JAKARTA—Selama 2020 industri makanan dan minuman (mamin) tetap tumbuh positif sebesar 1,66 persen dengan kontribusinya terhadap PDB industri pengolahan non-migas mencapai 38,29 persen. Sementara kontribusinya terhadap PDB nasional sebesar 6,85 persen.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengakui industri mamin menjadi andalan dalam memacu pertumbuhan sektor manufaktur dan ekonomi nasional. Di masa pandemi Covid-19, industri mamin juga menjadi sektor strategis dalam memenuhi kebutuhan masyarakat.
“Sehingga industri mamin menjadi industri prioritas yang dikembangkan,” kata Agus Gumiwang di Jakarta, Senin (8/2/21).
Guna mendorong industri mamin agar perannya semakin meningkat di dalam perekonomian nasional, salah satu upayanya adalah menjamin ketersediaan bahan baku. Langkah untuk menjaga keberlagsungan usaha ini diyakini akan mendongrak produktivitas dan daya saing sektor tersebut.
Sebagai upaya untuk menjamin ketersediaan bahan baku industri, khususnya industri mamin, pada saat ini sedang dibahas Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) turunan Undang-Undang Nomor 11 tentang Cipta Kerja sektor Perindustrian, yang di dalamnya juga memuat pengaturan tentang jaminan ketersediaan bahan baku untuk industri.
Menurut Agus, jaminan bahan baku bagi industri pangan termasuk yang menjadi fokus pengaturan dalam RPP tersebut. Ketersediaan bahan baku baik dari dalam maupun luar negeri akan dibahas berdasarkan neraca komoditas yang di dalamnya. \
Pembahasan melibatkan semua kementerian dan lembaga terkait dari hulu sampai hilir, yangg dikoordinasikan oleh kementeriaan Koordinasi Bidang Perekonomian.
“Kebutuhan bahan baku atau bahan penolong untuk industri makanan, termasuk di dalamnya gula, berdasarkan neraca komoditas terlebih dahulu harus dilakukan verifikasi baik dari sisi suplai maupun demand, sehingga akan didapatkan data kebutuhan bahan baku yang akurat dan akuntabel,” tegasnya.
Di samping itu, dalam rangka menjamin ketersediaan bahan baku gula bagi industri mamin diperlukan pengaturan produksi bagi industri gula yang memproduksi gula kristal rafinasi untuk industri mamin dan untuk mendorong peningkatan produksi gula kristal putih untuk konsumsi.
Pengaturan ini diperlukan agar masing-masing industri fokus untuk berproduksi sesuai dengan bidang usahanya masing-masing.
“Pabrik gula rafinasi untuk memenuhi GKR industri mamin dan pabrik gula basis tebu untuk memenuhi gula kristal putih untuk konsumsi dalam rangka swasembada gula,” pungkasnya.
Pengaturan produksi pada pabrik gula basis tebu diperlukan mengingat kebutuhan gula konsumsi yang semakin meningkat sejalan dengan pertumbuhan jumlah penduduk. Kemenperin mencatat kebutuhan gula konsumsi saat ini sebesar 2,8 juta ton, sementara produksi dalam negeri baru mencapai 2,1 juta ton.
Produksi gula dalam negeri pada 2015-2020 menurun dari 2,5 juta ton menjadi 2,1 juta ton, padahal pada rentang tahun yang sama telah berdiri sebanyak kurang lebih tujuh pabrik gula berbasis tebu, antara lain PT. Kebun Tebu Mas, PT. Sukses Mantap Sejahtera, PT. Adikarya Gemilang, PT. Industri Gula Glenmore, PT. Pratama Nusantara Sakti, PT. Rejoso Manis Indo dan PT. Prima Alam Gemilang, dengan kapasitas terpasang yang rata-rata cukup besar antara 8.000 – 12.000 TCD.