hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza

Kemitraan Usaha Besar dengan UMKM BUMDes Jadi Role Model

Jakarta (Peluang) : Usaha mikro kecil menengah (UMKM) yang ada di BUMDes digali potensinya untuk masuk rantai pasok industri. 

Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (MenKopUKM) Teten Masduki menegaskan, UMKM yang maju dan berkembang adalah UMKM yang mampu bermitra serta menjadi bagian dari rantai pasok industri atau usaha besar.

Seperti halnya di Kudus, Jawa Tengah, dikatakan Teten tercipta kemitraan antara PT Djarum dengan UMKM yang ada di Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)

“Kemitraan usaha ini bisa dijadikan semacam role model,” ujar Teten dalam rilisnya, Senin (7/11/2022). 

MenKopUKM berharap BUMDes bisa menggali potensi yang dimiliki desanya masing-masing, baik itu dari sumber daya manusia (SDM) maupun sumber daya alamnya. 

“Dengan begitu, BUMDes bisa menjadi bagian dari rantai pasok industri,” ujar Teten.

Terpenting kata Teten, untuk masuk ke skala ekonomi bagi para pelaku usaha yang tergabung dalam BUMDes. Maka itu, perlu yang namanya korporatisasi usaha, sehingga tidak berjalan sendiri-sendiri. UMKM bisa dikonsolidasi usahanya ke dalam BUMDes atau koperasi.

Teten mencontohkan model korporatisasi petani melalui koperasi berhasil dilaksanakan di Ciweday, Bandung, Jawa Barat. Di dalamnya, koperasi menggabungkan usaha-usaha kecil perorangan hingga masuk skala ekonomi.

“Petani-petani berlahan sempit, sekitar 0,5 hektare, tidak mungkin mampu menciptakan pertanian yang efisien dan menguntungkan,” kata Teten.

Contoh lain, sebut Teten lagi, yaitu di Lampung, koperasi membangun kebun pisang seluas 400 hektare dengan melibatkan sekitar 1000 petani. 

Bahkan, sudah ada offtaker-nya yang membuat pendapatan petani juga meningkat berkali lipat dibandingkan jika dikelola sendiri-sendiri.

“BUMDes juga bisa melakukan konsolidasi petani, peternak, perajin, hingga UMKM. Konsolidasikan produk mereka yang sejenis ke dalam satu brand atau merek saja. Tujuannya, agar diantara pelaku usaha kecil tidak saling bersaing satu sama lain,” ungkap Teten.

Terkait aspek legalitas, MeKopUKM mendorong pelaku usaha mikro dan kecil (UMK) harus berbadan hukum (formal), jangan lagi informal.

“Kemudahan berusaha akan terus kita permudah. Saat ini, cukup dengan Nomor Induk Berusaha (NIB), maka sudah bisa mengakses sertifikasi halal, izin edar dari BPOM, hingga akses ke pembiayaan,” tambahnya.

Teten juga mengajak BUMDes untuk masuk ke teknologi digital, baik dari sisi pemasaran maupun tata kelola usaha, termasuk laporan keuangan.

Menurutnya, membenahi tata kelola usaha ke digital agar bisa meraih credit scoring untuk mengakses kredit perbankan. 

“Dengan digital, tergambar jelas track record usaha yang dijalankan. Model bisnis UMKM seperti ini yang harus terus diperbaiki,” imbuhnya.

Deputy General Manager PT Djarum Achmad Budiharto menjelaskan, ada sekitar 60-an BUMDes dari 123 desa yang ada di wilayah Kudus. Sebanyak 44 BUMDes diantaranya sudah memiliki legalitas atau berbadan hukum.

Namun demikian menurut Achmad, masih terdapat beberapa kendala yang dihadapi para BUMDes tersebut. Di antaranya, terkait tata kelola organisasi, penyusunan business plan, hingga pemahaman tentang aspek legalitas termasuk pemahaman terhadap sebuah regulasi. 

“Kita akan terus membenahi itu, karena peran BUMDes amat besar dalam meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat pedesaan,” ujar Budiharto.

Lebih lanjut, ia mengatakan, PT Djarum  bersama Desa Lestari akan terus melakukan pendampingan. Targetnya, pada 2024, seluruh desa yang ada sudah memiliki BUMDes dan berbadan hukum. 

“Dengan berbadan hukum akan memiliki banyak akses untuk pengembangan usaha, termasuk akses ke pembiayaan,” pungkasnya. (S1). 

pasang iklan di sini