Koperasi Jadi Motor Pendirian Bank Sampah Komunitas di Indonesia

Koperasi Jadi Motor Pendirian Bank Sampah Komunitas di Indonesia
Koperasi Jadi Motor Pendirian Bank Sampah Komunitas di Indonesia/Dok. KemenKopUKM

Peluang news, Jakarta – Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM (SeskemenkopUKM), Arif Rahman Hakim menekankan, koperasi bisa menjadi motor penggerak dalam pendirian bank sampah di tingkat komunitas di tengah-tengah masyarakat yang ada di seluruh Indonesia.

Melalui keterangannya, ia mencontohkan bahwa keberadaan Primer Koperasi Pengelola Sampah (PKPS) Purwakarta yang menuai keberhasilan sejak memutuskan diri membentuk koperasi.

Menurut Arif, koperasi dan bank sampah memiliki kaitan erat dalam konteks pengelolaan sampah plastik dan pembangunan berkelanjutan.

“Selain itu, koperasi juga dapat terlibat dalam pendirian dan pengelolaan bank sampah,” ucap Arif kegiatan Diskusi Pengaduan dan Serap Aspirasi Publik Bidang Koperasi dan UMKM tentang Pengelolaan Sampah Berbasis Koperasi di Bumiayu, Jawa Tengah, Jumat (9/2/2024).

Dengan demikian, kata Arif, anggota koperasi dapat bersama-sama mewujudkan bank sampah sebagai langkah untuk meningkatkan pengelolaan sampah dan menciptakan sumber daya baru untuk anggotanya.

Hal ini dikarenakan, menurutnya, pengelolaan sampah merupakan salah satu tantangan serius yang sedang dihadapi oleh Indonesia saat ini.

“Dengan pertumbuhan populasi dan perubahan gaya hidup, volume sampah terus meningkat. Hal ini menuntut solusi yang cerdas dan berkelanjutan. Jadi, ini lah sebabnya mengapa pendekatan berbasis koperasi menjadi sangat relevan,” jelasnya.

Lebih lanjut, ia menyampaikan, walaupun Indonesia telag memiliki beberapa tempat pembuangan akhir yang besar dan juga tempat pengolahan sampah, namun hal tersebut masih belum sepenuhnya efektif.

Koperasi Jadi Motor Pendirian Bank Sampah Komunitas di Indonesia/Dok. KemenKopUKM

Oleh karena itu, pemerintah tengah berupaya untuk terus mencari berbagai solusi dan salah satu cara yang banyak diterapkan saat ini adalah membuat sebuah tempat pengolahan sampah berskala kecil hingga besar yang disebut Bank Sampah.

“Pendekatan ekonomi sirkular memberikan dampak berarti bagi ekonomi, lingkungan, dan sosial,” katanya.

Berdasarkan data Kementerian PPN/Bappenas, dari segi ekonomi, ekonomi sirkular berpotensi menumbuhkan PDB senilai Rp593 triliun sampai Rp638 triliun pada 2030 mendatang.

Sementara dari sektor lingkungan dapat berkontribusi melalui pengurangan volume sampah hingga 18,53 persen pada 2030 dan menyerap tenaga kerja 4,4 juta orang.

Melalui koperasi, tidak hanya masalah sampah yang teratasi, tetapi juga fondasi yang kuat untuk kemandirian ekonomi dapat dibangun.

Koperasi memberdayakan warga setempat untuk bekerja sama, berbagi pengetahuan, dan bertanggung jawab bersama-sama untuk membangun masa depan yang lebih baik.

“Dengan cara, antara lain mendaur ulang plastik, upcycling plastik sebagai campuran aspal, mengubah plastik bernilai ekonomi rendah menjadi bahan bakar atau energi, dan lain sebagainya,” ucapnya.

Pada kesempatan yang sama, Ketua Primer Koperasi Pengelola Sampah (PKPS) Purwakarta, Jawa Barat, H Castono menjelaskan, koperasi yang dipimpinnya kini telah mengelola sampah di Pasar Induk Cikopo Purwakarta sebanyak 50 ton perhari.

Bagi Castono, selain sudah didukung regulasi kuat yakni Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2008, memilah dan mengolah sampah juga bisa mendapatkan cuan atau penghasilan tambahan.

“Berdasarkan amanat dari UU tersebut, seharusnya TPA atau tempat pembuangan akhir sudah tidak ada lagi,” ucap Castono.

Bahkan, kata Castono, setiap kawasan perumahan seharusnya sudah memiliki pengelolaan sampah mandiri.

“Alhamdulillah, di setiap kabupaten/kota di Jabar, sudah memiliki Primer Koperasi Pengelola Sampah dengan motto Olah Sampah Menjadi Berkah,” ujarnya.

Namun, menurutnya, pengelolaan sampah masih sering mendapat kendala atau tantangan dari berbagai anggapan yang keliru.

Pasalnya, masih banyak yang menganggap bahwa pengelolaan sampah dengan cara seperti itu bisa menurunkan angka retribusi sampah daerah.

“Padahal, ini ibarat kita mengganti pintu yang rusak dengan pintu yang lebih bagus,” tandasnya.

Oleh karena itu, Castono mencontohkan di negara-negara maju, yang di mana sampah botol plastik bisa ditukar dengan uang.

Namun, ia mengaku bahwa hal tersebut masih sulit untuk diterapkan di Indonesia. Alasannya, karena para pengusaha besar produsen air mineral dalam kemasan pasti akan merasa tidak rela apabila uangnya harus dikembalikan kepada para konsumennya.

Exit mobile version