
Peluang News, Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menegaskan bahwa pemasangan Vessel Monitoring System (VMS) atau Sistem Pemantauan Kapal Perikanan (SPKP) terhadap kapal ikan tidak dipungut biaya apa pun, termasuk bebas dari pungutan pajak.
“Biaya pemasangan itu gratis. Kalau ada yang menarik biaya, laporkan ke saya. Serahkan namanya, itu ilegal,” tegas Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), Kementerian Kelautan dan Perikanan, Pung Nugroho Saksono (Ipunk), di Jakarta, Rabu (16/4).
Pernyataan ini disampaikan Ipunk menanggapi aksi unjuk rasa puluhan nelayan yang tergabung dalam Gerakan Bangkit Petani dan Nelayan Indonesia (Gerbang Tani) Jakarta di Dermaga T Pelabuhan Muara Angke, Penjaringan, Jakarta Utara, pada Minggu (13/4). Para nelayan memprotes kebijakan KKP yang mewajibkan pemasangan VMS di setiap kapal mereka.
“Kami menolak aturan ini dan meminta Presiden Prabowo menghapus kebijakan yang memberatkan seperti ini,” ujar Najirin, perwakilan nelayan Muara Angke.
Para nelayan mengaku dikenakan biaya hingga Rp17 juta untuk pemasangan VMS, serta pajak tahunan VMS sebesar Rp7 juta. Selain itu, pengurusan administrasi diklaim memerlukan biaya tambahan sebesar Rp1,1 juta dan pajak Rp6,6 juta.
Menanggapi hal tersebut, Ipunk menegaskan bahwa KKP tidak membebankan biaya pemasangan maupun pajak khusus VMS. Namun, ia menjelaskan bahwa pungutan tetap berlaku untuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) atas hasil tangkapan.
“Yang dikenakan pungutan adalah hasil tangkapan ikan, bukan VMS-nya,” kata Ipunk.
Saat ini, terdapat tujuh penyedia VMS yang telah terdaftar di KKP. Menurut Ipunk, harga perangkat dan biaya langganan (airtime) kini jauh lebih terjangkau dibanding sebelumnya.
“Dulu harga VMS berkisar antara Rp12 juta hingga Rp18 juta. Sekarang, karena kompetisi antarpemasok, harganya turun drastis. Ada yang menjual seharga Rp5,44 juta untuk perangkat dan Rp4,5 juta untuk airtime,” jelasnya.
Beberapa penyedia bahkan menawarkan perangkat VMS dengan harga di bawah Rp10 juta, sudah termasuk airtime. Ipunk menegaskan bahwa KKP tidak mewajibkan nelayan memilih jenis VMS tertentu.
“Nelayan bebas memilih perangkat VMS sesuai kebutuhan dan kemampuan. Sama seperti beli ponsel, alatnya satu, tapi paket pulsanya bisa beda,” tambahnya.
Penerapan VMS diatur melalui Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan yang telah diubah dengan UU Nomor 45 Tahun 2009 dan diperbarui dalam UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.
Berdasarkan data KKP, dari total 13.313 kapal perikanan yang memiliki izin dari pemerintah pusat, sebanyak 8.893 kapal telah memasang VMS. Sementara itu, sekitar 4.425 kapal yang juga telah berizin pusat belum melakukan pemasangan.
Pemasangan VMS bertujuan untuk memperbaiki tata kelola perikanan nasional, melindungi sumber daya ikan dari praktik penangkapan berlebihan (overfishing), serta mempercepat penanganan kecelakaan laut dan pengawasan lintas wilayah bersama instansi seperti TNI AL, Bakamla, dan Basarnas. (Aji)