BANTUL—Apabila dikelola dengan baik, lingkungan hidup, petanian hutan dan wisata bisa selaras. Berangkat dengan semangat itu Purwo Harsono bersama 47 petani dari Desa Terong, Desa Muntuk, dan Desa Mangunan, Kabupaten Bantul mendirikan Koperasi Noto Wono pada Januari 2016.
Mereka perintis perubahan dari penyadap getah pinus beralih menjadi pengelola Jasa lingkungan wisata alam dikawasan hutan lindung RPH Mangunan, BDH Kulon Progo-Bantul KPH Yogyakarta.
Kerja sama tersebut merupakan kerjasama kemitraan pemberdayaan masyarakat dengan membagi hasil bruto 25 % untuk Pemerintah Daerah dan 75% untuk koperasi.
“Pada awal merintis kami mengelola seluas 9,2 Ha di kawasan blok Sudimoro III hingga saat ini berkembang menjadi 30,94 Ha dengan melibatkan lebih dari 600 orang,” ujar Purwo kepada Peluang melalui WhatsApp, Selasa (15/12/20).
Pengembangan di kawasan hutan dengan tema “Wana Wisata Budaya Mataram” sementara pada sisi lain juga melakukan pengembangan diluar kawasan hutan melalui pengembangan Desa Wisata, Taruna Wisata, pendampingan pengelolaan lebah madu lancing, pengembangan Kedai Kopi dan beberapa kegiatan sosial seperti santunan yatim piatu dan jompo menjadi fokus kegiatan Koperasi Noto Wono.
Fokus pengembangan di 3 Desa melalui kelompok-kelompok masyarakat petani hutan dan pengangguran dikembangkan 7 titik operator wisata serta 3 sub operator wisata antara lain Operator Pinus Pengger di Desa Terong, Operator Puncak Becici, Operator Lintang Sewu.
Sementara Sub Operator Rumah Literasi, Sub Operator Pintoe Langit dan Sub Operator Pinus Asri berada di Desa Muntuk serta Operator Pinussari, Operator Seribu Batu, Operator Bukit Panguk dan Operator Bukit Mojo berada di Desa Mangunan.
Adapun tingkat kujungan sejak 2017 hingga tahun 2019 rata-rata pertahun sebanyak 2.379.099 wisatawan dengan rata-rata pendapatan bruto per tahun sebanyak Rp8, 846 miliar. Sedangkan dil uar kawasan hutan tumbuh kembang usaha baru lebih dari 378 usaha baru.
“Kami juga merasakan dampak pandemi Covid-19 dengan adanya penutupan obyek wisata mulai tanggal 21 Maret 2020 – hingga akhir Juli 2020. Dalam kondisi tutup kita manfaatkan untuk membenahi beberapa fasilitas yang kurang layak dan membuat karya–karya baru sebagai daya tarik bagi wisatawan,” papar pria karib disapa Ipung ini.
Lanjut dia, uji coba terbatas dengan protokol kesehatan dimulai pada akhir bulan Juli hingga saat ini namun kondisi tingkat kunjungan masih sangat rendah yaitu turun hingga 1.314.932 (62%) wisatawan dibanding tahun sebelumnya.
Dengan adanya dampak pandemi covid-19 terdapat beberapa anggota tetap dan freelance yang mengundurkan diri. Saat ini jumlah anggota Koperasi sebanyak 322 orang dari pengelola operator wisata dan 80 orang anggota diluar pengelola operator wisata dan penerima manfaat yang lain masih sebagai calon anggota.
“Pada era milenial ini dalam melakukan promosi wisata kita membangun jejaring dengan beberapa aktivis media sosial pemilik akun-akun besar di Jogja dan juga melalui media cetak dan media elektronik serta bermitra dengan berbagai komunitas,” tambah dia.
Hasil RAT dari tahun ke tahun Koperasi Noto Wonotidak mengalami lonjakan yang signifikan karena mementingkan pemberdayaan anggota secara langsung yaitu dengan menyerahkan pengelolaan keuangan sebagai sumber pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan sebanyak 70% dari pendapatan bruto, sehingga pendapatan Koperasi hanya 5% dari total pendapatan bruto.
Sebagai catatan, walaupun koperasi belum lama berdiri namun beberapa Prestasi Nasional telah diraih antara lain : Penghargan dari Menteri Kehutanan, Juara II Anugrah Pesona Indonesia, Juara III Koperasi Jasa berprestasi Kabupaten Bantul, Juara I Kalpataru tingkat Provinsi.
Masih ada lagi beberapa Penghargaan Nasional yang disabet koperasi ini, yaitu terhadap pendampingan Desa Wisata antara lain : Juara I Nasional lomba Home stay, Juara II Anugrah Pesona Indonesia, Juara III Anugrah Pesona Indonesia, Juara III CBT dan lebih dari 20 penghargaan lainya (Van)







