octa vaganza

Kilamba, Kota ‘Hantu’ di Angola

Fenomena kota ‘hantu’ yang banyak tersebar di Cina, Irlandia dan Spanyol kini mulai merambah ke Angola. Hanya dihuni segelintir manusia, meski tersedia  fasilitas perkotaan yang lengkap.

SEPERTI Emaar di Arab Saudi, Kota Kilamba di Angola pun dibagun dari nol. Nama lengkapnya Nova Cidade de Kilamba. Berdiri di atas area seluas 5.000 hektare. Dirancang untuk menampung 500.000 orang. Kota yang terletak 30 km dari ibukota Luanda ini dibangun dan dibiayai full oleh korporasi Cina, China International Trust and Investment Corporation (CITIC).

Dewasa ini, di Kilamba sudah berdiri 750 unit apartemen berlantai delapan, puluhan sekolah, 100 unit toko, stadion dan infrastruktur standar perkotaan lainnya. Selama tiga tahun CITIC berkutat di sana, mereka menghabiskan biaya US$3,5 miliar atau setara Rp45 triliun. Denga cara bagaimana Angola membayarnya? Bukan pakai dana cash, melainkan barter dengan minyak mentah kepada Beijing.

Tak syak lagi, Kilamba merupakan megaproyek terbesar Cina di Afrika. Semacam primadona dari sejumlah proyek yang pembangunannya dimonopoli korporasi Cina berupa kota-kota satelit di sekitar Luanda. Hanya saja, tak terlalu jelas bagaimana feasibility kota itu dirumuskan. Lebih tak jelas lagi jika dikonfirmasikan dengan daya beli masyarakat ibukota Angola yang populasinya 5,2 juta jiwa.

Apa pun realitasnya, tayangan pencitraan disuguhkan sedemikian elok. Dalam iklan dipertontonkan keluarga-keluarga Angola yang berbahagia. Mereka menikmati gaya hidup baru yang jauh dari debu dan hiruk pikuk Luanda yang dijejali jutaan orang dan menghuni sejumlah permukiman kumuh. Persis iklan (rencana) Kota Meikarta di Jawa Barat/lingkar luar selatan Jakarta, atau pulau-pulau reklamasi di Teluk Jakarta yang mereka jajakan di Hong Kong dan kota-kota besar Cina.

Kenyataan di lapangan berbanding terbalik dengan suasana gemah ripah dalam reklame. Kota Kilamba praktis kosong melompong. Di antara buktinya, dari 2.800 unit apartemen yang ditawarkan, hanya 220 unit (7,8%) yang terjual sejauh ini. Hampir tak dijumpai mobil melintas. Lebih sedikit lagi manusia berlalu lalang. Sedikit toko-toko sudah berpenghuni, itu pun umumnya toko-toko peralatan rumah tangga. Hanya ada satu pusat perbelanjaan yang terlihat di salah satu sudut kota.

Menurut wartawan BBC, Louise Redvers, setelah mengemudi selama 15 menit, dia tak bertemu siapa pun selain para pekerja Cina dan sedikit kehidupan di sebuah sekolah. Untuk sebuah kawasan baru yang lengkap dengan bangunan dan infrastrukturnya, tapi sepi peminat, Kilamba lahir sebagai sebuah kota ‘hantu’.

Mengapa sepi peminat? Masalah utamanya, harga apartemen-apartemen yang ditawarkan di Kilamba setinggi langit. Antara US$120.000 dan US$200.000. Jauh di luar jangkauan mayoritas rakyat Angola, yang berpendapatan kurang dari Rp20.000 per hari. Untuk dapat menghuni sebuah apartemen termurah, mereka harus menabung sedikitnya 216 tahun keseluruhan penghasilan.

Alih-alih meng-acc investasi tak bermanfaat macam itu, pemerintah semestinya memprioritaskan pembangunan rumah sederhana dan murah. Sebagian besar rakyat saat ini hidup di gubuk-gubuk tanpa air bersih, listrik, dan sanitasi yang memadai. Bahkan segelintir masyarakat kelas menengah di Luanda perlu berpikir dua-tiga kali untuk jadi penghuni di Nova Cidade de Kilamba. Rakyat Angola belum membutuhkan fasilitas semodern itu. Lompatan ala korporasi/pemerintah Cina itu rasanya kelewat jauh.●(dm)

Exit mobile version