JAKARTA-—Wajah Usep Mulayana tampak berseri. Warga Desa Simpang, kecamatan Cikajang, Kabupaten Garut ini merupakan salah satu dari petani kopi Jawa Barat yang menerima KUR dari Bank BNI, BRI dan Mandiri yang diberikan Kementerian Pertanian.
Penyerahan KUR dilakukan secara simbolik oleh Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo bertepatan dengan peringatan Hari Kopi Nasional di Auditorium Gedung F Kementerian Pertanian, Jakarta, Rabu (11/3/20).
Usep menuturkan bahwa dia sudah hampir 12 tahun menggarap kebun, luasnya dua hektar dengan jenis kopi arabika, per tahun lima ton hasilnya.
“Bantuan KUR ini akan saya manfaatkan sebaik-baiknya untuk meningkatkan hasil terutama untuk pemeliharaan. Karena setiap akan panen, kebun kami biasanya diserang penggerek batang dan semut,” ujar pria yang sudah menginjak usia 51 tahun.
Dalam sambutannya, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo
mengatakan produksi kopi nasional tahun 2018 sebesar 717,9 ribu ton dari luas
areal mencapai 1,23 juta hektare.
Masih rendahnya produksi yang masih jauh dari potensi optimal disebabkan oleh
kondisi tanaman yang sudah tua dan tidak produktif, tanaman yang diusahakan
bukan klon/varietas unggul, serangan OPT dan belum diimplementasikannya Good
Agricultural Practices (GAP) secara konsisten serta dampak terjadinya perubahan
iklim.
“Di samping itu, pada aspek hilir, kualitas biji juga masih rendah antara lain
karena penanganan panen dan pascapanen belum sesuai Good Handling Practices (GHP),” kata
Syahrul.
Selain mendorong peningkatan produksi, Mentan Syahrul juga
mendorong kemandirian para petani dalam mengembangkan usaha taninya dengan
mengakses pembiayaan Kredit Usaha Rakyat (KUR).
“Skema pembiayaan KUR tahun 2020, untuk sub sektor perkebunan dialokasikan Rp
20,37 triliun. Dari jumlah itu, KUR komoditas kopi ditargetkan sebesar Rp. 3,96
triliun pada kegiatan hulu dan Rp 60 miliar pada kegiatan hilir,” kata Syahrul.
Sementara Mentan Syahrul, Asep Sukarna
dari Asosiasi Petani Kopi (APEKI) Bandung Barat Propinsi Jawa Barat mengakui fasilitas penanaman dari Pemerintah dan
swadaya masyarakat dalam kurun waktu lima tahun terakhir sangat tinggi.
Hanya saja pembangunan atau fasilitasi Unit Pengolahan Hasil (UPH) dan pasca
panen belum memadai. Hal ini bisa
menjadi bom waktu dikarenakan produksi melimpah sedangkan sarana dan prasarana
pengolahan kurang.
Asep juga menyadari merebaknya
wabah corona berpotensi menghambat
ekspor. Sekarang ini para importir kondisinya masih menahan PO-nya. Padahal 70
persen kopi asalan di Jabar di ekspor ke luar negeri.
“Kalau tidak ada rencana strategis memaksimalkan pasar lokal
bisa terjadi penumpukan produksi dan penurunan harga,” pungkas dia.