literacy, kreativitas, dan inovasi dalam koperasi. Program Korporasi Petani dan Nelayan (KPN) diluncurkan untuk memberdayakan koperasi di sektor pertanian dan perikanan.

Koperasi berperan sebagai off-taker dan badan usaha yang melakukan kegiatan off-farm, membantu petani dan nelayan dalam mengakses pasar dan meningkatkan kesejahteraan mereka. Pemerintah mendorong pengembangan koperasi pemasaran dan distribusi untuk memperkuat posisi tawar UMKM dan koperasi dalam jalur perdagangan dan distribusi. Kebijakan ini juga mencakup penyediaan advokasi, pendampingan, dan fasilitasi bagi UMKM dan koperasi dalam meningkatkan perannya di pasar ASEAN

Mengutip paparan Prof. Murpin bahwa sesuai Buku Presiden terpilih diestimasikan 2045 adalah tahun Indonesia emas, proyeksi Indonesia menjadi peringkat 5 PDB sebesar USD 9.100 milyar. PDB per kapita USD 30.000 per tahun, dengan jumlah penduduk mencapai 300 juta jiwa dengan penduduk kelas menengah sebesar 82% dan penduduk usia produktif 52% dari total populasi dan Koperasi harus dominan (sebagai soko guru perekonomian), maka Koperasi layaknya punya kontribusi 51% dari proyeksi PDB 2045 senilai Rp145.463 triliun.

Namun demikian ada tantangan besar yang akan dihadapi oleh Koperasi dan Masyarakat perkoperasian Indonesia ke depan. Prof.Bomer Pasaribu sempat menyinggung dan mengkhawatirkan kondisi kecenderungan data saat ini.

Sebenarnya saat ini kita sudah berada pada Bonus demografi di mana jumlah penduduk usia produktif (15-64 tahun) lebih besar dibandingkan dengan jumlah penduduk usia non-produktif (di bawah 15 tahun dan di atas 64 tahun). Kondisi ini semestinya menciptakan peluang besar bagi pertumbuhan ekonomi karena lebih banyak individu yang dapat bekerja dan berkontribusi pada perekonomian negara. Namun justru angka absolut pengangguran kita terus bertumbuh signifikan.

Dalam perspektif ketenagakerjaan cukup menarik jika di lihat pergerakan mulai tahun 2019 jumlah pengangguran di Indonesia mencapai 7,05 juta orang dengan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebesar 5,01%. Pada Agustus 2020, jumlah pengangguran mencapai 9,77 juta orang dengan TPT sebesar 7,07%. Tahun 2021, menurun menjadi 9,10 juta orang dengan TPT sebesar 6,49%. Tahun 2022, jumlah pengangguran tercatat sebanyak 8,4 juta orang dengan TPT sebesar 5,83%. Tahun 2022, menurun menjadi 7,99 juta orang dengan TPT sebesar 5,86%. Pada 2023, jumlah pengangguran tercatat sebanyak 7,99 juta orang dengan TPT sebesar 5,45%.

Pada Februari 2024, TPT tercatat sebesar 4,82%, menunjukkan penurunan sebesar 0,63% poin dibandingkan Februari 2023. Terlihat angka yang menurun, namun sejatinya bukan pengangguran yang menurun bukan angka absolutnya namun kebijakan parameter yang berubah, di mana saat ini orang di anggap bekerja (tidak menganggur) jika seseorang dalam hitungan 60menit perminggu dalam sebulan di nilai bekerja.

Data terkini bahwa Generasi Z (Gen Z) adalah penyumbang terbesar angka pengangguran di Indonesia. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah pengangguran di Indonesia pada Agustus 2023 mencapai 7,86 juta orang, dengan mayoritas pengangguran berasal dari kelompok usia 15-24 tahun, yang termasuk dalam Generasi Z. Secara lebih rinci, survei BPS menunjukkan bahwa hampir 10 juta penduduk berusia 15-24 tahun (Gen Z) tidak mengikuti pendidikan, pekerjaan, dan pelatihan alias menganggur, dengan tingkat pengangguran terbuka (TPT) untuk kelompok usia ini mencapai 19,40% pada Agustus 2023. Data ini cukup membuka mata, akankah Bonus demografi akan membawa rakyat Sejahtera ke depan?

Lalu, Koperasi ini akan di bawa ke mana? Siapa generasi masa depan yang akan membawa misi koperasi sebagai soko guru perekonomian kita? Lalu dalam jangka pendek, apakah visi-misi dan program ekonomi akan melibatkan koperasi atau tetap akan seperti saat ini?

Di sela-sela acara ini penulis sempat bertanya kepada salah seorang pejabat Kementerian yang hadir dan iseng bertanya, apakah dia tahu, siapa orang terkaya di Indonesia? Ternyata dia tidak tahu? Di saat kritikan tajam dari Prof. Bomer sempat terlontarkan, bahwa Orang Terkaya di Indonesia (Prajogo Pangestu, pen) kekayaan: US$66,4 miliar atau sekitar Rp1,06 kuadriliun (kurs Rp16.000/US$).

Menurut laporan Global Wealth Report 2018 yang dirilis oleh Credit Suisse, 1% orang terkaya di Indonesia menguasai 46,6% dari total kekayaan penduduk dewasa di Indonesia. Berdasarkan nukilah penulis dari Data Kuantitatif Total Kekayaan Penduduk Dewasa Indonesia: US$1.518 miliar atau setara Rp22.700 triliun (kurs Rp15.000/US$). Sehingga kekayaan 1% Orang Terkaya di Indonesia senilai 46,6% dari total kekayaan penduduk dewasa, yaitu sekitar US$707,388 miliar atau Rp10.582 triliun. Ini artinya kekayaan 1% orang terkaya di Indonesia menguasai hampir setengah dari total kekayaan penduduk dewasa di Indonesia, yaitu sekitar 46,6% dari total kekayaan penduduk dewasa. Lalu bagaimana Koperasi akan menguasai 50% kekayaan Indonesia sebagai angka rasional dominasi soko guru perekonomian Indonesia, quo vadis atau utopis?

*Ketua Umum, Indonesia Microfinance Expert Association (IMFEA), anggota Perkumpulan Guru Besar Indonesia (PERGUBI), Wakil Rektor III IKOPIN University.

Exit mobile version