JAKARTA—-Kabupaten Garut tidak hanya kondang dengan dodol, tetapi juga kerajinan berbahan dasar kulit. Kerajinan ini telah berkembang sejak tahun 1920-an. Ketersedian bahan dari kulit domba yang banyak terdapat di Garut menjadikan kerajinan hidup. Sekalipun sudah banyak pelakunya, wirausaha kerajinan kulit belum menunjukan titik jenuhnya.
Cecep Yusup adalah salah seorang di antaranya. Pria kelahiran 1982 ini sudah sepuluh tahun menjadi karyawan Astra di Jakarta, terpanggil hatinya untuk pulang kampung memberikan lapangan kerja. Dengan modal Rp100 juta,dari hasil tabungannya selama bekerja, Cecep membangun kerajinan kulit dengan brand Sabda pada 2008.
“Saya masih melihat peluang dan prospek masih bagus. Apalagi selama bekerja saya sudah mempunyai jaringan dan saya memasarkan secara daring (online),” ujar Cecep ketika ditemui Peluang dalam ajang Apkasi Otonomi Expo, Jumat (5/7).
Nalurinya benar. Stand Kabupaten Garut banyak diserbu kaum hawa, sehingga Cecep kewalahan. Paling sedikit sepuluh kaum hawa yang membeli aneka produk boleh dari dompet hingga tas. Selain itu Sabda memproduksi sepatu, sandal dan jaket.
Omzet yang diraupnya rata-rata Rp50 juta per bulan. Sekalipun dua tahun terakhir ini penjualan kurang bagus seiring dengan menurunnya daya beli masyarakat. Menurut dia kerajinan kulit Garut terlalu mengandalkan kunjungan wisatawan, sekalipun dari sisi perhatian Pemkab Garut sudah bagus.
“Saya diberi akses ikut pameran. Selain Apkasi Expo 2019, saya pernah diberi kesempatan ikut pameran di Singapura,” ungkap Cecep.
Menurut dia kerajinan kulit Garut tidak terganggu banjirnya produk impor dari Tiongkok. Sebab produknya terbuat dari kulit asli dan kualitasnya bagus. Produk Tiongkok murah, tetapi bukan dari bahan kulit asli.
“Kami tetap optimis, karena kami punya segmen sendiri,” pungkasnya (Irvan Sjafari).