Peluangnews, Jakarta – Sampah merupakan masalah klasik yang bila tak ditangani dengan baik pasti menimbulkan masalah. Pada tahun 2019 KLHK mencatat jumlah timbulan sampah sebesar 67,8 juta ton/tahun yang terdiri dari sampah organik dengan porsentase sebesar 57%, sampah plastik sebesar 15%, sampah kertas sebesar 11% dan sampah lainnya sebesar 17%. Sebagian besar sampah berasal dari rumah tangga yang seringkali berakhir di TPA karena tidak dimanfaatkan.
Alasan itu yang mendorong sejumlah mahasiswa Universitas Trilogi melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN), di Desa Wisata Benteng, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Yakni dengan mengadakan sosialisasi program Diet Kantong Plastik dan Ecoenzim Bermanfaat atau disingkat Dikeplak Eman.
Dikeplak merupakan sosialisasi pengurangan penggunaan kantong plastic dan pembuangan sampah dilaksanakan kepada anak PAUD dan SD. Sedangkan Eman merupakan sosialisasi ecoenzim kepada ibu rumah tangga. Masing-masing singkatan mewakili target yang berbeda namun tetap dalam satu visi, yaitu pemanfaatan sampah dari aktivitas sehari-hari dengan baik untuk menjadi desa yang bersih.
“Sosialisasi dibentuk sebagai upaya kami meningkatkan partisipasi anak dalam kegiatan menjaga lingkungan anak TPQ Al Hikmah. Awalnya kami hanya membantu Ibu Nyai untuk mengajar pengajian anak-anak. Lalu kami melihat bahwa anak di TPQ juga bisa ikut serta dalam pengelolaan sampah untuk menjaga bumi sekaligus bentuk ibadah. Karena itu kami mengajak Bu Nyai selaku pemilik TPQ Al Hikmah membentuk kegiatan Dikeplak,” beber Dr. Dina Nurul Fitria, Dosen Pembimbing Lapangan KKN dan Kaprodi Agribisnis Universitas Trilogi, dalam keterangannya, yang dikutip pada Selasa (22/8/2023)
Pihaknya, jelas Dina, mengedukasi anak untuk mengurangi penggunaan kantong plastik dan cara membuang sampah lewat sosialisasi bertema “Bahaya Kantong Plastik Melalui Gerakan Diet Kantong Plastik (Dikeplak)”. Hal ini sebagai upaya memberikan pemahaman bagi anak dan remaja serta pendamping TPQ untuk mencintai diri dengan menjaga kebersihan dan mulai membiasakan diri “Dikeplak”.
“Kami tekankan pentingnya makna surat AL Ashr bahwa memanfaatkan waktu untuk kegiatan bermanfaat, dalam membiasakan diri tidak membuang dan membakar sampah sembarangan,” ujar Dina.
Anak-anak, menurut Dina, turut berperan penting dalam kegiatan pengurangan penggunaan kantong plastic dan menjaga alam tetap bersih. Hal seperti ini patut diajarkan sejak dini sehingga melekat sampai dewasa kelak. Kebiasaan baik harus dimulai sejak dini.
Mengubah Sampah Organik jadi Cairan Serbaguna
Sampah organic, ungkap Dina, lebih banyak terbuang daripada dimanfaatkan. Padahal jumlah sampah organic lebih banyak dibandingkan dengan sampah anorganik. Hal ini dapat dilihat pada kebiasaan membuang bekas potongan sayur atau buah ke tempat sampah. Sampah organic seperti kulit buah menghasilkan gas metana yang menambah efek rumah kaca pada bumi kita.
“Kami menyadari pentingnya mengajak masyarakat terutama ibu rumah tangga memanfaatkan sampah organic. Kelompok 6 KKN Universitas Trilogi mengadakan sosialisasi EMAN (Ecoenzim Bermanfaat). Kami berkolaborasi dengan Ibu Siti Maryam selaku aktivis Komunitas Ecoenzim Nusantara dan Ibu Yunengsih mengingat terbatasnya pengetahuan dan pengalaman kami mengenai ecoenzim,” ungkap Dina.
Yunengsih, lanjut Dina, merupakan ibu rumah tangga yang aktif dalam kegiatan desa dan sangat passionate bila berbicara seputar ecoenzim. Yunengsih mengetahui ‘cairan ajaib’ ini dari berbagai kegiatan komunitas dan workshop yang mengajarkan tentang ecoenzim. Dari situ ia tertarik untuk mempelajari dan membuat ecoenzim sendiri. Perealisasian produksi ecoenzim ini dipermudah dengan mendapat kulit buah dari tetangganya.
“Ibu Yunengsih biasa menggunakan ecoenzim untuk mengepel, mencuci piring, memupuk, dll. Mengetahui manfaatnya yang begitu banyak, beliau sempat mengajak tetangganya untuk ikut membuat eco enzim. Sayangnya ecoenzim dipandang sebelah mata, menganggap eco enzim sekadar ‘sampah’,” ucap Dina.
Peserta acara ini merupakan ibu rumah tangga sekitar RW 01 Desa Benteng, dengan pemateri dari aktivis komunitas ecoenzim Nusantara, Siti Maryam. Dalam paparannya, Siti Maryam menjelaskan seputar ecoenzim, termasuk potensi serta manfaatnya. Dimana cairan ecoenzim dan produk turunannya bisa menghasilkan seperti sabun, skincare, dan pupuk. “Eco enzim bukanlah produk yang dipatenkan dan tidak dikomersilkan. Hanya produk turunannya yang bisa kita paten dan komersilkan,” kata Siti Maryam.
Peserta juga ditunjukkan ecoenzim yang masih dalam proses fermentasi. Pada saat itu ecoenzim tumbuh jamur pitera, yang jarang didapati dalam proses fermentasi ecoenzim. Jamur pitera biasa dimanfaatkan sebagai bahan skincare. Di pasaran harganya bisa sampai jutaan rupiah, karena sedikit jumlahnya yang dihasilkan dalam sekali proses fermentasi ecoenzim.
“Kami juga mengadakan praktik pembuatan ecoenzim langsung. Para peserta sangat antusias terlihat dari banyaknya pertanyaan, mengamati dan mempraktikkan pembuatan ecoenzim,” tandasnya. (RO/Aji)