Peluangnews, Jakarta – Pemerintah menaikan batas atas harga jual rumah tapak bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang mendapatkan fasilitas pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Penaikan tersebut dilakukan dengan pertimbangan kenaikan rerata biaya konstruksi sebesar 2,7% per tahun berdasarkan Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB).
Aturan itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 60/PMK.010/2023. PMK itu pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan ketersediaan rumah, meningkatkan akses pembiayaan bagi MBR, menjaga keterjangkauan rumah yang layak huni, serta menjaga keberlanjutan program dan fiskal.
PMK baru itu turut mengatur batasan harga jual maksimal rumah tapak yang diberikan pembebasan PPN menjadi antara Rp162 juta hingga Rp234 juta untuk tahun 2023 dan antara Rp166 juta hingga Rp240 juta untuk tahun 2024 untuk masing-masing zona. Di aturan sebelumnya, batasan maksimal harga rumah tapak yang dibebaskan PPN adalah antara Rp150,5 juta hingga Rp219 juta.
“Fasilitas pembebasan PPN ini ditujukan untuk mendukung penyediaan setidaknya 230.000 unit rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah yang ditargetkan oleh Pemerintah,” jelas Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu, seperti dikutip dari siaran pers, Minggu (18/6/2023).
Melalui PMK itu, setiap rumah mendapatkan fasilitas berupa pembebasan PPN sebesar 11% dari harga jual rumah tapak atau antara Rp16 juta hingga Rp24 juta untuk setiap unit rumah.
Fasilitas pembebasan PPN tersebut juga disebut bakal berdampak positif pada perekonomian nasional, termasuk terhadap investasi industri properti dan industri pendukungnya, penciptaan lapangan pekerjaan, dan peningkatan konsumsi masyarakat.
Sejak berlakunya Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) di 2010, kata Febrio, lebih dari dua juta MBR mendapatkan rumah subsidi. “Pembaruan fasilitas Pembebasan PPN ini menjadi instrumen pemerintah untuk menambah lagi jumlah rumah yang disubsidi sehingga lebih banyak masyarakat yang dapat membeli rumah layak huni dengan harga terjangkau,” jelasnya.
Selain dari sisi harga, pemerintah juga menjamin kelayakan hunian dengan mematok luas minimum bangunan rumah dan tanah yang diberi fasilitas. Terdapat lima persyaratan agar masyarakat dapat memanfaatkan fasilitas untuk rumah umum ini, yakni, luas bangunan antara 21-36 m2; luas tanah antara 60-200 m2; harga jual tidak melebihi batasan harga dalam PMK.
Syarat berikutnya yakni, merupakan rumah pertama yang dimiliki oleh orang pribadi yang termasuk dalam kriteria MBR, digunakan sendiri sebagai tempat tinggal, dan tidak dipindahtangankan dalam jangka waktu empat tahun sejak dimiliki; dan memiliki kode identitas rumah yang disediakan melalui aplikasi dari Kementerian PUPR atau BP Tapera.
Fasilitas pembebasan PPN juga diberikan untuk pondok boro bagi koperasi buruh, koperasi karyawan, pemerintah pusat, dan pemerintah daerah. Pemerintah juga membebaskan PPN untuk penyerahan asrama mahasiswa dan pelajar kepada universitas atau sekolah, Pemda dan atau Pemerintah pusat. Pembebasan PPN juga diberlakukan untuk penyerahan rumah pekerja oleh perusahaan kepada karyawannya sendiri dan tidak bersifat komersial.
Selain itu, pemerintah melalui Kementerian PUPR juga memberikan bantuan subsidi selisih bunga. Subsidi ini bertujuan agar MBR tetap dapat membayar cicilan rumah dengan tingkat bunga sebesar 5%. Dengan demikian, total manfaat yang akan diterima untuk setiap rumah subsidi selama masa pembayaran cicilan rumah dengan bantuan subsidi dan pembebasan PPN berkisar antara Rp187 juta hingga Rp270 juta. (Aji)