hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza
Opini  

KETERGANTUNGAN BARU YANG TAK KUNJUNG BERAKHIR

Sempat beredar berita bahwa Perum Bulog tidak menolak kenyataan ketergantungan pangan Indonesia yang cukup besar. Sebenarnya kalau Ketua Bulog meyakini adanya kartel yang memonopoli pangan Indonesia, terutama dalam bidang impor pangan, ya Pemerintah atau BULOG harus menangkap saja kartel-kartel monopolis tersebut. Bukankah ada peraturan hukumnya, terutama dalam Undang-Undang tentang Persaingan Usaha (KPPU).

Kita telah mendengar di zaman Orba, meskipun telah ada Bulog yang memonopoli pangan dan impor pangan, tetapi di belakangnya yang berperan adalah para Taipan seperti Liem Sioe Liong, Go Swie Kie, dan seterusnya dan seterusnya.

Sistem perundang-undangan mengenai pangan sepertinya melanggengkan kartel-kartel ini. Banyak yang berpendapat bahwa kartel-kartel itu keberadaaannya berkaitan dengan keberadaan dan kepentingan partai-partai politik yang sedang berkiprah saling memperebutkan kekuasaan politik. Bila ini benar, maka ini merupakan suatu kanker ganas dalam dunia pangan di Indonesia. Diperlukan suatu tekad politik dari para elit penguasa untuk menyelamatkan apa yang disebut di Konstitusi kita sebagai “hajat hidup orang banyak”.

Kita selalu diingatkan oleh para founding fathers kita, bahwa Konstitusi kita telah menegaskan: “Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara”.“kalau tidak tampuk produksi jatuh ke tangan orang-seorang yang berkuasa dan rakyat yang banyak ditidasinya. Hanya  persahaan yang tidak menguasai hajat hidup orang yang banyak boleh ada ditangan orang seorang. …” Itulah imperativisme konstitusional yang tidak boleh ditawar.

Jelas kartel adalah semacam badan usaha dari “orang-seorang yang berkuasa” seperti dimaksudkan oleh Konstitusi kita itu. Dalam hal beras saja misalnya, kartel telah merugikan petani-petani sebagai produsen beras dalam negeri melalui kebutuhan sarana proses produksi pertanian mereka, permainan harga beras/padi, dst. Rakyat konsumen beras menderita terpojok-pojok oleh permainan harga dari para kartel monopolis.

Sudah lama terpikirkan koperasi petani beras harus mutlak diperankan, difasilitasi dan dilindungi keberadaannya oleh Negara, dan BULOG seharusnya bermitra dengan koperasi petani dalam mengambil-oper peran kartel. Dengan demikian itu BULOG yang memegang monopoli perberasan di dalam-negeri. Demikian pula selanjutnya peran BULOG dalam mengendalikan pangan di Indonesia.

Menjelang akhir hayatnya, Bung Hatta menyampaikan kegundahan beliau: “Pada masa akhir-akhir ini, negara kita masih berdassrkan Pancasila dan UUD 1945, tetapi perekonomian di bawah pengaruh teknokrat-teknokrat kita sekarang, sering menyimpang dari dasar itu. Politik liberalisme sering dipakai sebagai pedoman. Barang-barang yang penting bagi kehidupan rakyat tidak menjadi monopoli Pemerintah, tetapi dimonopoli oleh orang-orang Cina.”

Yang sangat memprihatinkan adalah tidak adanya kesadaran kita bersama, bahwa saat ini liberalisme dan kapitalisme telah dipelihara oleh pemerintahan Negara kita. Pangan untuk rakyat dikelola secara liberal, 94% dikuasai kartel-kartel kapitalis pemburu rente-ekonomi. Ini bertentangan dengan Konstitusi kita.

pasang iklan di sini