hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza

Ketika Warung Tegal Naik Kelas

JAKARTA-—Siapa bilang menjalankan usaha Warung Tegal tidak bisa naik kelas.  Tengok pengalaman Sumiarsih, 48 tahun.  Ibu rumah tangga ini membuka wartegnya di kawasan Stasiun Gambir pada 2013  dengan modal Rp5 jutaan.

Sumarsih meninggalkan pekerjaannya sebagai karyawan sebuah perusahaan Korea Selatan karena yakin bisa berdiari dengan berwirausaha. Naluri ibu dua anak ini benar, dengan omzet Rp10 jutaan per bulan, penghasilannya lebih dari cukup.

Setelah empat tahun di Stasiun Gambir, Warteg kena gusur karena lahannya digunakan untuk parkir. Ibu Sumiarsih pindah ke Kementerian Kelautan dan Perikanan. Di sini rezekinya juga mengalir lancar. Omzetnya melonjak hingga Rp50 juta per bulan dengan delapan karyawan.

“Resep saya hanya menjaga makanan tetap segar, yaitu masakan sudah siap satu jam sebelum makan siang, hingga saya juga dipercaya untuk mengisi katering di instansi di sekitar KKP,” kenang Sumiarsih ketika dihubungi Peluang, Senin (20/7/20).

Pada 2017, Sumiarsih  pindah ke kawasan Matraman. Ketekunannya dilirik oleh Wahyoo, sebuah perusahaan rintisan yang menawarkan platform jasa bagi pengusaha warung makan yang menyediakan berbagai layanan, seperti penjualan pulsa, edukasi usaha katering, program asistensi bisnis, hingga standardisasi kebersihan tempat usaha.

Sumiarsih mendapat tempat di Menara Sequis Sudirman, sebuah tempat bergengsi. Di samping itu dia tetap mengelola wartegnya di kawasan Matraman, Jakarta Timur. 

Wahyoo juga membantunya melakukan diversifikasi usaha dengan fasilitas gerobak dengan menu. Ayam Goreng Tajir. Dengan usaha warteg dan gerai ayam goreng ini Sumiarsih malah meminta suaminya untuk ikut membantu usahanya dan mengundurkan diri dari usahanya.

“Omzet dari warteg di Menara Sequis saja mencapai Rp10 juta,  belum lagi dari gerai ayam goreng dan cabang Matraman,” ucap Sumiarsih dengan rasa syukur.

Selain Sumiarsih, Sutiwas, 45 tahun  juga pengusaha warteg yang naik kelas. Sejak 1992 dia mulai buka warteg di kawasan Cilandak, Jakarta Selatan dengan nama Warteg Elliyah. 

Usahanya berkembang, dengan menu dua puluhan macam, dia meraup omzet Rp7-8 juta.  Seperti halnya Sumiarsih, Suti menyebutan resepnya menu harus lengkap dan kesegaran maanan terjaga.

Pada 20i7 Sutiwas dilirik oleh Wahyoo yang menawarkan jasa pembelian bahan makanan mulai dari beras dan sayur-sayuran. Kalau sebelumnya, Suti harus berbelanja ke pasar tradisional, kini dia cukup memesan secara digital. Otomatis biaya belanja dapat dipangkas.

“Selain itu saya mendapatkan beras berkualitas, sementara kalau di pasar tradisional belum tentu,” ucap dia.

Suti seperti halnya Sumiarsih juga dibantu menata wartegnya sesuai protokol kesehatan. Selain fasilitas cuci tangan, ada aca pembatasan hingga antar pembeli ada jarak.  Tentunya wartegnya harus direnovasi. Dia juga mendapatkan akses menggunakan jasa JNE.

Berkat usaha wartegnya, sekalipun sudah menjadi orangtua tunggal, Suti mampu membuat membiayai sekolah anaknya. Dua di antaranya di perguruan tinggi.

“Kini kami berencana untuk membidik pasar daring, doakan saja,” tutupnya (Irvan Sjafari).   

pasang iklan di sini