
Oleh: Muhamad Fauzi
Koperasi Desa (Kopdes) Merah Putih merupakan salah satu inisiatif Presiden Prabowo yang lahir dari semangat membangun ekonomi desa berbasis gotong royong. Melalui pendekatan koperasi dengan misi sosial, program ini ditujukan untuk memperkuat fondasi ekonomi rakyat dari level paling bawah. Namun di balik idealisme tersebut, terdapat tantangan besar yang tidak bisa diabaikan—terutama menyangkut kompleksitas ekosistem ekonomi desa yang kini semakin padat dan beragam.
Dari keterbatasan sumber daya hingga persoalan kelembagaan, perjalanan Kopdes Merah Putih menjadi cerminan nyata bahwa koperasi bisa menjadi motor penggerak perubahan, tetapi tetap harus beradaptasi dengan dinamika lokal. Terlebih, ambisi membentuk 80 ribu koperasi dalam waktu singkat menuntut kesiapan yang tidak main-main.
Artikel ini mengulas misi sosial Kopdes Merah Putih sekaligus membedah tantangan dalam menciptakan ekosistem ekonomi desa yang inklusif dan berkelanjutan.
Koperasi Dibentuk oleh Anggota, Bukan Pemerintah
Secara prinsip, koperasi dibentuk oleh kehendak bebas para anggotanya, bukan atas inisiasi dari pemerintah. Hal ini ditegaskan oleh International Cooperative Alliance (ICA) dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Modal awal koperasi juga seyogianya berasal dari simpanan anggota—bukan hibah atau bantuan pemerintah.
Namun, dalam konteks Kopdes Merah Putih, pendekatan yang diambil lebih menyerupai skema “koperasi inisiasi pemerintah”. Pemerintah memfasilitasi pendirian koperasi—dari pelatihan, fasilitator, hingga kemungkinan bantuan modal awal. Meski tujuan akhirnya tetap koperasi yang mandiri, pendekatan semacam ini menimbulkan dilema.
Di satu sisi, kehadiran negara mempercepat terbentuknya koperasi di desa-desa miskin. Namun di sisi lain, jika ketergantungan terlalu besar, semangat swadaya anggota bisa luntur.
Sumber Dana Awal: Simpanan atau Bantuan?
Hingga saat ini, belum tersedia dokumen resmi yang merinci skema pembiayaan awal Kopdes Merah Putih. Namun jika merujuk pola program serupa di Kemenkop dan Kemendes PDTT, kemungkinan besar model pembiayaan awal meliputi:
- Dana fasilitasi awal dari APBN: pelatihan, pendampingan, operasional.
- Dana hibah terbatas atau dana bergulir (misalnya dari LPDB-KUMKM) untuk penguatan modal awal.
- Setelah itu, koperasi diharapkan bertumpu pada simpanan anggota dan kegiatan usaha produktif.
Pola ini menyerupai pendirian BMT di tahap awal, yang umumnya mendapat dukungan NGO atau pemerintah, sebelum akhirnya dilepas menjadi entitas yang mandiri.
Risiko Ketergantungan dan Lemahnya Kemandirian
Di sinilah letak tantangan utamanya. Jika Koperasi Desa Merah Putih tidak didesain untuk mandiri sejak awal, sejumlah risiko akan muncul:
- Koperasi tidak tumbuh dari kebutuhan dan kesadaran anggota.
- Pengelolaan dianggap milik pemerintah atau “proyek” semata.
- Kemandirian ekonomi sulit dicapai karena minimnya rasa memiliki.
Padahal, koperasi hanya akan bertahan lama bila:
- Anggota merasa memiliki dan percaya pada koperasi.
- Pengurus berasal dari warga lokal, bukan “titipan proyek”.
- Unit usaha menjawab kebutuhan nyata anggota.
Solusi: Transisi dari Fasilitasi Menuju Kemandirian
Agar Kopdes Merah Putih tidak menjadi koperasi proyek seperti yang banyak terjadi di masa lalu, beberapa langkah penting harus dilakukan:
- Mekanisme transisi yang jelas, misalnya bantuan hanya diberikan selama 1–2 tahun.
- Fasilitator hanya sebagai pendamping, bukan pengambil alih peran warga desa.
- Pelatihan kewirausahaan koperasi, termasuk simulasi usaha nyata.
- Audit transparan dan pelibatan anggota sejak fase awal pendirian.
Tantangan Lain: Ekosistem Ekonomi Desa Sudah Padat
Desa saat ini bukan ruang kosong. Sudah ada berbagai lembaga dan program ekonomi yang aktif, seperti:
- Bumdes dan Bumdesma
- Koperasi Simpan Pinjam (KSP)
- Program Mekaar PNM atau Kredit Ultra Mikro BRI
- Skema pembiayaan dari LPDB-KUMKM
- Program bansos seperti PKH, BPNT, dan lainnya
Jika tidak memiliki diferensiasi yang jelas, Kopdes Merah Putih hanya akan menambah tumpang tindih kebijakan dan membingungkan warga desa.
Peran Ideal Kopdes Merah Putih
Agar bisa berfungsi optimal, Kopdes Merah Putih perlu mengambil posisi yang unik dan relevan, yakni:
- Jembatan antara bantuan sosial dan kegiatan ekonomi produktif, misalnya mengelola simpan pinjam, warung koperasi, atau transportasi desa.
- Koperasi inklusif berbasis keluarga, melibatkan perempuan, pemuda, hingga lansia.
- Lembaga ekonomi berbasis gotong royong, yang mengedepankan transparansi dan partisipasi, bukan sekadar penyalur dana bantuan.
Penutup
Kopdes Merah Putih bisa saja difasilitasi oleh negara, namun tidak boleh selamanya bergantung padanya. Koperasi yang sehat tumbuh dari anggota, dibiayai oleh anggota, dan dijalankan demi kepentingan anggota.
Dengan strategi yang tepat, Kopdes Merah Putih bisa menjadi wajah baru koperasi desa—bukan sekadar alat distribusi bantuan, tapi sebagai penggerak ekonomi masa depan.
*) Muhamad Fauzi adalah wartawan Majalah Peluang dan Peluangnews.id