hayed consulting
hayed consulting
octa vaganza

Kementerian PU Perketat Standar Layanan Tol

Ilustrasi jalan tol.
Ilustrasi jalan tol.

PeluangNews, Jakarta – Menteri Pekerjaan Umum (PU) Dody Hanggodo menegaskan komitmennya untuk menindaklanjuti berbagai tantangan dalam pemenuhan Standar Pelayanan Minimum (SPM) jalan tol di seluruh Indonesia.

“SPM adalah jaminan negara kepada rakyat bahwa satu rupiah yang dibayarkan dalam jalan tol kembali dalam bentuk layanan yang aman, nyaman, dan adil,” kata Menteri Dody dalam Rapat Panitia Kerja (Panja) bersama Komisi V DPR RI di Jakarta, Rabu (24/9/2025).

Ia menjelaskan, pemenuhan SPM jalan tol masih menghadapi sejumlah kendala. “Payung hukum yang mengatur evaluasi SPM masih menggunakan aturan lama. Saat ini kami sedang menyusun Peraturan Menteri PU tentang SPM Jalan Tol yang sesuai dengan PP Nomor 23 Tahun 2024. Targetnya selesai Desember 2025,” ujarnya.

Menurutnya, dalam rancangan Permen tersebut akan diatur indikator pemenuhan SPM, sanksi administrasi, serta standar tambahan seperti ruang laktasi dan posko terpadu di rest area.

Dody juga menyoroti tantangan kapasitas sumber daya dalam pelaksanaan pengecekan SPM. “Pertumbuhan panjang jalan tol tidak seimbang dengan kapasitas pengawasan. Karena itu, kami menerbitkan Surat Edaran Menteri PU Nomor 7 Tahun 2025 tentang mekanisme pelaporan evaluasi dan pengecekan SPM, serta mengembangkan aplikasi e-SPM,” jelasnya.

Ia menambahkan, aplikasi e-SPM akan menjadi media pelaporan self-assessment harian. “Aplikasi ini juga menjadi sarana pemantauan dan pelaporan perbaikan hasil pemeriksaan SPM,” kata Dody.

Tantangan lain yang menjadi sorotan adalah keberadaan kendaraan Over Dimensi dan Overload (ODOL). “Rata-rata 19,27 persen kendaraan non-Golongan I yang melintas di ruas tol PT Jasa Marga pada 2024 terdeteksi overload, atau sekitar 3.074 kendaraan per hari,” ungkapnya.

Ia juga memaparkan data Tol Trans Sumatera yang dikelola PT Hutama Karya. “Pada periode 2023–2024, kendaraan ODOL Golongan II tercatat 5,5 persen, Golongan III 41,8 persen, Golongan IV 28,5 persen, dan Golongan V 26,1 persen,” jelasnya.

Menurut Dody, dampak utama dari ODOL adalah mempercepat kerusakan jalan, menambah waktu tempuh, menaikkan biaya pemeliharaan, meningkatkan risiko kecelakaan, dan memperburuk polusi udara. “Karena itu, kami mendorong BUJT memperluas penggunaan Weight in Motion (WIM) di berbagai ruas tol,” tegasnya.

Ia menambahkan, pemerintah juga tengah menyusun Surat Keputusan Bersama (SKB) enam menteri dan lembaga terkait pendekatan hukum kendaraan ODOL. “Kami berperan meningkatkan pendataan, pengawasan, dan penindakan angkutan jalan tol yang terintegrasi digital,” ujarnya.

Dody memaparkan bahwa secara nasional panjang jalan tol yang sudah beroperasi mencapai 3.111,28 kilometer. “Tol itu dikelola oleh 53 BUJT pada 75 ruas, dengan rincian 1.104,42 kilometer di Sumatera, 1.838,06 kilometer di Jawa, 10,07 kilometer di Bali, 97,27 kilometer di Kalimantan, dan 61,45 kilometer di Sulawesi,” terangnya.

“Bagi kami, jalan tol bukan sekadar infrastruktur fisik. Jalan tol adalah simbol kehadiran negara. Jika standar pelayanan kita jaga, maka yang kita dapatkan bukan hanya konektivitas, tapi juga kepercayaan rakyat kepada negara,” tutup Menteri Dody.

pasang iklan di sini