octa vaganza

KOPERASI DAN ITSAR

Sewaktu menyambut hari koperasi yang pertama, Bung Hatta mengemukakan 7 pasal tugas koperasi, yaitu: (1) memperbanyak produksi berbagai rupa sehingga kepentingan rakyat lebih terjamin, (2) memperbaiki kualitas barang yang dihasilkan, baik barang barang buatan maupun barang tanaman seperti buah buahan, (3) memperbaiki distribusi, pembagian barang kepada rakyat, (4) memperbaiki harga yang menguntungkan bagi masyarakat, (5) menyingkirkan penghisapan si lintah darat atas badan rakyat yang miskin. Koperasi membebaskan utang, dan koperasi lumbung di saat sekarang sangat diperlukan, (6) memperkuat pemaduan kapital. Sungguhpun ini menjadi bertambah berat karena inflasi terbuka yang merajalela, tugas ini dilupakan sekejap mata dan terus dipikirkan cara pelaksanaannya, (7) memelihara lumbung simpanan padi atau mendorong supaya tiap tiap desa menghidupkan kembali lumbung desa (lihat buku Bung Hatta ‘Gerakan Koperasi dan Perekonomian Rakyat’ hal. 251, Penerbit LP3ES, 2018). 

Sekarang Indonesia sedang memperingati hari koperasi, 12 Juli, yang sudah berumur 75 tahun, sejak disahkan tahun 1947. Tujuh puluh lima tahun bukanlah waktu yang singkat untuk mengevaluasi koperasi Indonesia.  Apakah tugas tugas koperasi yang dikemukakan oleh Bung Hatta tersebut sudah dilaksanakan? Apakah ada yang belum? kalau sudah dilaksanakan, apakah hasilnya sudah memuaskan? 

Dari ketujuh tugas koperasi tersebut, semuanya tugas ekonomi, kecuali tugas ke-5 yang sifatnya ekonomi juga sosial, yaitu menyingkirkan penghisapan si lintah darat atas badan rakyat yang miskin.  Artinya, tugas koperasi tidak hanya tugas tugas ekonomi, tetapi juga tugas sosial.  Tulisan ini berupaya mengulas tugas sosial koperasi untuk menyingkirkan penghisapan si lintah darat.  

Lintah darat

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,  lintah darat adalah istilah yang ditujukan kepada   orang yang meminjamkan uang dengan bunga yang sangat tinggi.  Orang yang melakukan perbuatan tak terpuji ini dalam Islam disebut sebagai pemakan Riba; suatu perbuatan yang sangat dilarang sebagai termaktub dalam  Al Qur’an ( Al-Baqarah: 275) :  “… dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan RIBA…”.  Ayat ini  menunjukkan dengan sangat jelas kepada kita bahwa diantara pekerjaan-pekerjaan (kasabul ma’isyah) yang dilarang bagi umat Islam adalah memakan Riba. Bahkan secara makro, ekonomi yang ditumbuhkan dari riba, tidak akan berkembang, bahkan hancur.  “Allah menghancurkan ekonomi berbasis riba dan menyuburkan ekonomi berbasis sedekah” (QS Al-Baqarah[2]: 276). 

Orang yang memakan riba, diidentikkan dengan lintah, suatu hewan penghisap darah.  Artinya, Orang yang memakan riba, sesungguhnya adalah penghisap darah saudaranya.  Dia tidak peduli, bagaimana saudaranya berusaha, yang penting dia menikmati bunga yang sangat tinggi dari saudaranya. Orang seperti ini adalah orang yang benar benar egois.  Tidak ada rasa kasih dan sayang sedikitpun kepada saudaranya yang meminjam uang.  Mau untung, mau rugi, tak soal. Baginya, yang penting bunga yang tinggi itu dibayar, entah dengan cara apa membayarnya. Dalam prakteknya, orang yang terlibat riba ini, sampai-sampai menjual rumahnya untuk membayar utang yang bunganya sangat tinggi tersebut.  Yang anehnya, di beberapa tempat, lintah darat ini menamakan dirinya koperasi.

Pertanyaan yang paling penting untuk dijawab adalah, bagaimana menyingkirkan penghisapan dari si lintah darat?  Bangunlah Koperasi yang benar-benar koperasi.  Koperasi yang selain membangun ekonomi rakyat dan anggotanya, juga membangun sosial anggotanya.  Koperasi yang membebaskan utang, ketika anggotanya tidak mampu membayar utangnya.  Apakah ada koperasi seperti itu? Ada!

Itulah koperasi yang benar-benar koperasi.  Koperasi yang tidak sekedar mencari keuntungan, tetapi koperasi yang melayani kebutuhan anggota.  Menurut Bung Hatta, untuk menjalankan koperasi yang benar-benar koperasi, terdapat beberapa sifat sifat yang diperlukan, yaitu  (1) Rasa solidaritas, (2) Individualitas, (3) Kemauan dan kepercayaan kepada diri sendiri dalam persekutuan untuk melaksanakan self-help atau oto-aktivitas guna kepentingan bersama, (4) cinta kepada masyarakat, yang kepentingannya harus didahulukan dari kepentingan diri sendiri atau golongan sendiri, (5) rasa tanggungjawab  moril dan sosial.

Bung Hatta meletakkan kecintaan kepada masyarakat atau anggota, sebagai sifat yang diperlukan untuk mengembangkan koperasi.  Sifat ini mesti ada pada insan-insan koperasi, baik pengurus, pengawas, karyawan, maupun anggota koperasi.  Sifat mendahulukan orang lain daripada diri sendiri.  Sifat ini disebut ‘Itsar’ dalam Islam.   

Itsar

Allah berfirman dalam Al-Qur’an surat Al Hasyr [59] ayat 9 yang artinya “Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshor) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshor) ‘mencintai’ orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka (Anshor) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung.”

Ayat ini menceritakan sifat kaum muhajirin yang mendahulukan kaum anshar.  Itulah itsar, yang bermakna mendahulukan mereka yang butuh dari kebutuhannya sendiri, padahal dirinya juga sebenarnya butuh. Sifat ‘itsar’ ini benar-benar terdapat pada diri para sahabat.  Dalam hadits yang panjang, Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu menceritakan,  Ada seseorang yang mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (dalam keadaan lapar), lalu beliau  mengirim utusan ke para istri beliau.  Para istri Rasulullah  menjawab, “Kami tidak memiliki apa pun kecuali air”.  Rasulullah  bersabda, “Siapakah di antara kalian yang ingin menjamu orang ini?” Salah seorang kaum Anshar berseru, “Saya.”  Lalu orang Anshar ini membawa lelaki tadi ke rumah istrinya, (dan) ia berkata, “Muliakanlah tamu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam!” Istrinya menjawab, “Kami tidak memiliki apa pun kecuali jatah makanan untuk anak-anak.” Orang Anshar itu berkata, “Siapkanlah makananmu itu! Nyalakanlah lampu, dan tidurkanlah anak-anak kalau mereka minta makan malam!” Kemudian, wanita itu pun menyiapkan makanan, menyalakan lampu, dan menidurkan anak-anaknya.  Dia lalu bangkit, seakan hendak memperbaiki lampu dan memadamkannya. Kedua suami-istri ini memperlihatkan seakan mereka sedang makan. Setelah itu mereka tidur dalam keadaan lapar.  Keesokan harinya, ketika sang suami datang menghadap Rasulullah,   beliau bersabda, “Malam itu Allah tertawa dan  takjub dengan perilaku kalian berdua. Lalu Allah menurunkan ayat (yang artinya), “…Dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al-Hasyr: 9). (HR Bukhari, No: 3798).

Exit mobile version