JAKARTA—-Koalisi Masyarakat Sipil yang tergabung dalam Kolaisi Tolak Holding Ultra Mikro menilai kebijakan holding ultra mikro mengingatkan pada kebijakan yang diambil saat masa pemerintah kolonial Belanda.
Koalisi ini khawatir ini khawatir rencana kebijakan holding ultra mikro hanya akan mematikan koperasi dan lembaga keuangan mikro milik masyarakat.
Koordinator koalisi ini Suroto mengingatkan dulu pemerintah Kolonial Belanda mengeluarkan kebijakan Hulp Spaarken Bank (yang kemudian menjadi cikal bakal BRI) untuk merespon kondisi kemiskinan masyarakat akibat kebijakan liberalisasi ekonomi akhir abad 19.
“Kebijakan Pemerintah Kolonial waktu itu ditujukan untuk mematikan ide koperasi yang ingin dikembangkan oleh masyarakat yang dimotori oleh anak muda idealis de Wolf Van Westerrode, Asisten Residen Purwokerto,” jelas Suroto dalam keterangan pers, Rabu (22/6/21) siang.
Suroto berpandangan seperti halnya di era kolonial, koperasi dan lembaga keuangan mikro milik masyarakat yang berkembang akan menjadi ancaman bagi elite pemerintah yang bermasalah.
Kondisi demikian tentu tidak diinginkan oleh sistem politik yang tidak menginginkan masyarakat yang berdaulat dalam bidang ekonomi.
“Tujuannya adalah untuk mematikan koperasi dan lembaga keuangan demokratis yang dimiliki masyarakat. Ini berbahaya sekali bagi fundamental ekonomi kita,” tambah Suroto.
Dia menyampaikan hal yang paling bermasalah dalam rencana holding ultra mikro adalah monopoli akses kredit yang nantinya bakal dikuasai kelembagaan ini.
Masyarakat akhirnya tidak memiliki banyak pilihan untuk mendapatkan akses kredit bila sewaktu-waktu terjadi krisis ekonomi. Kondisi seperti ini akhirnya hanya akan menyulitkan kehidupan masyarakat kecil.
“Padahal bank dan lembaga sejenisnya seringkali terlalu berhati hati, sehingga kerap kali tidak mau melayani masyarakat kecil. Holding Ultra Mikro hanya akan menguatkan kondisi demikian,” pungkasnya.