octa vaganza

Kisah Cletus Beru dan Desa Wisata Uma Uta

JAKARTA—-Sekitar 2010 Cletus Beru pulang ke kampung halamannya di Desa Uma Uta, Kecamatan Bola Kabupaten  Sikka setelah merantau ke Batam. Pada waktu itu pria kelahiran 1969 tertengun melihat anak-anak di kampungnya “kurang ajar”, tidak lagi mematuhi norma dan adat. 

“Mereka tidak lagi mendnegarkan orangtua bicara, berjoget  diidirngi musik dengan soundstystem yang suaranya menggelegar,” kata Cletus di sela acara Pekan Kain Nusantara di Sarinah, Selasa (29/10/19).

Cletus kemudian mendirikan  sanggar Doka Tawa Tana.  Tujuannyamempertahankan keberlanjutan nilai-nilai seni budaya yang bermanfaat bagi kehidupan masyarakat dan generasi mendatang agar tidak punah.

Tujuan itu bisa dicapai dengan berbagai  program dan rencana aksi nyata yang terus dilakukan hingga saat ini, di antaranya  melestarikan tradisi Tenun Ikat Sikka.  Hasilnya, desa berpenduduk sekitar dua ribu jiwa ini  menempati Terbaik Kelima dalam pengelolaan CBT (Community Based Tourism) Desa Wisata Tingkat Nasional.

“Biasanya wisatawan ramai datang April hingga November.  Sementara Desember hingga Maret cenderung sepi. Tetapi pada 3 Desember nanti kami akan kedatangan 90 wisatawan bule dari sebuah kapal pesiar,” ungkap Cletus.

Para wisatawan itu melihat dari dekat kegiatan menenun. Di desanya terdapat 150 perajin. Selain atraksi menenun  sanggar Doka Tawa Tana juga mempertunjukan  pementasan seni tari, musik gambus dan suling.

Sanggar itu juga mengadakan pelatihan pembuatan pewarna alam bagi anak-anak SLTP, SLTA dan remaja muda-mudi, membuat  suvenir  dari bahan lokal dan sarung pemuda usia angkatan kerja, hingga pendidikan tentang teknik dan tata krama menerima wisatawan.

“Ke depannya kami akan mengembangkan homestay, di mana wisatawan bisa menginap di rumah warga,” tutup Cletus (Irvan Sjafari).

Exit mobile version