hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza

Koperasi Harus Diakui Sebagai Pemilik Sah Tanah: Langkah Strategis Reforma Agraria

Koperasi Harus Diakui Sebagai Pemilik Sah Tanah: Langkah Strategis Reforma Agraria
Ilustrasi Koperasi/Dok. Ist

PeluangNews, Jakarta – Kabar baik bagi gerakan koperasi di Indonesia, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Jambi, Prof. Dr. Elita Rahmi, menyerukan pengakuan yang lebih kuat terhadap koperasi sebagai subjek hukum yang sah atas kepemilikan tanah. Hal ini beliau sampaikan dalam sebuah Diskusi Kelompok Terfokus (FGD) bertajuk “Urgensi Hak Milik Atas Tanah untuk Koperasi sebagai Perwujudan Reforma Agraria Berkeadilan dan Berkelanjutan” yang diselenggarakan di Jakarta, Sabtu (3/5/2025).

Prof. Elita mengungkapkan keprihatinannya atas praktik “pinjam nama” yang selama ini terpaksa dilakukan banyak koperasi dalam pembelian tanah. “Kondisi ini terjadi karena koperasi belum diakui secara hukum sebagai badan hukum yang berhak memiliki tanah,” ungkapnya dalam keterangan persnya, Ahad (4/5/2025).

Prof. Elita menilai praktik ini sebagai bentuk “penyelundupan hukum” yang sudah saatnya diakhiri dengan memberikan pengakuan penuh kepada koperasi sebagai pemilik sah tanah.

Dalam pemaparannya, Prof. Elita menyoroti ketimpangan penguasaan tanah di Indonesia dan bagaimana pemberian hak milik kepada koperasi dapat menjadi solusi struktural dalam mengatasi kemiskinan agraria. Beliau mengingatkan bahwa Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) dan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1963 sebenarnya telah membuka peluang bagi badan hukum seperti koperasi, terutama koperasi pertanian, untuk memiliki hak milik atas tanah. Namun, implementasi kebijakan ini dinilai belum optimal selama lebih dari enam dekade. Oleh karena itu, kehadiran negara melalui kebijakan afirmatif sangat diharapkan.

“Koperasi bukan sekadar instrumen ekonomi, melainkan pengejawantahan filosofi ekonomi Pancasila yang mengedepankan demokrasi ekonomi berbasis kekeluargaan,” imbuh Prof. Elita, menekankan peran penting koperasi dalam tatanan ekonomi bangsa.

Lebih lanjut, beliau mengusulkan agar revisi Undang-Undang Perkoperasian memasukkan klausul eksplisit yang menyatakan bahwa koperasi dapat memiliki tanah dengan status hak milik. Usulan ini juga mencakup mekanisme pengawasan dan peralihan hak yang diatur oleh Kementerian Koperasi. Prof. Elita menjelaskan bahwa dengan hak milik, koperasi akan memiliki landasan yang lebih kuat untuk mengembangkan usaha, memanfaatkan tanah sebagai jaminan, secara legal menerima redistribusi tanah, serta menjalankan fungsi sosialnya demi kesejahteraan anggota. “Ini adalah esensi dari reforma agraria yang sesungguhnya,” katanya penuh harap.

Dukungan terhadap aspirasi ini datang dari Anggota Panitia Kerja (Panja) RUU Perkoperasian DPR RI, Karmila Sari. Beliau menyatakan dukungan prinsip atas pengajuan hak milik tanah untuk koperasi dalam revisi UU Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, demi mewujudkan keadilan. “Kami secara prinsip mendukung pengajuan tanah untuk hak milik koperasi. Namun, penting untuk digarisbawahi agar hal ini tidak disalahgunakan,” ujarnya.

Karmila Sari menekankan perlunya pengaturan yang jelas dan terukur terkait status tanah milik koperasi, terutama dalam skenario pembubaran koperasi. Hal ini bertujuan untuk mencegah potensi konflik kepemilikan yang dapat merugikan anggota koperasi maupun masyarakat luas.

FGD penting ini diinisiasi oleh Forum Koperasi Indonesia (Forkopi) bersama Panja RUU Perkoperasian Badan Legislasi DPR RI. Acara tersebut dihadiri oleh sejumlah tokoh penting, termasuk perwakilan dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Tenaga Ahli Utama Kantor Komunikasi Kepresidenan Ujang Komarudin, serta perwakilan dari 13 elemen koperasi di seluruh Indonesia. Momentum ini diharapkan dapat menjadi langkah maju dalam memperkuat kedudukan hukum koperasi dan mewujudkan reforma agraria yang berkeadilan dan berkelanjutan bagi seluruh anggota koperasi dan masyarakat Indonesia. (RO/Aji)

pasang iklan di sini