LOMBOK TIMUR—Pada 2016 setelah menyelesaikan studi S2 jurusan Pengelolaan Tanah dan Air di Universitas Brawijaya Malang, Amrullah Fiqri kembali ke kampung halamannya di Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat untuk mengabdi.
Dia melakukan eksplorasi lingkungan setempat dan menemukan produktivitas lahan sudah kritis di kawasan Suryawangi.
“Visi saya adalah mengurangi penggunaan pupuk kimia yang berlebihan dan memberikan edukasi ke petani dan pelaku pertanian setempat tentang manajemen pupuk sebenarnya,” ujar Amrullah kepada Peluang, melalui Whatsapp, Senin (29/3/21).
Amrullah pun mengumpulkan beberapa sarjana pertanian untuk membentuk sebuah teamwork. Mulanya dia buat percontohan budi daya cabai dengan menyediakan seluruh bahannya.
Dia pun mendirikan UKM Klinik Tani yang berbasis di Jalan TGH. M. Amin Ismail, Suryawangi, Labuhan Haji, Lombok Timur untuk mengembangkan potensi pertanian di kampung halamannya.
Akhirnya, tujuan utamanya pun berhasil tercapai. Kualitas lahan pertanian di sekitar kampung halamannya makin membaik. Terutama setelah Fiqri menggunakan pupuk organik hasil dari formula yang dibuat Fiqri bersama rekan-rekannya di Klinik Tani.
“Masalah kesulitan mendapat produk pertanian di wilayah kami pun ikut terselesaikan karena Klinik Tani ini juga memproduksi dengan volume cukup banyak,” cetus alumniProduk kami pasarkan di Lombok, Sumbawa, dan Bima Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya ini.
Sarjana Ilmu Tanah Universitas Mataram ini mampu menghasilkan pupuk organik sebanyak seribu karung per bulannya. Produk Linik Tani dipasarkan di Lombok, Sumbawa, dan Bima.
“Prospek pertanian di Lombok Timur besar, karena pusat pertanian NTB itu berada di Lombok Timur didukung oleh sumber daya alam yang melimpah,” ujar pria kelahiran 11 Juni 1990 ini.
Kerja keras rupanya dilirik Pertamina untuk menjadi binaan. Hasilnya produknya pun meningkat hingga 3 kali lipat menjadi 3 ribu karung/ bulan. Usahanya itu pun berimbas pada banyaknya lapangan pekerjaan yang disediakan. Hingga kini sudah ada 8 orang warga sekitar yang ia jadikan karyawan.
Meskipun demikian Amrullah mengungkapkan, omzet tidak menentu,khususnya pada masa pandemi. Terkadang bisa mencapai Rp50-100 juta per bulan, tergantung ketersediaan bahan dan musim tanam petani setempat
“Karena tim saya di lapangan adalah penyuluh swadaya, maka dengan hasil penjualan pupuk organik tersebut merupakan sebagai gaji/hak untuk kami peroleh. Rencananya kami akan mendirikan pabrik pupuk organik di sekitar pusat-pusat pertanian berskala kecil supaya petani bisa melihat langsung proses produksi dan semoga bisa bermanfaat bagi khalayak banyak,” tutup Amrullah (Van).