
Peluang News, Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyampaikan, potensi karbon biru Indonesia saat ini sudah cukup besar dan diakui oleh dunia internasional.
Selain itu, Direktur Pendayagunaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Direktorat Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut KKP, Muhammad Yusuf mengungkapkan, Indonesia juga memiliki banyak hutan yang besar serta hidup di iklim tropis yang menguntungkan.
“Kalau untuk potensi karbon biru Indonesia itu sudab cukup besar, dunia sebenarnya mengakui. Jadi, beberapa kali paparan di dunia internasional itu selalu mengakui bahwa Indonesia negara besar,” kata Yusuf dalam konferensi pers di Kantor KKP, Jakarta Pusat, Kamis (6/5/2025).
“Kemudian, kita juga punya hutan besar, kita hidup di iklim tropis dan kita punya juga lamun dan mangrove yang sebenarnya lebih bagus hidup di iklim tropis,” imbuhnya.
Menurut Yusuf, potensi mangrove tersebut cukup besar, akan tetapi potensi dari kerusakan mangrove dan lamun juga cukup besar.
“Oleh sebab itu, kita harus bisa melakukan berbagai upaya untuk mengurangi kerusakan tadi dan memperbaiki yang telah rusak,” ucapnya.
Dia menjelaskan, upaya-upaya tersebut nantinya bertujuan agar dapat mengurangi kerusakan lamun serta mangrove di laut dan wilayah pesisir dalam rangka untuk mengurangi emisi melalui penyerapan emisi.
“Bahkan, hal itu juga dapat menjadi barter bagi Indonesia dengan negara-negara penghasil emisi yang tidak memiliki potensi karbon biru,” ungkap Yusuf.
“Upaya-upaya ini, kalau kita bisa misalnya mengurangi kerusakan lamun dan mangrove maka itu juga dianggap sebagai upaya apalagi melakukan rehabilitasi itu sebenarnya juga upaya,” lanjutnya.
Ketika ditanya mengenai keluarnya Amerika Serikat dari Paris Agreement atau Perjanjian Paris, khususnya di sektor kelautan, Yusuf memastikan bahwa Indonesia masih dan akan tetap mengacu kepada Paris Agreement.
Dia memastikan, keluarnya Negeri Paman Sam dari Perjanjian Paris itu tidak mempengaruhi isu perubahan iklim Indonesia dan menyatakan bahwa Perjanjian Paris itu merupakan kesepakatan iklim yang telah diikuti oleh sejumlah besar negara di dunia.
“Jadi, karena Paris Agreement adalah kesepakatan dunia, bukan kesepakatan Amerika maka keluarnya Amerika tidak mempengaruhi semua negara di dunia terkait isu perubahan iklim di Indonesia,” pungkasnya.