hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza

Koperasi sebagai Motor Ekonomi Desa: Best Practice Koperasi BMI Group di Food Agriculture Summit V

Koperasi sebagai Motor Ekonomi Desa: Best Practice Koperasi BMI Group di Food Agriculture Summit V

Koperasi sebagai Motor Ekonomi Desa: Best Practice Koperasi BMI Group di Food Agriculture Summit V
Kambara (kiri) berfoto bersama dengan pembicara lainnya usai diskusi/dok.humas

PeluangNews, Bogor – Salah satu narasumber yang mencuri perhatian dalam Food Agriculture Summit V adalah Kamaruddin Batubara, Presiden Direktur Koperasi BMI Group. Pria yang akrab disapa Kambara itu hadir untuk menyampaikan materi bertema “Benchmarking & Sharing Best Practice Praktisi Koperasi” pada kegiatan yang digelar DPP HA IPB bersama pusat studi IPB University di IICC Botani Square, Bogor, Selasa (25/11/2025).

Dalam paparannya, Kambara memulai dengan memperkenalkan profil Koperasi BMI Group—mulai dari sejarah, visi-misi, filosofi syariah, hingga peran koperasi sebagai instrumen pemberdayaan ekonomi anggota. Ia menegaskan bahwa inovasi layanan, penguatan tata kelola, dan model bisnis yang berkelanjutan merupakan kunci BMI dalam meningkatkan kesejahteraan anggota sekaligus menciptakan dampak sosial-ekonomi yang terukur.

Tantangan Ekonomi Koperasi Desa

Kambara menyoroti tantangan fundamental dalam pembangunan koperasi, khususnya terkait pendirian Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih (KDKMP) yang menurutnya sering tidak sesuai dengan ruh koperasi.

“Membangun koperasi itu tidak mudah. Jika mengandalkan pinjaman dari Himbara, tentu ada ketentuan yang harus dipenuhi. Saya menyarankan agar KDKMP tidak serta-merta masuk ke sektor simpan pinjam, karena budaya masyarakat sudah berubah. Judol, pinjol, dan fenomena belanja online kerap merusak ekonomi masyarakat,” tegasnya.

Ia menambahkan pentingnya kerja sama antarkoperasi desa agar tidak terjadi persaingan yang justru mematikan usaha masing-masing.

Penguatan Tata Kelola untuk Ketahanan Ekonomi

Lebih lanjut, Kambara menegaskan bahwa koperasi modern harus menerapkan Good Cooperative Governance (GCG). Koperasi perlu melengkapi perangkat manajemen seperti SOP, SOM, Renstra, RK–RAPB, AD/ART, serta buku panduan operasional.

Menurutnya, SDM koperasi harus berbasis kompetensi, didukung pendidikan dan pelatihan berkala, sistem remunerasi yang adil—di mana gaji terendah setidaknya setara UMR—serta mekanisme reward and punishment yang objektif. Penguatan tata kelola ini penting untuk menjaga kesehatan usaha koperasi sekaligus meningkatkan kepercayaan publik.

Ancaman Literasi dan Risiko Ekonomi Digital

Kambara juga menggarisbawahi rendahnya literasi masyarakat mengenai koperasi.

“Sampai hari ini, banyak daerah masih melihat koperasi hanya sebagai tempat meminjam uang. Literasi ini penting untuk mengangkat marwah koperasi dan membangun pemahaman yang benar,” ujarnya.

Ia sekaligus mengingatkan ancaman ekonomi digital seperti judol, pinjol, dan benjol, yang berpotensi merusak struktur ekonomi masyarakat, serta risiko perubahan iklim yang makin tidak menentu terhadap usaha sektor riil.

Fondasi Ekonomi Koperasi: Dari Niat hingga Eksekusi

Menutup paparannya, Kambara mengutip pesan Bung Hatta bahwa koperasi tumbuh dari kepentingan bersama melalui musyawarah dan tindakan kolektif. Ia menegaskan bahwa pembangunan koperasi memerlukan empat fondasi utama:

  1. Niat,
  2. Kerja dan jejaring,
  3. Penentuan jenis usaha,
  4. Modal koperasi.

Disusul tiga fondasi pendukung lainnya: SDM, organisasi, dan eksekusi (“do it”).

“Bisnis melalui koperasi adalah kepentingan sosial yang dibangun bersama. Ini tidak mudah, tetapi khairunnas anfa’uhum linnas—sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain,” pungkasnya. (RO/Aji)

Baca Juga: OJK Komitmen Dorong Pertumbuhan Industri Maritim Melalui Dukungan IJK

pasang iklan di sini