
PeluangNews, Jakarta – Ketua Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (Banggar DPR) Said Abdullah mengungkapkan, RAPBN 2026 yang telah disetujui Sidang Paripurna DPR, kemarin, sebagai alat negara menghadapi dunia yang terus berubah.
Dunia, lanjut Said, kini terus menghadapi perang narasi, yang seolah tampak benar dan masuk akal tetapi sesungguhnya sedang menyamarkan kebohongan.
“Apakah APBN 2026 akan menjadi alat yang tangguh bagi pemerintah? Tentu itu akan kembali ke pemerintah sendiri,” kata politikus PDIP itu dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Rabu (24/9/2025).
Tetapi yang pasti, ucap Said, proses pembahasan RAPBN 2026 mulai dari Komisi I sampai XIII, dan bermuara di Banggar DPR telah melalui proses yang mendalam.
Dia menegaskan, tidak ada karya yang sempurna, apalagi karya manusia, akan tetapi pihaknya terus berupaya maksimal menjadikan RAPBN 2026 menjadi karya yang menjawab tantangan menjadi peluang.
Untuk itu, Said berharap pemerintah perlu gesit, kreatif, dan inovatif memanfaatkan kekuatan fiskal pada RAPBN 2026.
Dalam membahas RAPBN 2026, katanya, Banggar DPR tidak hanyut oleh berjubelnya berbagai narasi, tetapi dipilah terlebih dahulu antara pikiran yang autentik-konstruktif dan yang sekadar bombastis.
“Banyak pemikir tangguh di dalam lembaga terhormat ini. Para legislator hebat itu menggawangi imanensi agar akal budi tetap menyala,” ujarnya.
Said menambahkan, pemikiran tersebut merupakan salah satu upaya kecil dari DPR agar tetap ada sinar kepercayaan dari publik, meskipun sinar itu belum terang karena kabut tebal narasi negatif yang diterima lembaga berulang-ulang.
Kendati demikian, Said meyakini, seperti yang disampaikan oleh Filsuf Romawi Marcus Aurelius dan Seneca, strategi perang narasi yang menggiring dan mengaduk-aduk perasaan publik serta lemahnya akal budi sebagai alat uji akan runtuh dengan sendirinya.
Di sisi lain, dia mengajak seluruh anggota DPR RI untuk terus menyalakan akal budi sambil terus bermawas diri.
Terhadap pembahasan RAPBN 2026, Said Abdullah mengatakan seluruh fraksi DPR RI menyatakan persetujuannya. Berdasarkan keputusan rapat, belanja negara pada 2026 ditetapkan sebesar Rp3.842,72 triliun.
Anggaran itu terdiri atas belanja pemerintah pusat Rp3.149,73 triliun dan transfer ke daerah Rp692,99 triliun.
Rinciannya, belanja kementerian/lembaga (k/l) mencapai Rp1.510,55 triliun, sedangkan belanja non-k/l sebesar Rp1.639,19 triliun.
Sementara itu, pendapatan negara ditargetkan sebesar Rp3.153,58 triliun, terdiri dari penerimaan perpajakan Rp2.693,71 triliun, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Rp459,2 triliun, dan hibah Rp660 miliar.
Dengan postur tersebut, RAPBN 2026 diproyeksikan mengalami defisit Rp698,15 triliun atau setara 2,68% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), dengan pembiayaan yang ditargetkan sama dengan defisit, yakni Rp689,15 triliun. Di sisi lain, keseimbangan primer dipatok sebesar Rp89,71 triliun.
DPR juga menyepakati sejumlah asumsi makro APBN 2026, di antaranya pertumbuhan ekonomi sebesar 5,4% persen, inflasi yang akan dijaga pada level 2,5, serta nilai tukar Rp16.500 per dolar Amerika Serikat.
Pada Selasa (23/9/2025), DPR RI mengesahkan RUU APBN 2026 menjadi undang-undang.
Pengesahan dilakukan setelah Ketua DPR RI Puan Maharani mendengarkan sikap seluruh fraksi dalam pembahasan tingkat II pada sidang paripurna ke-5 masa persidangan 1 Tahun Sidang 2025-2026. []