octa vaganza

Koperasi BMI Role Model Praktik Berkoperasi Yang Benar

Koperasi harus menjadi alat melawan kapitalisme seperti diajarkan Bapak Koperasi Indonesia, Bung Hatta. Model BMI Syariah merupakan cara tepat untuk membumikan ekonomi berkeadilan.

Koperasi merupakan badan usaha yang dilaksanakan secara demokratis berbasis semangat gotong royong. Tujuannya bukan semata mencari keuntungan materi tetapi sosial dan pemberdayaan sebagai upaya pemerataan ekonomi berkeadilan. Hanya saja, dalam praktiknya banyak koperasi yang terjebak untuk mengejar keuntungan saja ala korporat dan semakin jauh dengan idealisme tersebut.

Kamaruddin Batubara, Presiden Direktur Koperasi BMI,  mengatakan, sudah saatnya koperasi kembali ke jalan yang benar sebagai alat untuk mencapai kesejahteraan bersama. “Pemerataan ekonomi hanya dapat diwujudkan melalui koperasi. Tidak ada pilihan lain, kecuali bagi mereka yang hanya mengejar keuntungan semata dan mengabadikan kemiskinan,” ujar Kamaruddin, biasa disapa Kambara.

Praktik berkoperasi yang benar, salah satu  cirinya adalah mendapat dukungan dari anggota dan memberdayakan usaha mereka. Ini hanya bisa dapat dilakukan jika anggota memiliki loyalitas terhadap koperasi. Strategi membangun loyalitas, kata Kambara, dimulai dari pondasi Koperasi Indonesia sebagaimana yang sudah digariskan Bapak Koperasi Indonesia, Mohammad Hatta.

Dalam Konferensi Ekonomi Jogjakarta 1946 dan Acara Gerakan Koperasi Indonesia (Gerkopin) 1966, Bung Hatta menyebut bahwa arah perekonomian di masa mendatang harusnya semakin jauh dari individualisme dan semakin dekat dengan kolektivisme yaitu sama sejahtera atau sejahtera bersama.

”Pembangunan Ekonomi Indonesia sesudah perang haruslah didasarkan kepada cita-cita tolong menolong. Ini sangat syariah sebenarnya.Ini pekerjaan rumah bagi kita untuk membuktikannya,” ujar Kambara.

Sementara pada 1966, Hatta berpidato bahwa cita-cita Koperasi Indonesia adalah menentang individualisme dan kapitalisme secara fundamental. Jika di luar negeri seperti di negara-negara Skandinavia, koperasi di sana hanya mengoreksi kapitalisme meski masih debatable. Tetapi di Indonesia, dengan dasar ekonomi Pancasila yang kerakyatan adalah berhadapan langsung melawan kapitalisme.

Idealisme ekonomi kerakyatan itu terwadahi dalam bentuk usaha koperasi. Pemahaman seperti inilah yang semestinya menjadi pola pikir para Pengurus Koperasi agar lembaga sokoguru ekonomi ini semakin bertaji.

Dengan basis semangat gotong royong dan kekeluargaan, militansi anggota terhadap koperasi niscaya akan tumbuh solid. Namun jika hanya berorientasi keuntungan finansial belaka dengan mengesampingkan fungsi sosial dan pemberdayaan anggota, maka koperasi tiada bedanya dengan korporasi. Bisa dikatakan itulah yang disebut koperasi abal-abal.

Kambara bukan sekadar berteori tetapi mempraktikannya di Koperasi BMI yang dipimpinnya. Melalui Model BMI Syariah, nilai dan idealisme berkoperasi tersebut dibumikan. Seperti diketahui, dalam Model BMI Syariah ada lima pilar pemberdayaan yaitu Ekonomi, Pendidikan, Kesehatan, Sosial dan Spitual. Kelima pilar itu diimplementasikan dalam lima instrumen yaitu Sedekah, Pinjaman, Pembiayaan, Simpanan dan Investasi. Keberhasilan Koperasi BMI menerapkan Model ini menginspirasi koperasi lain untuk mereplikasinya. “Model BMI Syariah menjadi arah baru gerakan koperasi untuk mewujudkan pemerataan ekonomi yang berkeadilan,” ungkap Kambara.

Keberhasilan Koperasi BMI dalam mengibarkan bendera usahanya tidaklah untuk dinikmati sendiri. Kambara terus mengedukasi publik tentang pentingnya praktik berkoperasi yang benar baik dilakukan secara online seperti webinar maupun offline dengan menjadi narasumber di pelatihan perkoperasian. Salah satunya dalam acara Peningkatan Kapasitas Koperasi Angkatan II yang diadakan oleh  Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM Kota Tangerang beberapa waktu lalu.

Dihadapan  peserta pelatihan yang merupakan pengurus koperasi kelurahan se Kota Tangareng, Kambara menekankan pentingnya peserta melakukan tindakan yang anti mainstream. Artinya, untuk bisa eksis, para pengurus harus jeli memanfaatkan semua potensi yang dimiliki. Dengan begitu, tidak asal meniru koperasi lain karena boleh jadi sumber dayanya memang berbeda.  “Kita wajib anti mainstream. Kita harus jeli melihat sekitar dan melakukan inovasi atau terobosan-terobosan yang baru. Meski di koperasi ibu-bapak hanya ada 30 orang, ajak buat usaha,” ujar Kambara.  

Dalam membangun koperasi juga membutuhkan modal yang cukup untuk menggerakkan dan meningkatkan seluruh bidang usahanya. Untuk itu, anggota koperasi harus lebih banyak berkorban tidak hanya modal, melainkan seluruh tenaga dan kemampuannya membangun koperasi. Ia mencontohkan saat membangun Koperasi BMI, bersama dengan pengurus lain terjun langsung  untuk mencari anggota.

Kambara menambahkan, untuk membangun koperasi harus dilandasi empat syarat, yakni niat, relasi (jaringan), prospek bisnis dan terakhir adalah modal. Keempat syarat itu perlu didukung dengan semangat. Ada tiga landasan semangat yaitu semangat mendirikan koperasi, menjalankan dan mengembangkan.

”Semangat mendirikan adalah bagaimana kita mencari cara untuk mewujudkan koperasi ini ada di tengah warga kelurahan kita. Lalu, semangat menjalankan adalah siapa yang akan mewujudkannya, dan terakhir adalah semangat mengembangkan, kita harus menyamakan persepsi kemana arah koperasi ini apa inovasi yang akan kita buat ke depan,” jelasnya.

Hibah Rumah Siap Huni

Kopsyah BMI merupakan koperasi yang tidak pernah luntur komitmennya  dalam menjalankan fungsi sosial dengan memfasilitasi kebutuhan anggota dan masyarakat, terutama mereka yang kurang mampu. Ini dilakukan dalam pemberian Hibah Rumah Siap Huni (HRSH). Menariknya, aktivitas sosial ini tetap dilakukan meski di tengah tekanan pandemi.

Seperti yang dialami Anih, warga Kampung Poncol, Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor yang belum lama ini mendapat rumah gratis dari Kopsyah BMI. Kondisi rumahnya yang kurang layak karena terbentur faktor ekonomi itu mendorong Kopsyah BMI untuk membangunkan satu unit rumah bagi perempuan yang ditinggal meninggal suaminya tersebut.

Kambara mengaku HRSH merupakan salah satu contoh dari kekuatan gotong royong para anggota Kopsyah BMI melalui instrumen zakat, infak, sedekah, dan wakaf (Ziswaf). “Dengan berkoperasi kita tidak sekadar mencari keuntungan, tapi meningkatkan kesejahteraan anggota dan masyarakat dengan cara apa, ya bergotong royong saling membantu,” katanya.

HRSH merupakan bentuk kepedulian Kopsyah BMI kepada anggota dan masyarakat. Dikatakannya, ZIS untuk Dhuafa yang diberikan sebesar Rp1.000 per minggu, bisa membantu kehidupan warga kurang mampu seperti Anih.

Jika saja praktik ini diterapkan oleh seluruh koperasi di Indonesia, niscaya tidak ada rumah-rumah layak huni yang terpaksa ditempati oleh masyarakat kurang mampu. Ini sekaligus membantu pemerintah dalam menyediakan kebutuhan pokok warganya agar bisa sejahtera.

Instrumen Ziswaf  merupakan manifestasi dari perintah Allah dalam Alquran Surat Al Hasyr ayat 7 yang arti bebasnya mengingatkan bahwa harta jangan hanya beredar di kalangan orang kaya saja. Koperasi BMI telah mempraktikan hal ini agar terjadi redistribusi kesejahteraan sesuai kurva normal. Ini membuktikan bahwa Koperasi BMI layak dijadikan panutan berkoperasi yang benar. (Kur).

Exit mobile version