JAKARTA—Selalu saja ada cobaan yang dihadapi banyak usaha kuliner pada masa pandemi Covid-19 ini. Setelah sedikit bisa bernafas karena pelonggaran PPKM, selama beberapa waktu, namun beberapa bulan terakhir, cobaan lain menerpa para pengusaha kuliner.
Cobaan pertama datang dari minyak goreng harganya melejit dan kalaupun harganya diturunkan, sukar dicari. Abdul Harris, seorang pedagang nasi uduk di kawasan Jakarta Utara harus antri di swalayan modern hingga minimarket. Itu pun kalau dapat.
Kini dia harus pula menghadapi dampak kenaikan harga kedelai mengakibatkan harga tahu dan tempe sebagai salah satu lauk wajib dari nasi uduk. Abdul Harris bahkan sulit mendapatkan tahu dan tempe dalam beberapa hari terakhir ini. Kalaupun dapat naik 25%.
“Demo menentang kenaikan harga? Mengapa selalu terjadi? Memangnya tidak ada mekanisme yang lebih simple?” keluhnya ketik dihubungi Peluang, Senin (21/2/22).
Abdul Harris menyampaikan walaupun biaya produksi terus membengkak, para pelaku kuliner seperti dirinya tidak bisa menaikkan harga. Selama dua tahun ini dia tetap mempertahankan harga nasi uduknya agar masih bisa terjangkau pembeli.
Sementara Ketua Koperasi Warteg Nusantara Mukroni menyampaikan kenaikan harga tahu dan tempe sangat memberatkan, karena usaha kami dalam masa pandemi banyak yang tutup. Sementara daya beli masyarakat belum pulih.
“Tahu dan tempe ini alternatif masyarakat makan yang berdaya beli lemah yang tidak bisa membeli lauk ikan, daging. Sementara pedagang warteg tidak tega menaikkan harga. Makanya kita mensisatinya mengecilkan ukuran, bisa-bisa ukuran setipis ATM,” ujar Mukroni.
Namun yang terpenting pemerintah segera bertindak dan mengeluarkan kebijakan untuk menstabilkan harga, baik minyak goreng, maupun kedelai, sebab berimbas pada harag tahu dan tempe. Bagi pengusaha kuliner mikro minyak goreng, hingga tahu dan tempe adalah bahan pokok yang penting.
“Karena itu kami meminta pejabat yang tidak kompeten untuk menstabilkan harga agar legowo mengundurkan diri, karena ini sudah menyangkut kepentingan masyarakat bawah,” ucap dia dalam pernyataan persnya.
Para pedagang makanan kaki lima yang ditemui Peluang, mengaku belum mau menaikan harga. Untuk berapa hari ini mereka sudah mengetahui adanya pemogokan hingga sudah menyetoknya untuk kebutuhan pelanggan. Cuma pertanyaan, berapa lama bisa bertahan?
“Kalau sampai tiga hari kami nggak mampu karena tahu dan tempe itu cepat busuk dan persediaan hanya bisa untuk hari ini (Senin). Sementara besok sudah tidak menyediakan tahu dan tempe lagi,” ujar pemilik warung makan di kawasan Cinere. Depok, Jawa Barat ini.
Hal senada juga dinyatakan Abi, seorang pedagang tahu dan tempe goreng keliling yang beruntung masih menyetok tahu dan tempe karena pelanggan tahunya masih baik hati menjual produknya, entah sampai kapan. Dia pun tidak tahu apakah akan menaikan harga gorengan juga, kalau harga tahu dan tempe dinaikkan (Irvan).