
Peluang News, Jakarta – Ketua Task Force Cetak Sawah Kementerian Pertanian (Kementan) Husnain mengatakan, perluasan lahan sawah menjadi kunci menuju kedaulatan pangan bagi masyarakat.
Karena itu, pemerintah berencana memperluas areal pertanian melalui Program Cetak Sawah seluas 3 juta hektare pada 2025-2027 untuk mendukung kedaulatan pangan dan lumbung pangan dunia.
”Konflik Timur Tengah juga akan berdampak pada pangan dan ekonomi global jika tidak diantisipasi,” ujar Husnain pada FGD Perluasan Lahan Sawah sebagai Kunci Kedaulatan Pangan di Bogor, sebagaimana keterangan diterima di Jakarta, Senin (7/10/2024).
Dia mengatakan, persiapannya perlu dilakukan dari sekarang. Daerah prioritas program itu yakni Merauke (Papua Selatan) dan Kalimantan Tengah masing-masing 1 juta hektare, Kalimantan Selatan 500 ribu hektare dan Sumatra Selatan 250 ribu hektare, sisanya 250 ribu hektare di provinsi lain.
Menurut Husnain, krisis pangan masih menjadi isu penting yang meresahkan banyak negara karena dapat berdampak pada krisis ekonomi global.
Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) dan Program Pangan Dunia (WFP) mengeluarkan peringatan krisis pangan akut yang membayangi lebih dari 59 negara dengan penduduk dunia sekitar 970 juta.
Beberapa kondisi yang disinyalir sebagai penyebab yakni pelambatan produksi pangan, kelangkaan dan kenaikan bahan baku industri, perubahan iklim, dan konflik antar negara Rusia-Ukraina yang masih berlangsung menghambat ekspor dan harga bahan pangan seperti gandum dan biji-bijian.
Penduduk Indonesia saat ini berjumlah 281,6 juta jiwa dengan laju pertumbuhan 1,1% per tahun, sehingga pada 2033 diperkirakan akan mencapai 309,8 juta jiwa. Jumlah ini tentu harus diimbangi dengan peningkatan produksi beras.
Secara nasional, lahan sawah beralih fungsi sekitar 90-100 ribu hektare per tahun yang jika tanpa kompensasi apa-apa akan menyebabkan penurunan terus menerus kapasitas produksi pangan nasional, khususnya beras.
Data BPS (2023) mengungkapkan, pada 2022 lahan sawah Indonesia memproduksi padi 55,67 juta ton gabah kering giling (GKG) setara dengan 32,07 juta ton beras.
Sedangkan konsumsi 35,3 juta ton beras, terdapat defisit sekitar 3,23 juta ton beras. Untuk itu diperlukan peningkatan luas areal tanam melalui pencetakan sawah baru. Lahan-lahan yang menjadi target perluasan areal pertanian adalah lahan non gambut, baik yang berada di lahan rawa maupun non rawa.
Staf Khusus Menteri Pertanian Bidang Percepatan Produksi Pertanian Muhammad Arsyad menuturkan, selama ini pemerintah sudah bergerak menambah area lahan pangan selain mengoptimalkan lahan pangan yang tersedia.
”Selama ini pemerintah sudah bergerak menambah area lahan pangan selain mengoptimalkan lahan pangan yang tersedia. Ada peluang, tantangan, dan kendala. Pemerintah membutuhkan solusi atas kendala-kendala yang ditemui di lapangan,” ujar Arsyad.
Sementara itu, Guru Besar Ilmu Tanah Institut Pertanian Bogor Budi Mulyanto menyebutkan, penambahan luas lahan pangan memang penting dilakukan di Indonesia karena luas lahan pangan per kapita di Indonesia paling rendah di dunia yaitu hanya 0,026 hektare per kepala.
Budi mengungkapkan, menambah areal lahan pangan menjadi tantangan bagi pemerintah karena masih banyak persoalan yang harus diurai.
Saat ini masih banyak provinsi yang area Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) belum menjadi bagian dari Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Dampaknya alih fungsi lahan masih belum optimal untuk dikendalikan.
Kondisi semacam ini memicu kerawanan agraria yang dapat berdampak pada kerawanan nasional. []