
Peluang News, Jakarta – Pakar microfinance dari Institut Koperasi Indonesia Ahmad Subagyo menilai program pembangunan Koperasi Desa di Indonesia, yang menjadi prioritas pemerintahan saat ini, memiliki potensi besar untuk memperkuat ekonomi pedesaan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Dengan strategi yang tepat dan implementasi yang efektif, dia meyakini koperasi desa dapat memacu pembangunan ekonomi pedesaan.
Namun, dia mengingatkan implementasi dari gagasan itu di lapangan tidak akan mudah. Banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Tantangan utama adalah keterbatasan kepemilikan tanah di desa dan pengelolaan koperasi tersebut membutuhkan kepemimpinan yang kuat.
“Koperasi desa punya potensi untuk menjadi pusat produktivitas pertanian Indonesia. Dengan fokus pada sektor pertanian dan peternakan, saya kira koperasi dapat meningkatkan efisiensi dan daya saing produk pertanian nasional,” ujarnya kepada Peluang, Minggu (9/3).
Hal ini sejalan dengan prinsip koperasi yang berbasis pada asas kekeluargaan, seperti yang tertuang dalam Pasal 33 ayat 3 UUD 1945, yang menekankan pentingnya kerja sama dan solidaritas dalam mengembangkan ekonomi masyarakat.
Pemerintah telah memutuskan untuk membangun 70.000 Koperasi Desa Merah Putih. Kopdes itu direncanakan bakal menjadi pusat perekonomian dan kegiatan desa. Koperasi ini tidak hanya berperan sebagai entitas tunggal, tetapi juga membangun ekosistem perekonomian desa.
Nantinya, kopdes itu akan berperan membeli seluruh hasil pertanian di desa untuk memperpendek rantai distribusi barang, menghilangkan tengkulak, serta mencegah warga terlibat pinjaman dari rentenir atau pinjaman daring.
Gagasan pendirian Koperasi Desa Merah Putih itu menimbulkan reaksi pro dan kontra di kalangan masyarakat, termasuk masyarakat perkoperasian.
Subagyo berharap koperasi desa dapat berperan sebagai penggerak inklusi keuangan dan ekonomi di pedesaan. Dengan prinsip keanggotaan sukarela dan terbuka, serta pengelolaan demokratis, koperasi dapat memberikan kesempatan bagi masyarakat pedesaan untuk berpartisipasi secara aktif dalam proses ekonomi.
“Pembagian sisa hasil usaha (SHU) secara adil juga memastikan bahwa keuntungan dari koperasi dapat dinikmati oleh seluruh anggota, sehingga meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan,” tambahnya.
Meski begitu, wakil rektor IKOPIN itu mengingatkan di balik potensi tersebut, terdapat beberapa tantangan yang perlu diatasi. Salah satu tantangan utama adalah kepemilikan tanah yang terbatas di kalangan masyarakat pedesaan, yaitu kurang dari 0,5 hektar per kepala keluarga.
Keterbatasan tersebut, lanjut Subagyo, memerlukan industrialisasi untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi, baik di sektor pertanian maupun peternakan. Industrialisasi ini dapat berupa pengembangan estate yang lebih modern dan efisien, sehingga mampu meningkatkan daya saing produk pertanian Indonesia di pasar global.
Selain itu, kepemimpinan yang kuat sangat diperlukan untuk menggerakkan koperasi desa agar menjadi mandiri, berdaya saing, dan berkelanjutan. Kepemimpinan yang efektif akan memastikan koperasi dijalankan secara profesional dan transparan, sehingga membangun kepercayaan di kalangan masyarakat dan investor, lanjutnya.