Data Climate Policy Initiative (CPI) Indonesia menunjukan baru 27% dari total komitmen keuangan berkelanjutan yang disalurkan perbankan untuk membiayai kegiatan ekonomi hijau.
Untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan, OJK mendorong industri jasa keuangan termasuk perbankan untuk menggenjot pembiayaan hijau. Ini lantaran kredit perbankan masih menjadi sumber pembiayaan terbesar bagi dunia usaha di Indonesia.
Seperti diketahui, OJK telah menerbitkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No. 51/POJK.03/2017 tentang Penerapan Keuangan Berkelanjutan bagi Lembaga Jasa Keuangan, Emiten, dan Perusahaan Publik. Regulasi ini “memaksa” industri yang dimaksud untuk terlibat lebih aktif dalam upaya melestarikan kehidupan di bumi.
Penerbitan regulasi itu penting karena dengan semakin banyaknya kucuran dana untuk industri yang lebih ramah lingkungan akan menopang pertumbuhan ekonomi berkualitas. Dalam banyak studi disebutkan, pertumbuhan ekonomi global dapat turun sebesar 11% akibat perubahan iklim yang ekstrem. Selain itu, pendapatan perkapita juga dimungkinkan turun hingga 20% sebagai dampak pemanasan global.
Namun sayangnya, komitmen perbankan dalam pembiayaan hijau masih terbilang kecil, baru mencapai 27% dari total komitmen keuangan berkelanjutan. Temuan itu disampaikan Climate Policy Initiative (CPI) Indonesia, organisasi nonprofit yang membantu pemerintah, bisnis, dan lembaga keuangan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan mengatasi perubahan iklim.
“Temuan CPI Indonesia menunjukkan bahwa, walaupun terus bertumbuh, porsi yang dialokasikan sektor perbankan untuk pendanaan 11 kategori hijau hanya sebesar 27%, sedangkan 73% diberikan untuk kegiatan sosial UMKM,” ungkap Tiza Mafira, Associate Director CPI Indonesia.
Oleh karenanya, diperlukan kontribusi yang lebih tinggi baik dari sektor perbankan dan lembaga jasa keuangan lainnya untuk mendorong pendanaan hijau di Indonesia. Terlebih, ancaman krisis iklim semakin meningkat dalam beberapa tahun terakhir.
Untuk diketahui, pembiayaan hijau bertujuan untuk menciptakan dan mendistribusikan produk dan layanan keuangan yang mendorong investasi lingkungan dan pembangunan berkelanjutan. Fokus utamanya adalah belanja modal dari industri keuangan untuk proyek atau pembangunan yang lebih ramah lingkungan.
Temuan CPI tersebut didasarkan pada Laporan Berkelanjutan yang dirilis oleh beberapa bank di Indonesia yang tergabung dalam Inisiatif Keuangan Berkelanjutan Indonesia (IKBI). Dalam risetnya, CPI menggunakan 11 kategori kinerja hijau antara lain energi terbarukan, sumber daya alam, keanekaragaman hayati, pengelolaan limbah, adaptasi perubahan iklim, transportasi dan bangunan.
Selain itu, dari 13 bank nasional dan asing yang tergabung dalam IKBI yang telah menyampaikan Laporan Berkelanjutan rutin sejak 2019-2021, sebanyak 83% sudah memenuhi seluruh pedoman Laporan Berkelanjutan sesuai dengan ketentuan POJK 51 dan 23% telah melakukan pengungkapan terkait iklim (Climate-related disclosure).
Sementara Senior Analyst CPI, Luthfyana Larasati mengungkapkan, berdasarkan Nationally Determined Contribution (NDC) 2021 total pendanaan iklim sampai 2030 ditargetkan sebesar Rp3.779 triliun. Ia menambahkan pendanaan iklim berdasarkan tren historis masih didominasi oleh public sektor sebesar 70%. Sedangkan dari private sektor atau industri pasar modal baru sekitar 30%. “Harapannya bisa ditingkatkan kontribusi dari private sektor untuk mencapai target pendanaan iklim Indonesia sampai 2030,” ungkap Luthfyana.
Pembiayaan Hijau Bank BUMN
Bank-bank BUMN berkomitmen untuk mendukung ekonomi hijau melalui pembiayaan yang disalurkan maupun aktivitas operasional lainnya. Salah satunya ditunjukan Bank BRI. Terdapat pencapaian pembiayaan hijau BRI saat ini, yakni portofolio pembiayaan yang diarahkan pada kegiatan usaha berkelanjutan atau environmental, social,and governance (ESG).
Sampai Maret 2022, BRI sudah menyalurkan pembiayaan sektor usaha berkelanjutan sebesar Rp639 triliun atau 65% dari portofolio kredit BRI. Untuk kredit sektor, yang berwawasan lingkungan atau proyek hijau mencapai Rp71,5 triliun.
Keseriusan BRI dalam mendukung pembiayaan hijau terlihat dari struktur organisasi dimana raja kredit UMKM ini memiliki divisi khusus yang menangani ESG. Divisi ini tanggung jawab menyusun perencanaan, menyusun implementasi hingga membuat standar untuk mengukur dan mengenal implementasi ESG.
Selain BRI, Bank Mandiri mengklaim telah menyalurkan pembiayaan hijau hampir sebesar Rp100 triliun sampai dengan kuartal I 2022. Pembiayaan tersebut banyak disalurkan kepada industri yang dalam proses bisnis lebih green friendly dan penggunaan energi terbarukan.
Bank Mandiri juga telah memiliki strategi untuk mendukung penerapan ekonomi hijau yang berbasis pada ESG yang terbagi dalam tiga pilar. Pertama, menjadi sustainable banking yang menyalurkan pendanaan dengan memerhatikan ESG. Ini didukung oleh nasabah besar Bank Mandiri yang sudah mulai melakukan pergeseran dengan semakin banyak inovasi yang mengurangi emisi dari pembakaran
Kedua, pilar sustainable operation, untuk mereduksi emisi karbon dari aktivitas bank. Bank Mandiri mulai merancang green office dan mengurangi penggunaan fosil dari kendaraan perusahaan. Ketiga, melakukan sustainable CSR dan inklusi keuangan untuk meningkatkan ekonomi kerakyatan.
Tidak ingin kalah dengan BRI dan Mandiri, Bank BNI pun mewujudkan komitmennya pada segmen green banking dengan menawarkan obligasi korporasi berwawasan lingkungan (green bond) sebanyak-banyaknya Rp5 triliun. Nantinya, dana yang terhimpun dari penerbitan green bond tersebut akan digunakan untuk pembiayaan proyek-proyek dalam kategori Kegiatan Usaha Berwawasan Lingkungan (KUBL).
Kategori KUBL antara lain proyek-proyek yang berkaitan dengan energi terbarukan, efisiensi energi, pengolahan sampah menjadi energi dan manajemen limbah, penggunaan sumber daya alam dan penggunaan tanah yang berkelanjutan, konservasi keanekaragaman hayati darat dan air, transportasi ramah lingkungan, pengelolaan air dan air limbah yang berkelanjutan, adaptasi perubahan iklim, gedung berwawasan lingkungan, serta pertanian berkelanjutan.
BNI telah menyusun Kerangka Kerja Green Bond (Green Bond Framework) yang didalamnya terdapat pengaturan mengenai mekanisme pemilihan proyek dan penggunaan dana serta mekanisme pelaporan yang diperoleh dari Penawaran Umum Green Bond. (Kur).